-WARN! KATA KASAR DI SETIAP CHAPNYA-
Happy Reading!
Di sisi lain Felix menatap kosong kertas yang terletak tepat di hadapannya, pandangan kosong seolah tidak memiliki arah. Dengan kasar ia merobek kertas itu dan membiarkannya tercecer begitu saja. Ia beralih pada sebuah figura di mejanya.
"Brengsek!"
Felix melempar figura itu hingga pecah, alhasil foto di dalamnya ikut ke luar. Tangannya mengambil cutter dan mulai menggores tiap wajah yang ada di foto.
"Mati aja lo! Nggak guna sok baik anjing! Gue benci lu!"
Ketika merasa puas barulah dia melempar cutter ke sembarang arah kemudian berbaring, sejenak ia terdiam, namun bayangan orang itu terus muncul. Felix menggeram kesal lalu kembali melempar figura kaca yang tertempel di dinding kamarnya.
"BANGSAT LO! MUSNAH AJA SANA! GUE BENCI-BENCI-BENCI!"
Tanpa disadarinya di luar kamar orang tuanya menangis meratapi keadaan sang anak, apa yang harus mereka lakukan. Perasaan anaknya adalah kehendaknya sendiri—bagaimana cara mereka mengatasinya agar Felix tidak semakin menjadi.
~~~
"Argh, goblok banget sih nih hp! Pake acara lowbat!" Racka mengutuki ponselnya yang padahal tidak bersalah.
Sekarang dirinya tengah berada di trotoar, matahari secara perlahan mulai tenggelam sehingga menghasilkan warna jingga. Hem, Racka bisa di sana karena memang setelah pulang sekolah dirinya menghadiri kelas tambahan. Ponselnya kehabisan daya baterai sehingga sekarang ia bingung mau pulang naik apa. Kalau dekat maghrib gini angkot jarang ada. Akan tetapi, ketika mau mengumpat lagi maniknya mendapatkan sesosok Felix berjalan seorang diri. Rambut tidak tertata tetapi tetap manis, kaos putih dengan kemeja kebesaran berwarna merah melapisi tubuhnya. Jalannya pelan dan seakan hilang jejak.
Ia berniat ingin menyebrang, mungkin karena tatapannya terfokus pada sosok manis di sana tidak disadarinya motor melaju dengan cepat.
BRUK!
Tubuhnya terpental akibat tabrakan keras itu, kepalanya teramat pusing dan bisa dilihatnya darah merembes ke luar dari kepala. Samar-samar ia melihat sosok Felix tersenyum manis sebelum akhirnya kesadarannya hilang.
~~~
Leka yang asik menonton kartun harus terhenti karena denting pesan masuk ke dalam ponsel mahalnya, dengan mulut terisi keripik pisang dia mulai mengecek isi pesan tersebut.
KELAS MIPA-3
Bu Windi
[Selamat sore, kita kedatangan kabar duka dari teman kita Racka Bimantra Gintang. Dengan hari ini pukul 18.49 Racka berpulang ke sisi Tuhan yang maha Esa. Mohon doanya agar Racka bisa diterima di sisi Tuhan yang Maha Esa. Sekian terimakasih, selamat sore.]
18.50Seketika itulah dunia serasa berhenti, ini bercanda bukan? Tidak mungkin ini sungguhan. Baru saja tadi sore Racka dan dirinya bertukar pesan konyol. Tolong katakan ini sebuah kebohongan.
Hanya saja, semua diperkuat oleh isi berita di mana menampilkan kecelakaan yang bisa Leka lihat ada kantong untuk mayat di sana. Dan, mamanya Racka?!
Dengan cepat ia membuka group teman-temannya, ya astaga, ternyata semua sudah tahu. Bahkan Yoshi, Ocang, Haikal, Farant, Raja, Rafa, dan San ke rumah sakit di mana jenazah Racka diotopsi.
Leka dengan cepat meraih kunci mobil kemudian ke luar rumah, beruntung sudah ada lokasi rumah sakit itu.
Nafasnya terengah, keringat membasahi pelipisnya. Dengan tangan gemetar Leka tetap mencoba berkemudi dengan stabil. Hanya saja, matanya menangkap sosok mungil menangis di dekat jembatan. Niatnya ingin menepi—akan tetapi sebuah truk melaju dan menghantam mobil Leka saat itu juga.
"ARGH!"
~~~
Di rumah sakit Ocang berusaha menenangkan mamanya Racka yang hampir saja pingsan, suasana seketika berubah canggung. Semua terdiam dan langsung bingung ingin berkata apa. San tertunduk lemas di kursi dan tanpa sadar cairan merah ke luar dari hidungnya.
"San, hidung lu. Ini tisu!" Haikal yang berada dekat dengan San langsung memberikan tisu kala melihat ada darah ke luar dari hidung temannya.
San langsung menerimanya dan mendongak ke atas, tisu itu ia gunakan untuk menghapus dan mencegah darah yang akan kembali ke luar.
"Nak San, kamu jangan paksain kalau masih sakit." Papa Racka memegang pundak San dan menatap teman anaknya itu lembut.
"Kamu doain aja Racka ya." San mengangguk lesu. Ah, kepalanya masih pusing lalu ditambah kehilangan teman terdekatnya.
Di situasi ini tiba-tiba perawat berjalan cepat sambil mendorong kasur beroda yang ada di rumah sakit. Farant membelalak mendapati sosok Leka-lah yang ada di atasnya. Saat mau mendekat pintu ruangan depan mereka terbuka menampilkan sosok dokter.
"Untuk keluarga Racka Bimantra Gintang silahkan ikut ke ruangan saya untuk membahas penguburan jasad." Mama dan papanya Racka mengangguk kemudian mengikuti dokter.
Tersisalah remaja-remaja ini, Farant masih tidak percaya dengan pemandangan yang ia lihat. Tidak mungkin.
Raja menepuk pundak Farant karena dilihatnya lelaki tinggi itu terus diam sejak tadi. Saat Farant berbalik Raja bertanya ada apa dan Farant mulai menceritakan semuanya.
Adik dari Rafa ini mencoba menenangkan Farant dengan berkata siapa tahu itu hanya orang dengan paras sedikit kembar dengan Leka. Beruntung itu berhasil membuat temannya sedikit tenang.
"San, pulang aja ya, lo masih belum stabil ... di sekolah aja tadi masih pingsan karena kecapean." San menatap Rafa kemudian menggeleng.
"Tapi nanti keadaan lu drop lagi kalau kecapekan sama banyak pikiran," tambah Rafa lagi.
Dunia seakan runtuh, lapisan-lapisan seakan hangus dengan cepat. Tidak ada lagi tawa receh seorang Racka, tidak ada lagi orang yang dijadikan bahan nistaan. Mengapa ini datang secara mendadak?
Racka Bimatra Gintang, apa yang terjadi?
Bersambung~
Hehe, yuk-yuk tebak-tebakan apa yang terjadi:) tenang konfliknya nggak bakalan berat kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebalik | SanJin✓
FanficKebalik, orang-orang itu mengatakannya pada San dan Rafa karena tahu sebenarnya San-lah yang seorang dominan. Akan tetapi, sepertinya definisi itu baru disadari sekarang. Eits, namun sesuatu yang mengejutkan akan merubah itu semua.