A Little Getaway from Solitude - #25

2 0 0
                                    

Nama dan hashtag Svarga Btara kembali trending di Twitter setelah kabar menyebar bahwa Dievi berhasil lolos "ujian" yang diterapkan produser tahun ini. Ternyata, tawaran dari pihak Battle of The Bands hanyalah bentuk kerjasama dari tim produser, sponsor, dan penanggungjawab untuk menaikkan rating acara. Tahun ini, Battle of The Bands akan dipenuhi dengan drama antara peserta dengan peserta lain, juri, audiens, dan yang lainnya. Ini baru permulaan dari ujian-ujian yang akan mendatang.

Tentunya, Dievi tidak tahu-menahu tentang bagaimana dunia di luar sana tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik layar. Dia berpikir bahwa dirinya sudah membuat pilihan yang terbaik, dan itu cukup baginya.

Setelah mampir ke toilet sebentar untuk mencuci mukanya, Dievi meneruskan perjalanannya menyusuri koridor. Ah, bukannya tadi ia ke sini dengan Airish? Lantas, kemana teman sekamarnya itu? Apa lebih baik dia balik duluan saja? Siapa tau Airish sudah menunggunya di kamar hotel mereka.

"Luthfi?"

Dievi baru sampai di pintu keluar gedung ketika ia berpapasan dengan punggung yang tak mungkin tak ia kenal. Mendengar namanya disebut, Luthfi membalikkan tubuhnya dan menemukan orang yang ia cari-cari di sana.

Entah kenapa, Dievi tidak bisa menahan cengiran yang terbit di bibirnya. Mau sedang latihan, manggung di depan ribuan orang, atau tidur, cowok itu selalu saja memakai baju bernuansa hitam. Sekarang pun outfit yang dikenakannya adalah kaos dan sweatpants dengan warna tersebut.

"Um... Lo ngapain di sini, El?" tanya Dievi dengan berusaha menahan dirinya sekuat mungkin untuk tidak menggoda Luthfi di tempat. Ah, bukan, bukan, ia tidak sedang mengoloknya. Menurut Dievi, obsesi Luthfi dengan warna hitam sedikit... entahlah, menggemaskan, in a way.

"Ngapain lagi kalo bukan buat nyariin lo?" Luthfi menyilangkan kedua lengannya.

Dievi mencoba mencerna kata-kata Luthfi barusan.

"Lo... nyariin gue?"

"Lo nggak denger gue barusan ngomong? Iya, gue nyariin lo. Ayo balik."

Ah, apa ini tiba-tiba? Luthfi sudah berjalan beberapa meter di depannya, tapi Dievi masih mematung di tempat. Jam segini, orang-orang bukannya masih tidur? Lalu, bagaimana juga Luthfi tahu kalau dia tidak ada di kamar?

Dievi cepat-cepat menyusul Luthfi, mencoba menyamakan langkah mereka meski tahu ia akan kalah jauh karena kakinya kalah panjang, "Lo tahu darimana gue bakalan ada di sini?"

"Karena gue tahu segalanya."

Jawaban macam apa itu? Dievi berdiri di depan Luthfi sebagai caranya untuk memblokir jalan cowok itu agar ia berhenti.

"Ceritain ke gue. Please," pinta Dievi dengan wajah yang dibuat sememelas mungkin.

"Mau tahu kenapa gue tahu?"

Dievi mengangguk dengan cepat. Tentu saja ia mau, bukankah itu mengapa ia bertanya sebelumnya?

"Karena lo kayak anak kecil yang harus gue tonton setiap 7 hari, 24 jam. Sekejap aja gue biarin lo lepas dari pengawasan gue, dan lo akan berulah. Atau bahkan, lo menghilang kayak gini."

Dievi mengerjapkan matanya, sama sekali tidak berekspektasi Luthfi akan memberikannya penjelasan yang seperti itu.

"Gue nemu lo karena gue punya tanggung jawab atas lo, dan gue adalah orang yang bertanggungjawab. Biarpun lu mencoba, dan berapa kali pun lo melakukannya, lo nggak akan bisa menghilang, kabur, ataupun berbuat ulah. Karena gue bakal mastiin itu semua nggak akan terjadi."

"Semua itu bakal gue lakuin, karena gue sayang sama lo, Dievani Widia Maddendra."

Dengan kalimat terakhir tersebut, Luthfi mengecup dahinya. Pemirsa, Luthfi barusan menempelkan bibirnya di dahi Dievi! Seseorang tolong cubit Dievi sekarang, karena ia terlalu sibuk memikirkan apa yang terjadi barusan untuk melakukannya sendiri!

Luthfi menggamit lengan Dievi, kemudian keduanya berjalan beriringan menuju hotel. Ah, mengapa badannya jadi panas-dingin begini? Ayolah, Dievi, ini bukan waktunya untuk nge-fly!

Dievi dan Luthfi sampai di lobi hotel. Di sana, cowok itu melihat sekelilingnya, seolah tengah memastikan sesuatu. Baru setelah ia terlihat yakin, cowok itu melepas genggamannya pada tangan Dievi.

"Tadi gue lihat ada orang yang pakai kacamata hitam, sambil memegang kamera. Gue yakin dia paparazzi. Gue nggak mau apapun omongan gue dijadiin bahan berita yang bisa di-twist hingga akhirnya jadi sesuatu yang berbeda jauh dari kejadian sebenarnya. Makanya tadi gue mutusin untuk improvisasi, dan ikut story dari media tentang rumor-rumor showmance lo dan gue," bisik Luthfi padanya, dengan tampang masih waspada.

Heh?

Dievi yang tadinya sudah melting seketika terhenyak. Penonton kecewa, pembaca kecewa, dan penulis pun kecewa. Ayolah, ini Luthfi, dan cerita juga masih panjang. Bukankah ini sesuatu yang seharusnya sudah ia ekspektasikan?

"Oh. Um, acting lo... bagus," ujar Dievi yang seketika berlagak sok cool walau barusan ia mengalami momen salting paling bersejarah dalam hidupnya.

"Ya, dan lo masih jadi bocah yang merepotkan buat gue," sahut Luthfi cuek, kembali berjalan gontai hingga ia bermeter-meter berada di depan Dievi, "Ayo, gue harus bawa lo ke hall buat sarapan. Kalo sampai Gibran tau lo belum sarapan dan daritadi lo sama gue..."

"Ya, ya. Gue tau. Lo bertanggungjawab atas gue, karena Gibran," Dievi memutar bola matanya.

Bayangkan saja, orang manapun yang berada di posisinya pasti seketika akan badmood. Barusan, ia dibawa tinggi ke langit, hanya untuk dijatuhkan kembali ke bumi. Betapa tidak enaknya ia merasa bahwa dirinya dan Luthfi punya harapan, hanya untuk dihadapi oleh realita bahwa mereka memang tak mungkin.

A Little Getaway from Solitude (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang