16

2K 346 3
                                    

Mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mimpi.

Sejak kecil, Chenle selalu merasa asing dengan kata itu. Ketika teman sebayanya dengan bangga menceritakan mimpi besar mereka pada orang tua mereka, ia bahkan tidak mengenal kata mimpi. Bagi yang lain, bermimpi adalah hal yang mudah. Selalu ada kemungkinan yang lebih besar bahwa apa yang kau impikan akan menjadi kenyataan. Entah itu menjadi guru, pilot, dokter, arsitek, pengacara, maupun pekerjaan elit lainnya.

Namun bagi Chenle, bermimpi adalah hal tersulit yang pernah ia lakukan.

Sulit untuk menarih harapan pada masa depannya ketika kemungkinan ia bisa hidup seperti biasa sangat rendah.

Ia ingin menjadi banyak hal.

Ia ingin menjadi dokter yang bisa menyembuhkan seseorang dan menyelamatkan nyawa sesamanya.

Ia ingin menjadi guru yang bisa membagikan ilmu dan dunia baru pada anak-anak.

Ia juga ingin menjadi seorang polisi, yang bisa menangkap penjahat dan menjaga keamanan dunia.

Memang terdengar terlalu berlebihan, bahkan mungkin terdengar kasihan, bahwa anak sepertinya punya mimpi.

Sejak ia masuk ke rumah sakit, orang tuanya tak pernah sekalipun meninggalkan sisinya. Dan Chenle sangat bersyukur. Ia sudah melihat apa yang terjadi dengan orang tua Jeno, mereka berhenti mengunjunginya, maupun orang tua Jisung yang sudah lama meninggal, atau orang tua Renjun yang membuangnya begitu saja. Dibandingkan ketika temannya, kehidupannya jauh lebih beruntung.

Tak pernah sekalipun mamanya lupa untuk datang mengunjunginya. Wanita itu selalu hadir tiap kali ia cuci darah, selalu hadir di setiap pertemuannya dengan dokter. Bahkan beberapa kali ia menginap menemani malamnya.

Chenle sangat bersyukur.

Ketika orang-orang di sekitarnya memanggil orang tuanya bodoh karena masih terus berjuang untuknya, mereka tak pernah mendengar kata orang-orang itu. Chenle adalah anak mereka, bukan anak orang-orang itu.

Mereka tidak tahu apa-apa.

Karena itu, meski tidak mengenal kata mimpi, Chenle bisa hidup dengan bahagia.

Ia sadar, mimpi tak selalu harus hadir dalam bentuk cita-cita.

Ia mempunyai mimpi. Ia tak yakin apa ini bisa disebut mimpi, namun ia hanya ingin membahagiakan orang tuanya. Mereka sudah menghabiskan waktu dan energi mereka untuknya.

Chenle hanya ingin orang tuanya bahagia.

Kalau itu bukan mimpi, Chenle tak tahu lagi apa itu definisi dari mimpi.




Siang itu, seperti biasa, mamanya datang mengunjunginya.

"Mama!" panggil Chenle antusias.

Yang lain turut menyapa wanita itu. Mereka sudah sering bertemu dengannya.

"Halo tante!"

"Siang tante. Bawa apa lagi hari ini?"

Dan seperti biasa, wanita itu selalu membawa tas besar berisi barang-barang aneh untuk menemani Chenle di rumah sakit.

Ia menyebutnya, kantung ajaib.

"Cuma beberapa mainan aja," jawab wanita itu seraya memeluk dan mencium kening Chenle. "Kalian semua sudah makan?"

"Ya."

"Sudah minum obat? Terutama kau, Renjun. Jangan sampai kau lupa minum obat. Tante gak mau kejadian kemarin terulang lagi," ujar mamanya Chenle.

Renjun hanya bisa tersenyum kaku.

"Aku sudah makan obatnya, tante. Jangan khawatir."

"Ah, iya!"

Wanita itu menoleh menatap Chenle.

"Hari ini kamu ada tes terakhir," ujarnya. "Kalau berhasil, lusa kita bisa langsung operasi."

Mata Chenle terbelalak lebar.

"L-Lusa?"

Mamanya mengangguk.

"Bagus kan?"

Chenle menatap teman-temannya yang lain.

"Bagus, tapi..."

"Kenapa?"

"Bukannya masih minggu depan?" tanya Chenle.

"Kata dokter, jadwalnya bisa dimajuin lebih cepet."

Chenle terdiam mendengarnya. Ia masih menatap teman-temannya yang lain. Jisung pun maju dan menepuk pundaknya.

"Bukannya bagus operasi lebih cepet? Jangan khawatirkan kami, kamu cepet sembuh, cepet keluar dan hidup normal lagi," ujar Jisung.

Renjun turut tersenyum.

"Benar. Gak perlu merasa gak enak."

Chenle terdiam mendengar ucapan mereka. Ia yakin takkan bisa melewati semua ini tanpa kehadiran teman-temannya itu. Hanya mereka yang paling mengerti, mereka yang paling memahami apa yang ia rasakan. Ketika orang lain, bahkan orang tuanya sendiri, tidak bisa memahaminya, mereka, teman-temannya, mereka terus ada untuknya.

Dan Chenle merasa beruntung memiliki sahabat sebaik mereka.




Kini, melihat senyum mereka satu per satu, Chenle mulai sadar.

Mungkin saja selama ini, mimpi yang tidak ia kenal itu ada di dekatnya.




Mungkin saja selama ini, sahabatnya adalah mimpinya.

Mungkin saja selama ini, sahabatnya adalah mimpinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hospital Playlist (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang