TIDAK boleh begini terus.
[Name] harus bicara dengannya. Oikawa lelah dengan permainan gadis itu, ia tidak bertemu [Name] selama berhari-hari dan masalah mereka belum selesai.
Oikawa tahu [Name] menghindarinya, tetapi itu tidak mungkin dilakukan sampai ia lulus bukan? Yang benar saja!
"[Name]-chan~." Oikawa dengan riang menyapa gadis itu yang melangkah melewati gerbang tanpa menyadari presensinya.
Biasanya, Oikawa akan menyempatkan diri ke lapangan sepulang sekolah. Bergabung dengan klub voli untuk bermain dan latihan, sekalipun tidak akan lagi memiliki kesempatan untuk bertanding resmi. Kali ini, ia menunggu [Name] pulang di sudut yang tidak terlihat dari kejauhanーmemaksa gadis itu menemuinya.
"Sedang apa kau di situ?" tanya [Name], suaranya meninggi.
"Ayolah. Kau tidak boleh menghindariku," jawab Oikawa dan ia tersenyum. Menghampiri [Name] sehingga mereka berdiri berhadapan.
"Katakan saja apa yang kau mau," balas [Name].
"Aku telah memutuskan untuk pergi."
"...."
"Tidak apa-apa, bukan?"
"...."
"Dari semua orang, hanya teman-teman dan kamu saja yang tahu."
"Lalu?" tanya [Name], suaranya bergetar. "Apa aku harus merasa lebih istimewa? Aku tidak mau lagi berharap kepadamu."
"[Name]-chan ...."
"Kau yang bilang agar kita terus seperti itu, tetapi kenapa ... kenapa kau justru ...." [Name] menggigit bibir bawahnya. Menundukan wajah.
"Maaf."
[Name] menggeleng. Kemudian ia menghela napas panjang. "Tak apa. Bukan salahmu. Berjuanglah, Oikawa-kun. Jangan kecewa kalau aku tidak bisa melihat pertandinganmu lagi secara langsung, ya."
Saat itu Oikawa teringat, kalau [Name] selama ini terus datang melihat pertandingannya. Baik kalah atau menang, dalam kondisi seperti apapun.
Ia memang tidak terlalu memperhatikan bangku penonton, tetapi jika [Name] datang ke setiap pertandingan, tentu saja kehadirannya akan disadari.
"Oh ya." Ucapan [Name] membuat Oikawa berhenti melamun. Ia menatap gadis itu dengan netra cokelatnya. "Jangan temui aku lagi, ya. Anggap saja kita telah berpisah dari sekarang. Lagipula kita bukan apa-apa ...."
Oikawa tidak senang kalimat yang didengarnya, tetapi ia tetap mengangguk. "Berarti tidak ada yang membelikanku roti susu lagi?"
Pertanyaan lugu itu mencipta sedikit tawa di sudut bibir [Name]. "Kau bisa membelinya sendiri, Oikawa-kun."
"Kau benar ...."
"Aku pulang dulu, ya."
Dan mereka pun berpisah.
Kata aku menyukaimu terus menggantung di benak Oikawa, tidak tersampaikan.
♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Habromania : Oikawa Tooru
FanficFANFICTION ─ Ia menciumnya. Tanpa peringatan, tanpa pertanda. "Jangan bilang kamu mencintaiku, Oikawa-kun. Kamu tidak cocok berbohong." Habromania (n.): delusions of happiness. Sejak Agustus 2020 Ditulis oleh Himawari Natalia Haikyuu, Haruichi Furu...