🌬
"Surprise!!"
Mama dan Lino sudah merencanakan hal ini. Lia terbangun berkat sorakan mereka yang tepat berdiri di depan pintu kamar Lia pagi ini.
Mama Lino sudah memegang sebuah tart varian keju berbalut dengan krim dan di atasnya terdapat bendera yang ditusukkan dan bergambarkan wajah Lia yang terlihat manis.
Lia menyunggingkan senyumnya dan tanpa ragu menyatukan kedua telapak tangannya, bersiap-siap untuk mengucapkan permintaan di hari spesialnya ini.
"Wish lo apaan sih? Gue ga denger nih," goda Lino dengan mendekatkan telinganya ke arah Lia.
"Ck, ada pokoknya."
Mama Lino terkekeh mendengar mereka berdua yang masih saja sering mengejek. Se-dewasa apapun mereka sekarang, Lino dan Lia tetap saja seperti anak-anak di depan mamanya.
"Mandi gih dulu! Kuenya nanti lo bisa cicip waktu sarapan." Lino sengaja menjauhkan kue itu dari tangan Lia yang berusaha mencopet kue itu. Lino di saat ulang tahun Lia maupun tidak, tetap saja kelakuannya seperti itu. Jahil.
--
"Wah!" Lia tertegun melihat sarapan yang disediakan oleh Mama Lino. Hari ini super lengkap. Berbeda dengan hari biasanya dimana hanya ada roti dengan selai atau sereal, khusus di hari ulang tahun Lia, Mama dan Lino memasak masakan tradisional. Terlihat ada Miyeok-guk —sup rumput laut—dan juga Gimbab—nasi, sayur, serta daging berbalut rumput laut kering—dengan plating yang sangat cantik serta beberapa pendamping manis.
Lia masih berdiri di depan meja makan, matanya kembali melihat satu per satu makanan di meja. Ia baru saja menginjak usianya yang kesembilan belas tahun. Lia kembali teringat saat umurnya kira-kira lima tahun itu, ibunya sempat membuatkannya makanan selengkap ini. Tanpa ia sadari, mengingat semua kenangan indah bersama almarhum ibunya membuat mata Lia menggenang tanpa ijinnya. Cepat-cepat ia menghapus genangan itu sebelum Lino mengejeknya kali ini.
Sebuah tangan memegang secarik tisu datang dari arah belakang secara tiba-tiba. Lino memang jahil, tetapi ia tahu kapan dirinya harus menjadi jahil di depan Lia. Kali ini ia tak akan membiarkan Lia bersedih, jelas sekali karena hari ini adalah hari ulang tahunnya.
"Lo ga boleh nangis,"
"Ambil, tangan gue pegel," lanjutnya sengaja membuat keluhan agar Lia mau mendengarkannya. Lia yang mendengar itu spontan tersenyum lalu mengambil tisu yang diberikan oleh Lino.
--
"No, lo kan belum ambil SIM? Kalo ketangkep polisi gue gimana? Aduh belum lagi hari ini gue ulang tahun, masa iya nambah umur masuk kantor polisi? Kan ga lucu...." Lino seketika meminggirkan kendaraannya lalu berhenti sejenak. Lino mengarahkan pandangannya menuju mata Lia. Dengan ekspresi datarnya itu, Lia sama sekali tidak bisa menerka apa yang akan dia katakan sekarang. Lino sedikit menggeserkan dirinya sehingga condong ke arah Lia. Tangannya mulai menuju ke bahu Lia yang satunya. Apa yang Lia rasakan saat ini? Iya, jantungnya berdebar. Lia pun mulai memejamkan matanya dengan bibir yang tak sadar sudah ia monyongkan seakan sudah siap.
Lino awalnya mengernyitkan dahinya, tanda tak mengerti. Lino hanya ingin memastikan sabuk pengaman Lia tidak berbelit-belit, hal itu menganggu matanya. Namun, beberapa detik ia sadari bahwa Lia mengira bahwa Lino akan mengecup Lia karena terlalu banyak berbicara. Lino berdeham setelah selesai merapikan sabuk pengaman Lia.
"I-itu, sabuk pengaman lo berbelit-belit. Jadi gue benerin," tutur Lino yang membuat Lia dalam sekejap membuka matanya, menyudahi bibirnya yang dimonyongkan itu.
"Gak. Gue yang berlebihan. Tolong Lia, jangan banyak berharap walaupun pacar sendiri," gumam Lia yang untungnya tidak di dengar oleh Lino.
"Nanti ...," ucapnya ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced || Lia × Lino
FanfictionLino, merupakan anak seorang pengacara terkenal yang mempunyai kuasa tinggi untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Akan tetapi berbeda halnya dengan Lia. Ayahnya hanyalah pengacara biasa yang sudah ditinggal pergi oleh sang istri akibat suatu...