Akasia
"Stop.. Stop berhenti Irawan, di depan lampu merah itu, apakah kau lihat Topas," ujar Akasia.
"Ah, benar. Kita sapa sebentar dia," ucap Irawan.
"Oi Topas, kau mau kemana ?" Topas dikejutkan oleh Akasia.
"Biasa mungkin mangkal jadi tukang ojek" Irawan menyahuti.
"Kalian berdua mau kemana malam selarut ini di jalanan, acara reuni Pak Sem sudah berakhir kenapa kalian tidak pulang saja ?" Topas berbicara sembari membuka helm teropongnya.
"Kami mencari kebahagiaan malam ini Topas hahaha, udah dulu ya lampu lalu lintasnya sudah hijau, ayo tancap gasnya Irawan, aku sudah tak sabar ingin minum lagi," jawab Akasia.
Irawan dan Akasia melaju kencang, keduanya melintasi jalan - jalan kota. Di bawah gemerlap lampu menjadi saksi tingkah dua pasangan yang setengah mabuk.
"Akasia, bagaimana rasanya minuman dari botol tumblr ku ? Aku baru menemui wanita yang cepat sekali belajar minum namun sudah handal sepertimu," Irawan berkata sembari menyetir motor.
"Rasanya pahit tapi hangat di tenggorokan, dua gelas saja rasanya kepalaku pusing, aku seperti melayang - layang," Akasia menjawab dengan tawa.
"Di cafe tadi tempat biasanya aku minum Akasia, tempatnya asik kan ?"
"Yah lumayan untuk melepas kesepian suasananya," Jawab Akasia.
Selang beberapa saat keduanya telah sampai di sebuah taman yang sepi. Irawan kembali memastikan kondisi Akasia sebelum ia benar - benar tak kuasa menahan mabuk minuman.
"Sudah dua gelas kau minum Akasia semenjak kita berada di cafe tadi, aku khawatir kamu teler, sebaiknya kita pulang saja," ucap Irawan.
"Aku belum cukup merasa senang Irawan, kau sudah berjanji mengajakku minum lagi di taman ini, ayo minum lagi," pinta Akasia.
Irawan menuruti keinginan Akasia, mereka berdua berhenti di sebuah kursi panjang tepat di depan cahaya lampu. Irawan mengeluarkan botol tumblr dan gelas belimbing kecil dari dalam tasnya, Alkohol kembali membasahi dahaga mereka.
Nyanyian pohon merdu mengantar dua pasangan mesra yang dimabuk alkohol, bukan lagi menjadi rahasia, Akasia terbuai mengungkap seluruh cerita hidupnya, tiba saatnya Irawan menjadi pendengar sejati.
Panjang kisah mengalir dari bibir Akasia, kuasa minuman keras menyihir merubah pembicaraan menjadi ratapan. Hanya Irawan tak ada lagi telinga lain yang mendengar ucapan Akasia. Air mata kembali mengguyur dua sisi matanya, mengalir menghapus riasan wajah.
"Sedari aku kecil tak pernah melihat wajah ibu, lalu wajah ayahku. Entah kenapa kakakku selalu keras mendidik ku, ia tidak bisa sekalipun mengganti posisi dua orangtuaku," Akasia mencurahkan isi hatinya.
"Seumur hidupku, aku baru pertama kali menyukai laki - laki, dan ini juga pertama kali aku mengutarakan langsung perasaanku padanya, namun ia menolak ku, apakah aku salah Irawan ?" Akasia menyambung pembicaraan.
"Em, apakah Felis ?" sahut Irawan.
"Iya, aku menyukainya, dia menawan, aku berharap dia bisa memberiku kebahagiaan tentang arti cinta, tapi sepertinya aku salah," jawab Akasia.
Tuangan minuman terus mewarnai pembicaraan keduanya, hingga tetes terakhir, wajah Akasia memerah, ia mulai melantur tak karuan.
"Irawan, aku mencintaimu, jadilah pacarku," Akasia mengejutkan Irawan.
"Kau ini sudah mabuk Akasia, ayo kita pulang," Irawan membalas.
"Aku serius Irawan, aku tidak ingin pulang bertemu Fandi, bagaimana kalau aku pulang bersamamu saja," Akasia kembali mengejutkan Irawan, dengan cepat ia memeluk Irawan dengan rapat.
Irawan terkejut malu, ia berusaha melepas pelukan Akasia, tetapi Akasia memohon untuk tidak melepas pelukannya. "ini kah rasanya memeluk seorang laki - laki ?, seperti ini kah memeluk seorang ayah ?".
"Tolong berhenti Akasia, aku malu, kita tidak sedang berpacaran," ucap Irawan.
"Mulai hari ini kita berpacaran, aku mencin.. mencintai.." Akasia tertidur mabuk.
"Aduh, mati aku. Tapi ini sungguh romantis. Ah apa yang aku pikirkan, bagaimana aku harus mengantar Akasia pulang," Irawan membatin.
Irawan menunggu beberapa saat, ia merasakan angin malam berhembus. Akasia melepas pelukan, ia menyandar tidur di bahu Irawan. Jantung Irawan berdetak cepat, ia melihat wajah Akasia pulas tak sadarkan diri.
"Semoga malam ini kau menemukan kebahagiaan Akasia, maaf sebenarnya aku tertarik denganmu, tetapi saat ini aku belum bisa menjadi pacarmu meskipun kau berkata saat mabuk, aku bukanlah laki - laki yang baik," ucap Irawan lalu ia mengecup kening Akasia.
"Apakah kau mencium keningku Irawan ?," Akasia mengigau.
"Tii tidak Akasia, kau mengigau, ayo kita pulang aku akan menggendong mu sampai motor."
Akasia setengah sadar tersipu malu, ia mengalungkan lengannya di leher Irawan sembari membisiki lirih ucapan "Bawa aku ke bulan Irawan, kita saling mencintai."
Irawan merinding dan berusaha menutup telinga mengabaikan ucapan Akasia.
"Kau adalah laki - laki baik, berhentilah minum alkohol, aku ingin merubah mu, mari kita berpacaran, aku serius memikirkan ini. Saat ini aku setengah sadar Irawan," ucap Akasia.
Seketika langkahnya terhenti, Irawan lagi - lagi terkejut.
"Kenapa berhenti, apakah kau menolak ku seperti Felis ?" Tanya Akasia.
"Tidak Akasia, apakah kau benar serius mengucap itu, aku juga memikirkan hal yang sama denganmu," ucap Irawan.
"Kalau begitu tembak aku sekarang Irawan !" pinta Akasia.
Irawan menurunkan Akasia dari gendongan, ia menatap dalam mata Akasia dan menggenggam kedua tangannya. Dua detak jantung berdenyut keras mewarnai suasana.
"Akasia, mau kah kau merubahku menjadi lebih baik ? Maukah kau menjadi paca..."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Selamanya Remaja
Fiksi RemajaKisah fiksi sebelas remaja yang dipertemukan oleh plot kompleks permasalahan ; identitas diri, cinta, impian, penghianatan, kesedihan, penyimpangan, kekocakan, dan kebahagiaan. Samanta si berandal, Felis sang penakluk wanita, Cherry si narsistik, Ir...