35 || Sorry

1.1K 105 7
                                    

Siang itu, seperti biasanya Jihoon melakukan aktivitasnya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Walaupun punya banyak maid, Jihoon lebih suka melakukan segalanya sendiri. Ya, Jihoon memang orang yang bertanggung jawab dengan apa yang telah menjadi kewajibannya. Setelah membereskan kamarnya, dan juga selesai makan siang, ia pergi ke ruang kerja Soonyoung untuk bersih-bersih disana.

Ia menghela nafasnya, ketika melihat betapa berantakannya meja itu padahal baru kemarin ia merapikannya. Kemudian, ia berjalan ke arah meja kerja Soonyoung, memisahkan beberapa map dan kertas yang berhamburan tak jelas memenuhi meja itu. Setelah itu, ia meletakkannya di tempat yang seharusnya agar tidak berhamburan dan hilang nantinya. Namun, baru saja ia meletakkan sekumpulan map tadi di tempatnya, ada sebuah map berwarna hitam yang begitu menarik perhatiannya.

"Hm, ini apa?" Ujar Jihoon seraya mengambil map itu, lalu membukanya. Ia menyernyitkan keningnya, ketika melihat isi dalamnya. Sebuah surat tuntutan ke kepolisian, awalnya Jihoon tak terlalu berpikir macam-macam, mungkin Soonyoung sudah menemukan pelaku dari kecelakaannya tempo hari dan telah mengurusnya dengan baik. Namun, ketika Jihoon membaca surat-surat itu lagi ia terkejut melihat siapa nama yang tertera pada surat tuntutan itu.

"C-Choi Seungcheol?" Kemudian, Jihoon mendudukkan dirinya di sofa yang tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu mengeluarkan isi map yang telah tersusun rapih itu.

Pria itu dituntut dengan beberapa tuntutan seperti, penipuan investasi, penjualan barang-barang ilegal dan korupsi yang menjerat ayahnya serta beberapa kolega lainnya, tindakan tidak menyenangkan dan pelecehan terhadapnya waktu itu. Ada satu lagi tuntutan yang diterima pria itu, yang membuatnya terdiam tak percaya ketika membacanya.

Tuduhan percobaan pembunuhan dengan kecelakaan yang juga melibatkan Kwon Seungyoun, adik iparnya sendiri. Ia membaca ulang surat tuntutan yang terakhir itu, guna memastikan apakah ia salah membaca nama orang yang terlibat dalam masalah tersebut, atau tidak.

Tidak, itu benar-benar nama Seungyoun.

Tak lama kemudian, pintu ruang kerja Soonyoung terbuka, menampilkan sosok pemilik dari ruangan itu yang baru saja tiba, mungkin karena ada sesuatu yang harus ia ambil. Namun, pria itu terdiam sejenak diambang pintu ketika mendapati Jihoon yang duduk di sofa tengah terisak, dengan map berwarna hitam berada diatas pangkuannya.

"Sayang?" Segera Soonyoung menghampiri Jihoon, berjongkok di depan wanita itu dan memastikannya baik-baik saja. Jihoon mengangkat kepala, ketika tangan pria itu menggenggam tangannya.

"Kenapa kau menangis, i-ini-"

"Dimana Seungyoun?" Seketika Soonyoung terdiam, menatap wajah istrinya itu penuh tandanya.

Belum sempat Soonyoung menjawab pertanyaannya, Jihoon kembali melemparkan pertanyaan lain padanya, "Seungyoun dan Seungcheol...apa maksud mereka merencanakan ini semua, Soonyoung?"

"Tenanglah-"

"Bagaimana aku bisa tenang, jika seseorang yang ku percayai bahkan berniat ingin melenyapkan ku?! Bahkan, mereka berhasil merenggut nyawa anak kita Soonyoung...lantas, bagaimana aku bisa tenang sekarang?!" Ucap Jihoon emosional, wanita itu terisak menatap Soonyoung penuh amarah.

Soonyoung menghela nafasnya, "Mereka sudah mendapatkan hukumannya-"

"Soonyoung, apa hukuman seperti itu bisa mengembalikan nyawa anak kita? TIDAK!!"

"Lalu apa yang harus kulakukan Jihoon?! Apa aku harus membunuh mereka di depan matamu? Apa itu juga bisa mengembalikan nyawa anak kita, huh?!" Ujar Soonyoung dengan nada yang ikut meninggi, pria itu menghela nafasnya.

Jihoon tau, apapun yang ia coba lakukan itu semua tak akan bisa mengembalikan nyawa anaknya. Ia tak bisa mengembalikan keadaan, ia bukan Tuhan, ia hanya seorang manusia biasa yang harus menerima segala jalan takdir yang sudah ditetapkan oleh yang diatas. Ia benar-benar kecewa dengan Seungyoun, ia ingin sekali marah, ingin sekali membalas semuanya atas kematian anaknya, tapi jika ia melakukan itu, bukankah ia sama jahatnya seperti mereka?

Soonyoung menggenggam tangan istrinya itu, "Dengar, apapun yang kita lakukan sekarang tak bisa mengembalikan keadaan, dan percayalah aku sudah melakukan yang terbaik, untukmu dan mendiang anak kita, Jihoonie..."

Jihoon menghela nafasnya, lalu menyeka air matanya dan menatap Soonyoung, "aku ingin bertemu Seungyoun..."

•••

Disinilah mereka sekarang, didepan Jihoon ada Seungyoun yang duduk dengan dua orang pria berseragam petugas yang tengah mengawasinya, kalau-kalau ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Adik iparnya itu masih menundukkan kepalanya, enggan menatapnya sedaritadi.

"Noona...aku minta maaf-"

"Apakah maaf mu, bisa mengembalikan anak ku Seungyoun-ah? Kenapa kau melakukan itu, aku salah apa padamu?" Ujar Jihoon dengan matanya yang kembali berkaca-kaca, tapi sebisa mungkin ia tahan untuk tidak menangis.

Pria itu mengangkat kepalanya, dengan ragu ia menatap wajah Jihoon dengan penuh rasa bersalah. "Maafkan aku Noona, a-aku tau...aku bodoh karena mengikuti kemauan pria itu, aku tau. Maafkan aku, benci saja aku jika itu memang bisa membuatmu lega Noona-"

"Membencimu itu tak bisa membuat hatiku lega sama sekali. Lebih baik aku membunuhmu untuk membalaskan kematian anakku, Seungyoun-"

"Baiklah, lakukan Noona...lakukan! Aku tak apa, jika memang itu bisa membuatmu memaafkan ku, dan membuatmu lega, lakukanlah..."

Jihoon mengalihkan pandangannya, ia memejamkan matanya dan menetralkan emosinya sejenak. Kemudian ia menghela nafasnya dan beranjak dari tempat duduknya, "Tidak, aku akan tampak sama jahatnya seperti kalian. Lebih baik, aku tidak memaafkan kalian sampai aku mati, dibanding harus menanggung dosa yang sama seperti kalian yang telah merenggut nyawa seseorang"

Setelah mengatakan itu, Jihoon keluar dari ruangan itu dan menemui Soonyoung yang sedaritadi memang memilih untuk menunggunya di luar, karena malas bertemu dengan adiknya.

"Sudah? Kajja, kita pulang..."Jihoon mengangguk, lalu Soonyoung merangkul pundak sempit Jihoon dan hendak berjalan pergi dari tempat itu.

Namun, baru beberapa langkah mereka berjalan seorang wanita berlari ke arah mereka dan menggenggam tangan Jihoon secara tiba-tiba, lalu memohon pada Jihoon sembari menangis. Wanita itu terus memohon sambil mengucapkan kata maaf berulangkali kepada Jihoon, sembari menangis.

"Jeonghan Eonnie..."

"Jihoon, ku mohon maafkan suamiku. Maafkan aku, t-tapi tolong lepaskan dia...kumohon, hiks..." Sejujurnya, Jihoon iba melihat wanita itu. Namun, ia tak bisa melakukan apapun ini sudah konsekuensi yang memang harus pria itu terima atas segala perbuatannya.

"Kenapa kau memohon seperti itu padaku, akupun tak bisa membantu apapun Eonnie..." Ujar Jihoon.

Bukannya berhenti, wanita itu kembali memohon, bukan lagi dengan Jihoon melainkan dengan Soonyoung. Pria itu menghela nafasnya, lalu melepaskan tangannya yang wanita itu genggam untuk memohon.

"Seungcheol tak mencintaimu, jadi hentikanlah. Aku juga tidak ingin berbaik hati untuk melepaskannya, atau sekedar meringankan hukumannya. Jadi, terima saja konsekuensinya..."Ujar Soonyoung, lalu mengajak Jihoon pergi bersamanya, meninggalkan Jeonghan yang sudah terduduk lemas dilantai.













Kurang menarik ya?
Semoga suka ya, tinggal beberapa eps lagi tamat nih, hehehe. Stay safe semua❤️

GRENZE || Soonhoon GS✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang