PUTIH & ABU - ABU

36 2 0
                                    

Evan

*Pra Reuni

Akselerasi roda motor meningkat sejalan dengan euforia berlebih, bahagia menguasai kursi pikiran, dia ingin segera menapak kaki mengakhiri jalan tepat di hadapan televisi. Setahun lamanya berjuang demi satu keinginan, membanting tulang melupakan lelah. Kini Evan telah berhasil membeli konsol permainan video.

"Setahun bekerja paruh waktu dan menabung akhirnya aku bisa membeli permainan video yang mahal ini, ayo cepat sampai rumah," Evan membatin.

Evan Saputra remaja laki - laki yang gemar tidur, tak peduli kantuk menggodanya ia akan selalu tertidur di tempat manapun. Mata panda menjadi ciri khas yang menempel pada wajahnya, rasa kantuk telah menjadi teman dekatnya selama setahun penuh.

Evan bukanlah pengantuk sejati semenjak lahir, aktivitas kesibukan yang padat membuatnya kurang waktu untuk merasakan lelapnya tidur. Dia bekerja paruh waktu menjadi asisten tukang foto di studio kecil dekat rumahnya.

"Wah ini baru namanya permainan bagus, tidak sia - sia perjuanganku," Evan bersorak senang memainkan konsol video sesampainya di rumah.
Tak terasa dua jam berlalu, ia lengah akan jam sekolah siang.

"Ah sial, sepulang sekolah aku harus membantu acara reuni Pak Sem, akhir pekan kelam tidak dapat bermain video konsol ini," ucap Evan.

Sinta, kakak Evan terkejut melihat adiknya yang tak kunjung berangkat sekolah.

"Evan ! bukannya kamu harus sekolah hari ini ?" tanya Sinta.

Sinta merasa kesal melihat Evan yang tengah asik bermain, ia tak kunjung berhenti menceramahi Evan.

"Iya aku berangkat sekolah setelah ini kak !, aku baru mencoba bermain sebentar," sanggah Evan.

"Karena permainan itu kamu menjadi malas sekolah, dasar bodoh ! Kalau ayah tau habis sudah nasibmu !" ujar Sinta.

"Aku baru membeli ini pagi tadi, kapan aku terlihat malas sekolah kak ! Sebenarnya yang bodoh itu kakak !" Evan membalas cemooh kakaknya.

Suasana semakin memanas, keduanya terlibat perdebatan berbuntut panjang yang memicu kedatangan ayah mereka.

"Apa ini ? Kenapa kalian selalu ribut !" ucap Ayah mereka.

Sinta mengadu kepada sang ayah mengenai permainan video konsol yang telah dibeli oleh Evan telah membuatnya malas untuk bersekolah. Evan membantah tegas anggapan Sinta, tersulut oleh suasana membuat ayah mereka mengambil tindakan memarahi Evan dan berpihak pada Sinta. Sang ayah mengambil barang permainan tersebut, Evan memohon dan merebut kembali secara paksa, namun celaka yang terjadi.

Permainan konsol video itu terjatuh pecah di atas lantai. Ketiganya terdiam mematung menatapi barang yang tak lagi berguna.

Evan berlalu tanpa meninggalkan sepatah kata, ia bergegas bersekolah sekaligus mengemasi pakaian ganti untuk acara Pak Sem.

"Aku muak dengan mereka, aku bersumpah tidak akan lagi berbicara dengan ayah sampai kapanpun," Evan membatin menahan sedih bercampur kesal.

****

Sebuah Kisah Diskusi Remaja

*Reuni


"Masa remaja bagi saya sangat indah, tentu saya dulu juga pernah berbuat kenakalan namun sesuai batas normal. Remaja acap kali lebih mengutamakan perasaan tanpa berfikir panjang, mereka selalu ingin dipandang sebagai orang dewasa dan tidak ingin dipandang sebagai anak kecil. Berbuat kenakalan hanya untuk tujuan mencari perhatian atau pengakuan semata," ucap Pak Sem tengah berpetuah bersama panitia yang berkumpul.

"Pak Sem, bagaimana dengan sikap orang tua yang terkadang tidak memperdulikan kami selaku para remaja ?" Felis bertanya.

"Itu hanya perasaan kalian selaku para remaja, tanpa kalian sadari, orang tua kalian sangat peduli dan mencintai kalian. Keluarga adalah rumah terbaik bagi siapapun untuk kembali pulang," Pak Sem menjawab dengan senyum.

"Lalu bagaimana dengan remaja yang banyak kasus kenakalan seperti saya Pak Sem, atau seperti Irawan ?" Samanta menyambung diskusi.

"Tumben kamu tertarik bertanya Samanta, hehe. Keadaan kalian adalah batas peralihan yang dapat dikatakan sebagai orang dewasa tetapi belum sepenuhnya dewasa, disebut anak kecil juga bukan anak kecil lagi. Belajarlah mencontoh perilaku dewasa dengan berfikir mana yang lebih baik dan meninggalkan hal buruk. Beradu fisik dengan bertarung tidak akan menyelesaikan masalah, dan meminum alkohol juga tidak bisa mengurangi masalah," jawab Pak Sem.

"Pak Sem, apa sih makna dari sahabat baik di sekolah ?" Tara menyambung pertanyaan.

"Kalian adalah makna sahabat itu, Sahabat baik adalah mereka yang saling membantu bergotong - royong, mempermudah menyelesaikan masalah bersama, Saling mengerti, hingga tercapainya tujuan bersama. Apakah saat ini kalian menyadari, beberapa hari lalu kalian tidak saling kenal dekat, berbeda pendapat, dan selalu bertengkar, lalu bagaimana dengan hari ini ?, Acara ini telah berhasil dengan sukses, kalian adalah sahabat dan rekan yang kompak. Bersatulah lupakan rasa buruk tiap individu teman, tujuan kalian sama, lulus dengan baik melewati masa SMA, suatu hari kalian akan merindukan masa itu," Pak Sem menjawab panjang.

"Apakah anda percaya dengan kami akan menjadi sukses setelah lulus SMA kelak Pak Sem ?" Pevita bertanya.

"Jalan hidup kalian sendiri yang akan menentukan kesuksesan, jadilah murid yang selalu ingat masa depan, saya percaya kalian semua bibit manusia sukses di masa depan karena saat ini kalian telah menunjukkan contoh kecil dari sukses, tidak ada keterlambatan dari murid nakal menjadi orang sukses di masa depan" Pak Sem menjawab mengakhiri diskusi malam itu.

Ponsel Evan bergetar, ia melihat panggilan dari ibu dan Sinta, namun Evan berkali - kali menolak panggilan masuk. Ia menutup ponselnya dengan tenang, tetapi tak lama ketenangan Evan berubah menjadi kejutan besar.

"Nak, Ayah mengalami kecelakaan, saat ini kami berada di UGD rumah sakit...." Evan berhenti membaca isi pesan ibunya.

Evan bergegas menuju rumah sakit, ia ijin meninggalkan acara.

30 menit sesampainya Evan di ruang UGD.

"Ayah saat ini sedang koma," ucap Sinta.

"Bagaimana bisa terjadi kecelakaan ?" Evan bertanya sembari membuang tatapan muka.

"Dua jam lalu ayah berpamitan keluar rumah untuk membeli video permainan konsol milikmu yang rusak, ayah mengatakan akan menggantinya. Setelah kamu pergi ayah menyesal ingin meminta maaf padamu," Sinta menjawab dengan tangisan.

"Ayah, maafkan aku, aku tidak ingin peristiwa siang tadi adalah hal terakhir yang kita bicarakan. Kembalilah berbicara untukku ayah aku mohon," Evan membatin, selang beberapa saat ia tak kuasa menahan tangis penyesalan.

Kita Selamanya RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang