"Aaaaa!!"
Lia sangat frustasi ketika melihat pantulan dirinya di cermin besar kamarnya itu. Satu hal sangat menganggu dirinya. Lia bahkan tak sadar bahwa ia seharusnya tidak memegang sebuah bulatan kecil kemerahan yang tepat berada di hidungnya, jerawat.
Lia mengubah ekspresinya yang di awal nampak panik berujung rasa kesal. Kakinya bergerak kesana kemari membawa tubuhnya itu, memikirkan sebuah cara ampuh untuk menutupi sebuah kawan kecilnya.
Menjengkelkan bagi Lia jika harus keluar dengan rasa tidak nyamannya itu. Bagaimana bisa nyaman, seumur hidup Lia sendiri baru saja merasakan bagaimana rasanya memiliki jerawat di wajahnya.
"Haduh sekarang gimana dong? Mana gue harus latihan. Ketemu Hana, Yuri, Soobin, temen-temen--"
"Gimana kalo Lino liat...." Lia bergumam sembari terduduk di sisi ranjang, menutupi wajahnya malu untuk bertemu dengan semua orang--termasuk Lino.
--
"Hmm" Lino menguap, membuka matanya serta mengucek-ucek agar bisa bangun sepenuhnya. Terlihat Lino yang menikmati tidurnya di sofa kamarnya. Lino sempat berencana untuk tidur di kamar Lia. Namun, ia seketika terlelap saat memandangi Lia tidur pulas di ranjangnya itu. Alhasil sofa-lah tempatnya tidur malam tadi.
"Eh?"
Lino menemukan dirinya berbalutkan selimut yang sebelumnya diberikan pada Lia. Ia tak tahu bahwa Lia bisa melakukan hal seperti itu padanya. Cukup membuat Lino tersenyum di pagi hari.
"Loh, udah pergi?" gumamnya saat melihat ranjang itu sudah rapi dan kosong tanpa ada Lia di sana.
Lino seraya berjalan pelan ke arah jendela yang dekat dengan ranjangnya, membiarkan cahaya memenuhi ruangannya itu. Ia kembali menuju aktivitasnya, yaitu melanjutkan tidurnya.
Baru saja Lino menempel pada kasur, ia teringat akan perkataan Lia bahwa pacarnya itu akan pergi ke hotel. Mau tidak mau mata Lino kembali terbuka, bergegas ke kamar mandi--setidaknya gosok gigi dan cuci muka saja sudah cukup baginya--bersiap-siap mengantarkan Lia.
--
"Duh gimana dong?"
Lia tidak selesai-selesai dengan perihal jerawat di hidungnya itu. Bagaimana mungkin ia bisa santai ketika jerawatnya itu muncul tepat di hidung cantiknya. Mau diapakan ya tetap saja tidak akan bisa menghilang tiba-tiba.
Lino saat ini sudah bersiap untuk mengetuk pintu Lia, hendak mengantarkannya pergi. Saat itu juga Lia benar-benar panik, Lino sudah mengetuk berulang kali dan dirinya masih belum menemukan sebuah ide.
"Lia, lo udah selesai, belum?"
"Sebentar! Dikit lagi selesai kok!"
"Oke! Gue tunggu di meja makan!"
"Biasanya juga cepet tu anak ...," gerutu Lino sembari menyeret kursi, dan duduk disana.
Mama Lino semakin lama semakin jarang membuat masakan. Sepertinya hanya jika suasana hati Mama Lino sangat senang, baru beliau mau turun ke dapur. Selebihnya diserahkan pada ahjumma. Lino hanya melihatnya saja sudah bisa menebak, antara masakan mamanya atau ahjumma.
Lino menggerakkan kakinya saat duduk di meja makan. Apa saja yang dilakukan Lia hingga persiapannya bisa selama ini? Dan pikir Lino bahwa Lia pergi ke hotel hanya untuk latihan saja, bukannya malam puncak acara.
Lino yakin ada yang tidak beres dengan Lia.
Lino baru saja hendak mengetuk pintu kamar Lia, seketika sudah terbuka dari dalam, tepatnya terlihat seorang Lia yang berdiri dan berdandan seperti biasanya dengan masker penutup wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced || Lia × Lino
FanfictionLino, merupakan anak seorang pengacara terkenal yang mempunyai kuasa tinggi untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Akan tetapi berbeda halnya dengan Lia. Ayahnya hanyalah pengacara biasa yang sudah ditinggal pergi oleh sang istri akibat suatu...