"AKU sudah memikirkannya," kata [Name] setelah mereka puas bermain-main di laut. Kain yang dibawa Oikawa sebelumnya pun difungsikan sebagai handuk, mengelap tubuh mereka yang basah meski pakaian renang mereka masih terasa lembap.
Setelah cukup kering, Oikawa merentangkan kain itu di atas pasir dan mereka duduk di atasnya untuk mengobrol.
"Memikirkan apa?" tanya Oikawa.
"Mengenai kita..." jawab [Name] menggantung, dan Oikawa terkesiap karena gugup dan takut.
Apakah [Name] akan menyudahi hubungan mereka? Tepat setelah interaksi manis mereka di laut beberapa menit lalu?
"Aku bersedia untuk menetap di sini," kata [Name]. "Sebentar lagi masa kerjaku habis, aku harus segera mencari pekerjaan baru."
Oikawa tertegun. Sejenak ia merasa senang, tetapi itu sekaligus membuatnya benci pada diri sendiri. Sebab, sekali lagi [Name] yang harus mengalah untuknya.
"Aku yakin bisa menemukan pekerjaan tetap. Selama ini aku terus bermain-main dan hanya mau bekerja kontrak agar bisa berpindah dengan mudah. Sudah waktunya aku serius, bukan?" ungkap [Name]. Saat mengatakannya, ia bahkan tak menatap Oikawa.
"Kau tidak perlu mengorbankan dirimu."
"Lantas, mengorbankan hubungan kita?"
"...."
Kali ini [Name] menoleh, matanya tertuju pada Oikawa. Selalu tulus dan tidak pernah berubah.
[Name] selalu mencintainya sejak masih sekolah, sementara Oikawa terlambat memperjuangkan. Bahkan saat ini, sekali lagi [Name] yang mengorbankan sesuatu untuknya.
Oikawa yang biasa percaya diri, sekarang merasa dirinya tak sepadan untuk [Name]. Ia mencintai [Name], itu sudah pasti, tetapi apakah dalam hubungan mereka akan terus tidak seimbang seperti ini? Apa [Name] yang harus terus mengisi kekosongan Oikawa?
"Hei." [Name] menyentuh sisi wajah Oikawa dengan lembut, memudarkan segala pikirannya yang berkelana.
Oikawa masih diam.
"Kau tidak cocok diam begini, Tooru." [Name] berujar, tersenyum dengan amat lembut seperti krim di atas kue. Begitu manis hingga Oikawa ingin menciumnya.
"Maafkan aku," bisik Oikawa. "Aku merasa kau selalu memberikanku perhatian yang begitu besar, sementara aku tak bisa membalasnya sebesar dirimu."
"Ah." [Name] seolah sudah mengira bahwa Oikawa akan mengatakan itu, dan ia mengangguk. "Aku tahu."
"Maaf."
"Tidak apa-apa. Selama kita masih saling mencintai, itu sudah cukup. Aku juga tidak keberatan melakukannya," kata [Name]. Tangannya bergerak ke atas, mengusap helaian rambut cokelat Oikawa. "Jangan memusingkannya, ini adalah keputusan yang baik. Lagi pula sudah saatnya aku harus menetap di satu tempat. Orangtuaku selalu khawatir setiap kali aku mengabari kalau aku akan pindah lagi."
Oikawa memeluk [Name], spontan karena tubuhnya meminta untuk memberikan kasih sayang. Ia sangat mencintai gadis ini, sosok yang membuat dirinya lebih utuh, tak ingin kehilangan lagi.
"Ya. Jangan pindah. Jangan pergi." Oikawa masih memeluk [Name] di pantai itu─erat seperti anak kecil yang ketakutan akan kehilangan permen dari genggaman. "Tetaplah bersamaku, ya?"
"Ya." [Name] mungkin hanya mengatakan satu kata, tetapi bagi Oikawa sudah begitu cukup.
♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Habromania : Oikawa Tooru
FanfictionFANFICTION ─ Ia menciumnya. Tanpa peringatan, tanpa pertanda. "Jangan bilang kamu mencintaiku, Oikawa-kun. Kamu tidak cocok berbohong." Habromania (n.): delusions of happiness. Sejak Agustus 2020 Ditulis oleh Himawari Natalia Haikyuu, Haruichi Furu...