A Little Getaway from Solitude - #2

4 0 0
                                    

Pagi sebelum bel berbunyi, ruang kelas 12 IPA 3 SMA unggulan Satria Permana sudah dipenuhi oleh siswa-siswi yang sedang mempersiapkan diri mereka untuk mata pelajaran pertama. Semua terlihat tenang duduk di meja masing-masing, entah mengobrol dengan teman sebangku, makan, atau mengerjakan tugas. Satu meja di bagian belakang kelas belum diisi bangkunya, meja itu terletak bersebelahan dengan meja seorang cowok yang sibuk mengerjakan sesuatu.

"Heyo," Seseorang menongolkan kepalanya dari balik pintu, dia tidak sendiri. Ada cowok lain yang mengekori di belakangnya. Mereka masuk ke kelas, dan menghampiri salah satu meja di sana.

"Iqbal mana?" Orang itu bertanya, yang hanya direspons si lawan bicara dengan mengangkat bahu.

"Nggak tau, belum dateng kali," Cowok itu tak melepaskan fokusnya dari tugas yang belum dia kerjakan. Dasar memang, peraih ranking delapan tapi masih suka mengerjakan PR di sekolah. "Kenapa, Kap?"

Cowok yang dipanggil Kapten itu meletakkan kedua tangannya di meja, tepat di depan temannya itu.

"Pulang sekolah, jangan lupa," ucapnya sambil melirik ke arah cowok yang kini berdiri di seberangnya. "Kita pake mobil Ken."

Kenzie, cowok yang menemaninya ke dalam, mengernyitkan dahi.

"Jauh, Kap, bisa-bisa gue diomelin nyokap gue gara-gara ngabisin bensinnya."

"Gampang, nanti gue talangin. Sekalian entar bareng sama Luthfi, Iqbal, dan Fajar."

Luthfi hanya menatap datar kedua temannya. Itu saja, bukan? Mereka akan ke Jakarta bagian selatan hari ini untuk bertemu seseorang. Setidaknya, itu yang dikatakan Gibran.

"Jangan lupa bilangin Iqbal juga," pesan Gibran alias kapten dan drummer mereka, sambil menepuk bahu Luthfi.

"Dah." Kenzie hendak keluar kelas, namun ia berhenti sebentar untuk melambai sebelum kembali menyusul Gibran.

Hari berjalan seperti biasa, Luthfi si jenius kerap memerhatikan guru, tapi jarang sekali mencatat. Tapi ketika ditanya, cowok itu menjawab lancar seolah jawabannya sudah ada di luar kepala. Tak heran jika anak ini sangat terkenal di kalangan guru. Di antara mereka ada yang berdecak kagum, ada yang menggelengkan kepala, dan tentunya ada yang dengan senang hati mendapatkan murid yang otaknya encer seperti Luthfi dan tak berkomentar lebih.

Baru ketika bel pulang sekolah, Iqbal yang dicari-cari kelihatan batang hidungnya. Dengan tangan yang terlipat di belakang kepalanya dan cengiran lebar yang terplester di bibirnya, dia melangkah gontai ke bangkunya, yang hanya disambut Luthfi dengan tatapan datarnya.

"Darimana aja lo?"

"Dispensasi," jawaban Iqbal menarik perhatian cowok itu, mereka satu ekskul, sama-sama mengikuti Paskibra. Lantas, mengapa ia tak mengetahui tentang adanya dispensasi hari ini?

"Dispensasi buat apa?"

"Ada, pokoknya. Cabut, yuk, gue udah di-call Kapten."

Luthfi tak bertanya lagi. Begitulah Luthfi, selain si jenius dia dikenal sebagai si kalem.

Mereka menuju parkiran ke mobil Kenzie, di sana sudah ada Fajar dan Gibran yang menunggu. Tak lama kemudian, Kenzie datang dengan kunci mobilnya. Setelah memanaskan mobil, mereka semua masuk dan berangkat ke tempat yang disepakati Gibran dan temannya itu.

***

Dari dalam, kafe di Kemang itu terlihat modern dengan interior ala restoran Italia. Tempat itu memiliki dua lantai, dan Gibran memilih untuk duduk di lantai dua yang menyediakan tempat terbuka.

"Dia dimana, Kap?" tanya Kenzie, mereka sudah mengambil posisi duduk di meja yang melingkar. Mereka duduk menyisakan satu tempat kosong di antara Gibran dan Kenzie, berseberangan dengan tempat duduk Luthfi.

A Little Getaway from Solitude (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang