16 - Jeonju

371 39 8
                                    


Matahari menyapa Lia melalui balik kordennya. Lia sengaja bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tentu saja, hari ini adalah hari Minggu. Lia kembali memejamkan matanya dengan tubuh yang masih tertutup selimut tebal.

Belum ada beberapa detik untuk melanjutkan tidurnya, seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan suara yang lantang bak meneriakkan seseorang dari kejauhan. Iya, siapa lagi kalau bukan Lino.

"Lia buka pintunya! Udah siang, janji pergi ke tempat abu jam berapa sih?" Lino tiada hentinya menggedor pintu Lia hingga Lia mau membukakannya pintu.

Lia tahu bahwa hari ini ia berjanji akan mengajak teman-temannya pergi ke tempat dimana abu sang ibu di tempatkan. Akan tetapi, dibukanya layar ponselnya dan ini masih jam sembilan pagi. Lino sepertinya memang sengaja membangunkan Lia lebih awal, entah karena iseng atau tidak, Lia enggan untuk mengatakan bahwa dia dibangunkan oleh Lino karena urusan penting-karena Lino biasanya hanya menjahilinya.

"Ayolah bangun, gue udah buatin sarapan loh," nadanya berubah ketika mengatakan hal itu. Lino sepertinya ingin menunjukkan sesuatu pada Lia. Maka dari itu, Lia menarik badannya keluar dari selimut, serta berjalan agak tergesa-gesa menuju kenok pintu.

"Sarapan? Lo bisa masak, hm?" undap Lia yang masih sedikit mengantuk itu. Lino dengan bangganya menunjukkan senyum dan menyipitkan kedua matanya. Lia membalas Lino dengan mengernyitkan dahinya, "Ni orang kenapa, sih?"

Dirangkulnya Lia menuju ke meja makan oleh Lino. Suara ayah dan mamanya tidak terdengar sejak tadi, apakah mereka ada urusan penting, Lia hanya menebak saja.

"Orangtua lo kemana?"

"Properti. Apartemen di Gyeongju ada yang mau ambil. Jadi mereka kesana buat cek kelengkapan sebelum yang beli itu dateng."

"Ah, itu ga penting," Lino menarik kursi yang tepat berada di hadapannya itu untuk diduduki Lia, "yang penting hari ini adalah masakan gue. Gue harus tau apa respon lo sama sarapan yang gue buat."

Lia mengarahkan penglihatannya ke arah Lino. Ia terheran-heran dengan apa yang Lino sajikan padanya. Bak ratu kerajaan-kursi dipersiapkan khusus, serta serbet yang sudah ditatanya rapi seperti jamuan kerajaan.

"Hari ini yang namanya Lee Min Ho lagi kesambet apaan, hm?" goda Lia yang terus menatap Lino kemana pun geraknya. Lino enggan untuk merespon Lia, itu hanya membuatnya kesal. Lino malah fokus pada persiapannya. Ia bahkan mulai meletakkan beberapa hidangannya ke piring di hadapan Lia.

"Cicipin," pinta Lino sembari tersenyum ke arah Lia. Ia bahkan berkata tidak akan makan jika Lia memperlihatkan gejala aneh dari rasa masakannya itu.

Hanya sebuah omellete telur dengan beberapa hidangan sampingan khas Korea itu. Semoga Lia tidak mengalami keracunan setelah makan makanan yang dimasak oleh Lino.

Ketegangan terlihat dari wajah Lia. Ia menatap serta membulatkan kedua bola matanya pada Lino. Lino sendiri tidak yakin ekspresi apa yang sedang dibuat oleh Lia sampai-sampai ia tercengang begitu.

"Jjang!" ucap Lia mengacungkan kedua jempolnya. Hari ini Lino patut diberi pujian. Walaupun hanya omelette, setidaknya rasanya pas, tidak hambar maupun tidak keasinan.

Lino tersenyum gembira sembari mengambil jatahnya, "Makan yang banyak ya, Lia."

--

Perjalanan dari Seoul menuju tempat tinggal lama Lia itu dirasanya cukup menempuh waktu yang lama jika mereka menaiki kendaraan umum. Maka dari itu, Soobin menawarkan tumpangan pada Lia, Lino, serta dua kawannya-Hyunjin dan Yeji-agar bisa melakukan perjalanan dalam satu hari tanpa menginap.

Forced || Lia × LinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang