A Little Getaway from Solitude - #5

1 0 0
                                    

Siang itu, kelas 12 IPA 3 SMA Satria Permana mengalami petaka. Tampaknya, guru mata pelajaran Bahasa Jerman yang memiliki jadwal mengajar di kelas mereka lupa waktu. Jelas-jelas tadi sudah bel dan ini merupakan jam istirahat. Sayang sekali, tidak ada yang berani menyinggung hal ini ke si guru, karena tadi si ketua kelas sudah mencobanya dan masih gagal juga.

Sekuat tenaga Luthfi mencoba untuk melek. Namun, tetap saja ujung-ujungnya dia terlepas menguap saking mengantuknya. Semalam, dia ditarik paksa abangnya untuk menemaninya nonton midnight. Luthfi berencana hanya untuk numpang tidur di bioskop, tapi film dua setengah jam yang dipilih abangnya itu ternyata memiliki cerita yang serunya bukan main.

Alhasil, di sinilah dia sekarang. Belajar di sekolah, hanya untuk menunggu waktu pulang tiba agar ia dapat bersatu lagi dengan kasur tercintanya.

Dasar jomblo, batin Luthfi mengolok abangnya setelah menguap kesian kalinya di jam itu. Capek tau rahang gue nguap mulu.

Frau akhirnya meninggalkan kelas mereka lewat sepuluh menit setelah bel istirahat. Luthfi yang kala itu sudah luar biasa ingin memejamkan matanya akhirnya ambruk di mejanya sendiri. Dengan satu tangan yang ia gunakan sebagai bantal, Luthfi mulai terbawa masuk ke dalam alam mimpi.

"Yo, Luthfi! Iqbal!"

Tak sampai hitungan menit, suara-suara familiar sudah menyapa telinga Luthfi. Ah, mungkin dia terlalu banyak berharap sewaktu ia berpikir ia akan bisa tidur di kelas yang gaduh sewaktu istirahat. Bagaimana tidak, teman-temannya itu sudah menjadikan kelas ini basecamp untuk berkumpul.

"Kap, prank which lo yang idein buat debut kita di Battle of The Bands itu literally epic banget!" seru Kenzie dengan logat ala-ala Jaksel.

Luthfi masih ada di posisi yang sama. Dia terlalu malas untuk bergerak dan menyambut manusia-manusia ini, mengetahui ia dapat menggunakan kesempatan ini untuk curi-curi sedikit waktu istirahat untuk matanya. Ia membelakangi dimana teman-temannya pada saat itu sedang mengobrol, tapi ia dapat mendengar mereka dengan jelas.

"Tapi gue nggak tau, Zie," Luthfi dapat mendengar suara Gibran yang terdengar ragu. "Kita belum tanya Dievi kalau kita boleh masukkin clip itu di video debut kita."

"Kan, udah dijelasin kalau itu cuma prank."

"Gue mau memastikan Dievi beneran oke dengan semua ini," ujar Gibran. "Hari ini kita libur latihan, kita tunggu lusa sampai kita ketemu dia lagi."

Di sini, Luthfi benar-benar tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Prank? Maksudnya apa? Oh, dan kenapa juga dia tiba-tiba jadi kepoan sampai nguping begini?

"Kap, lo..." Terdengar suara Fajar yang menggantungkan kalimatnya.

"Kapten kenapa?" tanya Iqbal penasaran.

"Hmm, orang nggak pekaan kayak lo berdua mana tahu."

Luthfi akhirnya mengingat tentang kejadian kemarin di studio. Fajar pura-pura memberikan kritik yang unreasonable. Luthfi sama sekali tidak ikut campur dalam mengerjai Dievi, tapi menurutnya prank itu cukup menghibur. Tidak setiap hari ia bisa melihat seseorang yang sudah pernah tergabung di dalam suatu band dikritik dengan cara yang membuatnya terlihat amatir.

Omong-omong, Luthfi sama sekali tidak tahu band yang dimaksud. Dia hanya tahu dari Gibran sedikit tentang band-nya. Kalau tidak salah, ia juga pernah menyebut namanya. Sayang Luthfi adalah pelupa, ditambah lagi kalau disuruh mengingat nama. Percayalah, bagi Luthfi, itu hal yang tidak semudah orang-orang bayangkan.

"Eh, gue tau nih!" Luthfi mendengar Kenzie berseru dengan nada seolah suatu lampu bohlam baru muncul dan menyala di atas kepalanya, "Si Kapten suk..."

"Suk... suka cokelat! Iya, kan, Kap?" Fajar buru-buru memotongnya.

A Little Getaway from Solitude (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang