Felis
“Cherry.. Mau kah kau menjadi pacarku ?,” pinta Felis.
“Woooooo huuuuu… Terima Terima Terima,” Suara teriakan para tamu yang menikmati kisah Felis.
Cherry berjalan tersendat – sendat dipenuhi keraguan, gaun putihnya selaras dengan warna mawar di genggaman tangan Felis. Tangan mungilnya meraih jemari dingin Felis lalu mengangkat tinggi – tinggi, seakan tersihir oleh lantunan gerakan yang memberi isyarat tuk bangun dan saling menatap mata. Kini dua remaja itu saling berhadapan disinari aura roman yang indah serta membius mulut – mulut lain untuk diam sejenak.
“Katakan sekali lagi Felis… aku ingin mendengar lebih dalam isi hatimu,” suara Cherry membisik lirih.
Felis menggenggam erat tangan Cherry, mengarahkan ke bibir gugupnya, detak jantung Felis meledak tak berirama..
“Mau kah kau menjadi pacarku Cherry ?” ucap Felis kedua kalinya.
Cherry tersipu mendengar mantera itu…
“Busuk.. Busuuuk, keparat Felis. Aku telah kalah, apa kurang ku ?,” Revan membatin tak kuasa melihat dua pasangan itu.
“Felis.. Aku.. Aku. Mau..” suara Cherry terbata – bata.
Felis tersenyum lebar, ratusan pasang mata tak berkedip melihat momen itu, semua telah menunggu jawaban Cherry.
***
Siang hari sebelum acara reuni Pak Sem,
“Jadi kau akan berencana menyatakan cinta ke Cherry ? Lantas apa peduliku ?,” Samanta menggosok hidungnya yang gatal.
“Kau kan divisi acara, tolong bantu aku untuk sedikit meluangkan waktu di akhir acara reuni Pak Sem, berapa jumlah harga yang harus aku bayar untuk itu ? Sebutkan saja aku pasti membayarnya plus ditambah bonus jika Cherry menerimaku,” Felis menatap tajam hidung Samanta.
“200.000, dengan down payment setengahnya dibayar sekarang, sepakat atau tidak sama sekali,” jawab Samanta.
“Bangkai berjalan !! Mahal sekali tarif mu ! Aku tidak punya uang sebanyak itu Samanta.”
“Oke, mungkin aku bisa menceritakan siasat mu ke Revan dan bisa saja dia membayar ku dengan harga 10 kali lipat pangkat 1000 kuadrat, aku membayangkan jika Revan berpacaran dengan Cherry pasti serasi,” celetuk Samanta.
“Sialan lintah darat macam apa kau ini, baik ! baik ! Ini uangnya. Ingat setengah dulu aku bayar, sisanya seusai acara,” Felis menggerutu sembari mengeluarkan uang dari dalam dompetnya.
“He he, satu hal yang aku suka darimu Felis. Aku suka cara bisnismu !, ayo ceritakan lagi kau ingin lagu apa untuk nanti.”
Beberapa saat kemudian...
“Halo, Felis, sore ini ibu akan ada jam mengajar kuliah sampai malam, jangan lupa untuk pulang tepat waktu dan makan teratur, bibi Usain sudah menyiapkan makan untukmu.” Suara telefon dari ibu Felis.
“Ibu, Felis butuh uang untuk membayar sumbangan bagi anak kurang mampu yang diadakan di sekolah, apakah ibu bisa mentransfer uang untukku 300 ribu saja.”
“Selalu saja kamu itu, iya ibu transfer sekarang. Ingat pesan ibu.”
“Ibu cantik terimakasih, muah, oh iya bu, nanti Felis ada acara membantu Pak Sem di acara reuni, hitung – hitung Felis pingin belajar organisasi dan kerjasama tim, boleh ya bu, mungkin jam 10 malam Felis baru pulang,” rayu Felis.
“Kan ibu sudah bilang jangan pulang larut malam, ya sudahlah ibu sebentar lagi rapat, kabari juga ayahmu meski sibuk. Sampai jumpa di rumah Felis sayang,” Percakapan ibu Felis berakhir.
“Sumbangan bagi anak kurang mampu ? Kau pikir aku anak kurang mampu ? Bocah tengik !” sahut Samanta.
“Hahaha kan memang kau kurang mampu ? Buktinya aku memberikan sumbangan untuk mu barusan tadi, eh Samanta dengar, aku akan memberimu uang tambahan lagi 50 ribu. Tolong belikan aku bunga mawar berwarna merah 10 tangkai,” ucap Felis.
“Oh siap juragan, sampai bertemu sore nanti di reuni Pak Sem.”
***
“Felis.. Aku.. Aku. Mau..” suara Cherry terbata – bata
“Aku mau muntah melihatmu, dan sekaligus ingin menamparmu,” Cherry menjawab tegas, lalu tangan mungilnya melejit cepat menampar pipi Felis dengan keras.
“Haa haa haa,” suara tawa terbahak – bahak dari para penikmat tontonan malam itu.
Cherry membalik tubuhnya, ia menolak mentah permintaan Felis. Untuk pertama kalinya mantera Felis tidak berpengaruh sedikit pun bagi Cherry. Langkah kecilnya menghilang sekejap dari pandangan Felis.
Felis tertunduk malu, ia tak bergerak bagaikan batu – batu besar di tengah padang pasir tandus. Suara tawa menemani kegagalannya, ia tenggelam jauh ke dasar palung laut. Tak kunjung sampai disitu, Tiba – tiba Akasia berlari membawa segelas penuh air, ia menyiram wajah Felis.
“Bagaimana rasanya ha ha ha, jangan membuat hati seseorang patah dengan mudahnya,” ucap Akasia.
Menit berlalu, semua berlalu, meninggalkan Felis yang masih mematung di tengah ruangan utama.
“Hei Felis ayo pulang, ibu mu sudah mencari, lupakan saja pembayaran yang kurang itu. Wanita itu terkadang unik, tidak bisa ditebak, lupakan saja Cherry cari wanita lain dengan bakat mu itu,” tutur Samanta.
“Iya benar.. Dia adalah wanita yang susah untuk didapatkan, aku semakin tertantang untuk mendapatkannya. Semakin susah maka semakin aku menggila dirinya, Cherry.”
“Hmm, ayo pulang, rokok ku sudah habis, aku tidak mungkin menunggumu terlalu lama disini,” ucap Samanta.
“Samanta, mendekat lah sebentar,” pinta Felis.
“Hah apa.”
Felis mengepal tangannya, ia memukul hidung Samanta dengan keras.
“Satu, untuk pertemanan kita” Bang !
“Dua, untuk hidungmu yang gatal siang tadi” Bang !
“Tiga, untuk kekurangan uang sesuai janjiku” Bang !
“Dan Empat, untuk mawar putih yang kau ambil dari taman Pak Sem” Bang !
Samanta terjatuh, ia memegangi hidungnya. “Auch, brengsek pukulan mu membuat hidungku berdarah, hahaha kau teman hebat , sial ! Aku suka pukulan mu.”
“Bantu aku untuk lebih dekat lagi dengan Cherry, maka kau akan ikut senang, mari kita berbisnis,” ucap Felis.
Samanta tersenyum lebar, wajahnya semakin tampan setelah mendapat pukulan dari Felis.
Sementara itu..
“Kenapa bunga mawar ku hilang satu tangkai ya ? Padahal aku merawatnya susah payah hanya untuk menunggu mekar. Pasti ayam tetangga sudah memakannya,” ucap Pak Sem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Selamanya Remaja
Teen FictionKisah fiksi sebelas remaja yang dipertemukan oleh plot kompleks permasalahan ; identitas diri, cinta, impian, penghianatan, kesedihan, penyimpangan, kekocakan, dan kebahagiaan. Samanta si berandal, Felis sang penakluk wanita, Cherry si narsistik, Ir...