ˢᵉᵐᵇᶤˡᵃᶰ ᵇᵉˡᵃˢ

703 144 5
                                    

MEREKA berbicara mengenai masa-masa yang tidak dilewati bersama sepanjang makan malam itu.

[Name] dan Oikawa banyak tertawa, tiba-tiba hidup terasa sempurnaーlayaknya menemukan pasangan atma yang selama ini hilang.

Sampai Oikawa mengucap kata sakral itu,

"Aku mencintaimu, [Name]."

Dan [Name] terdiam. Ia meletakkan gelas wine yang isinya nyaris habis di atas meja, persis di sebelah piring yang menyisakan saus dari steakーmenu makan malam mereka.

"Apa aku sudah terlambat untuk itu?" tanya Oikawa.

[Name] menggeleng sebagai jawabannya. Jika Oikawa mengatakannya saat SMA, tidak ada yang berubah dari saat ini. Mereka tetap akan berpisah untuk menempuh jalan masing-masing.

"Tapi bukankah hubungan kita akan sia-sia?" tanya [Name]. "Kita tidak bisa selalu ada untuk satu sama lain."

Mata Oikawa yang sebelumnya ceria, sekarang terlihat agak meredup. Ia mengerti.

[Name] sudah bercerita sepanjang makan malam, salah satunya tentang ia yang hanya bekerja sementara di Argentina. Jangka waktunya hanya satu tahun sebelum kembali pindahーentah ke mana.

Dan Oikawa terus sibuk dengan kariernya sebagai atlet, sedang mempersiapkan diri untuk olimpiade olah raga tahun depan.

Tentu, mereka akan mengikuti arah perjalanan karier masing-masing seperti biasanya.

"Masih ada chat dan video call," kata Oikawa, tetapi ia tahu itu tak akan cukup. Bahkan ketika mereka sudah berada di satu kota yang sama, masih sulit sekali untuk bertemu dan berkomunikasi. "Atau kau bisa menetap...."

"Egois sekali." [Name] berucap lirih. "Kau bisa menempuh kariermu, tetapi mengapa aku tidak?"

Oikawa terdiam, membenarkan ucapan itu. [Name] selalu memahami dirinya yang sangat mengejar karier dalam voli, seharusnya ia bisa melakukan hal yang sama.

"Tapi kurasa, kita bisa terus seperti ini." [Name] memutuskan. "Kita memiliki waktu sekarang. Entah bagaimana nanti, kita pikirkan nanti juga. Bukankah begitu?"

"So, let's make it official." Oikawa tersenyum. Hubungan yang akan mereka jalani mungkin akan serapuh berjalan di atas es yang tipis, kebahagiaan yang mereka rasakan mungkin akan berlangsung sementara ... habromania yang dapat hilang kapan saja. "Akankah kamu mau menjadi kekasihku, [Name]-chan?"

Sudut bibir [Name] bergerak, membuka celah bibirnya karena terkejut. Ia juga ragu, tetapi senang. Dengan segala konsekuensi yang telah ia paparkan, Oikawa sudah siap mengambil risiko mengenai hubungan mereka yang mungkin bisa selesai kapan saja. Bersama-sama, menjalin ikatan yang rapuh.

"Ya. Ya ... Oikawa-kun."

"Tooru. Curang, aku selalu memanggilmu dengan nama panggilanmuーkenapa kau selalu berkata Oikawa, Oikawa, Oikawa?"

[Name] tertawa, hampir ingin menangis. Ia selalu memanggil nama keluarga lelaki itu dengan harapan akan bisa memilikinya suatu hari nanti.

"Baiklah, Tooru. Jika aku ingat," kekeh [Name].

"Aku akan terus mengingatkanmu, Kekasih." Oikawa berkata, dengan senyum dan bahagia yang terpancar jelas dari netra cokelatnya.

a/n: setengah dari bab ini kutulis beberapa hari yang laluーtapi karena cedera tangan (gak sengaja terkena minyak panas huhu) jadi baru kulanjut sekarang, saat sudah gak terlalu nyeri sakitnya. semoga suka!

Habromania : Oikawa TooruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang