14

2.1K 399 8
                                    

Hidup terus berjalan setelahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hidup terus berjalan setelahnya.

Hanya karena kau bersedih, bukan berarti seluruh dunia akan berhenti menunggumu.







Pemakaman Jeno berjalan tenang. Jisung dan Chenle memaksa hadir, meski Taeyong sudah melarang mereka. Begitu pula dengan Jaemin. Jaehyun mendorong kursi rodanya selama pemakaman berlangsung. Kala itu, untuk pertama kalinya, Jaemin bertemu dengan orang tua Jeno. Mereka terlihat berbeda dengan yang dibayangkannya. Ia mengira orang tua Jeno akan terlihat seperti orang kaya yang menelantarkan anaknya, namun sepertinya ia salah.

Semua terjadi karena sebuah alasan.

Jaemin percaya, apa yang terjadi hari ini, ada alasan dibalik semua itu.

Jisung masih tak kuasa menahan tangisnya. Mata anak itu nampak bengkak, Jaemin yakin ia menghabiskan malamnya untuk menangis tanpa henti. Ia dengar Jisung bahkan sempat menolak untuk makan, dan terpaksa untuk diberi obat penenang.

Jaemin menghela nafasnya.

Akhir-akhir ini semuanya terasa berat.

Ia menoleh, menatap Chenle yang berdiri di sampingnya.

Anak itu juga tidak terlihat baik. Dibandingkan dirinya, Chenle mengenal Jeno jauh lebih lama. Ia jauh mengenal Jeno lebih baik daripadanya, Jaemin hanya bisa membayangkan apa yang anak itu rasakan saat ini.







Saat itu adalah pertama kalinya Jaemin menghadiri pemakaman seseorang.

Dan untuk terakhir kalinya, ia bisa melihat Jeno.







Hari demi hari berlalu.

Bulan berganti bulan.

Jaemin masih tidak sanggup melupakan Jeno. Setiap paginya, ia bangun seolah merasakan kehadiran pria itu di depan pintunya, bersiap untuk menjemputnya menemui teman-temannya yang lain. Jaemin bahkan bisa mendengar suaranya yang tengah menceritakan harinya dengan semangat. Tak pernah sekalipun Jaemin melihat wajahnya tanpa seutas senyum mekar di bibirnya.

Banyak yang berubah setelah kepergian Jeno.

Mereka masih sering berkumpul. Bahkan mereka setiap hari selalu ketemuan di balkon kesukaan mereka. Namun ada sesuatu yang berubah.

Tak peduli seberapa keras Chenle berusaha mencairkan suasana, tak peduli seberapa keras Jisung berusaha untuk tetap tersenyum dan menyembunyikan segalanya, tak peduli seberapa kuat Jaemin berusaha untuk mengajak mereka bicara mengenai topik-topik baru, keadaan takkan kembali seperti semula.

Takkan pernah.

Mereka baru saja kehilangan salah seorang bintang mereka.

Bagaimana bisa mereka kembali seperti semula?

Meski Jaemin sangat merindukan mereka yang dulu, ia tahu mereka yang dulu hanya tinggal sejarah.







Tepat 2 bulan kemudian, Renjun akhirnya terbangun.

Jaemin ada di sisinya ketika anak itu sadar, begitu pula dengan Chenle dan Jisung. Renjun terlihat kebingungan dan sedikit pucat, namun ia terlihat sama persis seperti yang ada dalam ingatannya. Hal itu membuat hatinya merasa hangat. Di tengah semua hal yang terjadi, ia bersyukur masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan Renjun.

Ia akan menyalahkan semua orang kalau Renjun diambil pergi darinya.

Renjun mengerang pelan.

"J-Jaemin?"

Jaemin segera meraih tangannya dan menggenggamnya erat.

"Aku disini."

Renjun menoleh ke samping Jaemin.

"Chenle," bisiknya pelan. "J-Jisung."

Jisung segera berlutut di sebelah kasur Renjun, sedangkan Chenle hanya bisa menepuk pundak Jisung.

"Ya, kami disini."

Mata Renjun masih mencari sesosok figur yang biasa berdiri di belakang Jaemin, paling semangat menunggu sampai Renjun kembali bangun.

Hati Jaemin terasa perih.

Ia menarik nafasnya yang bergetar.







"J-Jeno?"







Jaemin menggigit bibir bawahnya.

Sudah lama sejak terakhir ia mendengar nama itu disebut.







Renjun masih menatap Jaemin dengan penuh tanda tanya, berharap pria itu menjawab pertanyaannya. Berharap seseorang bicara dan memberitahu dimana Jeno.

Namun mereka semua terus terdiam.

Membuat Renjun mulai merasa panik. Jantungnya berdebar kencang.

"Sekarang, kau harus istirahat dulu," ujar Jaemin. "Gak usah pikirkan Jeno. Yang penting kau harus stabil."

Renjun terdiam. Ia menatap Jaemin dengan penuh ketakutan. Matanya seolah dapat bicara, dan Jaemin tahu betul apa yang ingin dikatakannya. Persis seperti apa yang dirasakannya ketika menunggu di luar ruang operasi Jeno, menunggu kabar baik diucapkan. Rasa takut, khawatir, cemas. Fakta bahwa ia tak bisa melakukan apa-apa untuk membantu mereka membuatnya gila.

Jaemin tahu betul semua itu.

Karena ia juga pernah merasakannya.







Jeno-ya, kenapa kau pergi?

Tidakkah kau lihat banyak sekali orang yang menyayangimu disini?

Tidakkah kau lihat banyak sekali orang yang menyayangimu disini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hospital Playlist (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang