18 - Tteokbokki

336 40 6
                                    

🌬

Lia yang baru saja menyelesaikan makan siangnya dengan Soobin itu hendak mencari tempat duduk di kelas sejarah musik. Soobin dan Lia tanpa sengaja mengambil mata kuliah yang sama sehingga memungkinkan untuk berada dalam satu kelas. Mata Lia meneliti seisi kelas, ia menemukan seorang Yuri, temannya, yang ternyata juga mengambil mata kuliah ini. Kakinya melangkah ke arah kursi kosong sebelah Yuri, begitu juga dengan Soobin.

"Yuri! Kebetulan ketemu lo. Eh, Hana ga ambil kelas sejarah musik, ya?"

"Eh Lia, Kak Soobin! Sebenernya sih dia ambil, cuma dia bilang ada kesibukan gitu, ya jadinya dia nitip absen deh sama gue." Lia mengangguk.

Belum ada beberapa menit, dosen pengajar sudah memasuki kelas mereka. Seluruh mahasiswa mulai membenarkan posisi duduknya, sehingga memperhatikan pembelajaran dengan seksama.

--

Hening, yang terdengar di sana hanyalah alunan lagu yang berusaha memenuhi kafe itu. Saat ini kafe itu terpantau jarang pengunjung. Entah karena pada jam-jam seperti ini kebanyakan murid dan mahasiswa sedang melakukan pembelajaran. Kafe bernuansa modern, lengkap batas kaca yang menampilkan pemandangan kesibukan jalan dari lantai duanya.

Tepat di pojok kafe itu, sebuah meja dengan dua kursi ditempati oleh Hana dan Lino. Diri mereka saling berhadapan dengan mata Hana yang terpasang untuk menatap Lino. Namun, tidak dengan Lino. Menghindari sepasang mata Hana merupakan hal yang harus dilakukannya kali ini.

Lino meyakinkan dirinya bahwa semuanya--tentangnya dan Hana--sudah selesai. Tak ada yang harus diperbincangkan lagi. Bahkan Lino sudah hendak mengenakan kembali jaketnya dan beranjak pergi.

"Maaf, gue ga punya waktu buat lo yang ngajak gue ketemu cuma untuk diem," buka Lino setelah sekian lama Hana tidak mengerahkan bibirnya untuk berbicara.

"Lino!" Hana sontak mencegat tangan Lino yang hendak mengenakan jaketnya itu. Lino melirik tangannya dengan tangan Hana. Rasanya sudah tidak seperti dulu lagi. Lino dengan kasar menjauhkan tangannya dari cegatan Hana sembari memalingkan pandangannya.

"Maaf, gue udah keterlaluan sama lo,"
"Saat itu gue bener-bener ga bisa berpikir jernih. Gue bahkan ga bisa mencintai diri gue sendiri. Gue juga sempet berencana untuk mengakhiri hidup gue."

Berkat perkataan Hana, Lino merubah pandangannya yang sebelumnya menatap kedua minuman yang dipesan mereka, menjadi menatap ke arah Hana.

Hana tersenyum seraya menahan air matanya yang hendak turun ketika akan melanjutkan ceritanya.

"Dan iya, kemarin gue jenguk almarhum mama. Maaf kalo gue ga pernah cerita sama lo tentang mama. Mama gue sakit, mental dan fisik. Gue bahkan malu untuk cerita sama lo saat itu."

Lino mendalami cerita Hana. Menunggunya untuk terus melanjutkan apa yang sebenarnya dialami Hana hingga meninggalkan Lino dengan cara yang cukup menyakitkan hati.

Hana belum melanjutkan ceritanya. Ia berusaha menyeka air matanya dengan jari-jemarinya agar tidak merusak riasan wajahnya.

"Maaf, selama ini gue tumpahin amarah gue semua ke lo. Saat itu gue di posisi yang ga punya siapa-siapa. Gue ga tau harus tumpahin emosi kemana lagi selain lo. Setelah mama meninggal, papa pergi gitu aja tanpa minta maaf setelah nyakitin mama."

Lino yang mendengarnya merasa kesal sekaligus prihatin pada Hana. Namun, tetap saja perlakuan Hana masa itu benar-benar mencekik hati Lino.

"Udah, lo jangan nangis sekarang." Sepatah kata berhasil keluar dari mulut Lino untuk menenangkan hati Hana. Lino mengajukan selembar tisu kepada Hana, menyuruhnya mengelap air mata.

Forced || Lia × LinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang