32 || lost, (not) anymore

902 103 7
                                    

Soonyoung membeku begitu mendengar penjelasan dari dokter yang menangani istrinya yang kini terbaring tak berdaya, di dalam ruang ICU. Dengan selang dan perban yang menutupi lukanya, akibat sebuah peristiwa mengerikan yang tak pernah ia bayangkan.

"Kecelakaan itu, kami minta maaf karena tidak bisa menyelamatkan nyawa anak anda. Dan, keadaan Lee Jihoon, kini benar-benar dalam kondisi kritis..." Dokter itu menghela nafasnya, sebelum melanjutkan perkataannya.

"...luka yang ia alami, begitu berat dan tadi sempat terjadi pendarahan hebat. Kesempatan untuk ia bertahan, cukup sedikit--"

"apa katamu?" Soonyoung menatap sang dokter dengan mata berkaca-kaca, dan tangannya yang mengepal menahan amarah. Pria paruh baya yang berdiri di belakangnya, sebisa mungkin mencoba menenangkan menantunya.

"Apa gunanya kau sebagai dokter disini, jika tidak bisa menyelamatkan anakku, dan tak bisa menyembuhkan istriku?!!" Nada Soonyoung meninggi, terlihat jelas dengan urat-urat di lehernya dan airmatanya yang perlahan lolos tanpa izin.

Dokter itu terdiam, hanya menundukkan kepalanya yang malah membuat Soonyoung semakin tak tahan menahan amarahnya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, kemudian duduk di kursi di depan ruang ICU.

Pria paruh baya itu, menyuruh dokter tersebut untuk pergi agar ia bisa menenangkan Soonyoung. Sepeninggal dokter itu, Ayah mertuanya duduk disebelahnya, mengelus punggung sang menantu yang nampak sangat terpukul.

Tuan Lee, satu-satunya pria yang harus menjadi tegar disaat yang seperti ini, padahal ia juga sama terpukulnya, apalagi melihat putrinya yang berjuang untuk bertahan tak berdaya, dengan semua alat yang terpasang di tubuhnya.

Ia bisa merasakan, bagaimana perasaan Soonyoung yang berkecamuk karena baru saja kehilangan sosok yang telah dinantinya selama beberapa bulan lamanya. Dan kemudian,  harus dihadapkan oleh kenyataan yang mengharuskannya berada diambang takdir akan kehilangan sosok yang ia cintai pula.

"Soonyoung-ah...tenanglah..."Ujar sang ayah seraya mengusap punggung tegap Soonyoung yang nampak bergetar, menahan isakannya.

Ini, kali pertama Soonyoung menangis kembali di dalam hidupnya. Pertama kalinya, Kwon Soonyoung yang dingin dan nampak tak berperasaan, mengeluarkan airmatanya karena merasa telah kehilangan separuh hal dari hidupnya.

"Appa...haruskah aku merasa kehilangan lagi?" Pria paruh baya itu, menatap ibah Soonyoung. Pria itu menunduk menatap lantai rumah sakit yang terasa begitu dingin.

"Aku sudah kehilangan sosok keluarga, dan saudara. Lalu sekarang, aku kehilangan anakku. Apa nantinya, Tuhan juga akan merenggut Jihoon dariku?"

Hening.

Ayahnya, bahkan kebingungan harus menjawab pertanyaannya itu bagaimana. Ia tau, ini bukan kali pertama Soonyoung merasa kehilangan.

Ayahnya sebisa mungkin menahan airmatanya, "T-tidak...Jihoon pasti akan bertahan untuk kita. Berdoalah, agar Tuhan mengabulkan keinginan mu. Appa yakin, Jihoon itu sosok yang kuat."

Soonyoung memejamkan matanya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Jihoon, jika benar-benar Tuhan berkehendak lain padanya.

•••

Selama berhari-hari Soonyoung selalu setia menunggu Jihoon, disampingnya. Kadang, ia menangis karena terlalu merindu dan juga takut karena tak siap untuk lagi, dan lagi kehilangan.

Berhari-hari Soonyoung tak punya selera makan, bahkan melakukan sesuatu hal yang membuatnya sedikit lebih baikkan. Ia bahkan enggan meninggalkan Jihoon, barang sedetik. Karena ia takut, jika Jihoon bangun atau terjadi sesuatu padanya, ia tak ada disana.

Sampai rasanya, genap sebulan sejak peristiwa itu. Namun keadaan Jihoon tak kunjung ada kemajuan, tak ada tanda-tanda kesehatan memulih. Malah, semakin menurun dari hari demi hari. Kekhawatiran Soonyoung, kini telah berubah menjadi sebuah kepasrahan. Mungkin, ia tak sepenuhnya siap untuk kembali kehilangan, tapi setidaknya - jika ini memang yang terbaik, jika memang ini yang Tuhan rencanakan, Ia akan mencoba untuk kembali mengikhlaskan. Tapi dibalik semua kepasrahan itu, setidaknya masih arah segelintir harapan untuk Jihoon agar segera bangun dan siuman.

"Jihoonie...kau tak lelah terus menutup matamu? Aku disini, sangat merindukanmu..." Bisiknya, sembari menggenggam tangan Jihoon seraya menatap wajah pucat yang masih enggan untuk membuka matanya.

Sampai suara pintu, membuatnya mengalihkan pandangannya menatap pria paruh baya yang baru saja masuk kesana dengan senyuman hangatnya.

"Soonyoung-ah...di depan ada sekertaris mu. Katanya ia ada perlu dengan mu, jika memang ada keperluan mendesak pergilah...biar appa yang menggantikan mu menjaga Jihoon" Soonyoung beranjak dari kursi dimana ia duduk, ayahnya menepuk pelan pundaknya.

"Gwenchana, appa akan menjaganya dengan baik. Kau tidak perlu khawatir, jika ada sesuatu appa akan segera menghubungi mu" Ujarnya.

"Baiklah...kalau begitu aku pergi dulu" Setelah berpamitan, Soonyoung keluar dari ruangan itu dan mulai menghubungi sekretarisnya itu, guna mengetahui keberadaannya.

•••

Soonyoung berjalan keluar dari lobby rumah sakit menuju mobilnya, yang terparkir disana. Ia merasa aneh, karena sedaritadi ia seperti di ikuti oleh seseorang. Karena curiga dan juga penasaran, Soonyoung melangkahkan kakinya ke area yang lebih sepi. Dan benar saja, seseorang yang ia curigai itu tiba-tiba memukulnya. Dan, untung saja sebelum seseorang itu menyerangnya kembali dengan pukulan, Soonyoung sudah lebih dulu memukulnya dan membuatnya tersungkur tak berdaya disana.

Bersamaan dengan seseorang yang tersungkur itu, sebuah pisau terjatuh di dekatnya dan Soonyoung menatap seseorang itu, "Kau ingin mencoba membunuhku? Dasar brengsek..."

Seseorang itu dengan cepat menyembunyikan pisaunya kembali, dan...

Bugh!

Soonyoung kembali mendapatkan pukulan dari arah belakang, dan entah darimana para komplotan seseorang yang tadi ia pukuli datang dan mencoba menyerbunya. Mau tak mau, Soonyoung harus menghadapinya sendiri. Ia diserang dari berbagai arah, dan tentunya Soonyoung tak sampai lengah dan berhasil melumpuhkan semua lawannya itu.

Bersamaan dengan itu, Jun dan anak buahnya datang membawa beberapa polisi untuk menangkap mereka semua yang mencoba menyerangnya barusan.

"Tuan, anda baik-baik saja?" Tanya Jun memastikan.

"Ah, ya... situasi disini tidak aman. Suruh mereka berjaga, dan kita harus segera bergerak mengurus Seungcheol..."Ucapnya pelan pada Jun.

Dan, salah satu orang dari komplotan yang masih bersembunyi di suatu tempat mendengar obralan mereka dan kemudian, segera melarikan diri dengan informasi itu.

"Seungcheol, aku ingin melenyapkannya dengan tanganku..."Ujar Soonyoung, lalu berlalu pergi.





















Berantakan banget bahasanya:')
Semoga suka ya, stay safe semuanya ♥️

GRENZE || Soonhoon GS✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang