07

2.5K 429 10
                                    

Jaemin benci dianggap lemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin benci dianggap lemah.

Mungkin karena mamanya yang berhasil mencuci otaknya sejak kecil, bahwa menjadi lemah adalah sesuatu yang sangat buruk. Padahal, kelemahan bukan diciptakan untuk memperburuk keadaan. Kelemahan ada agar kita setiap manusia terus dan terus ditantang untuk mengatasi kelemahan kita itu. Jaemin tidak pernah mengerti hal itu, dan baginya, kelemahan adalah sesuatu yang tidak boleh dimilikinya.

Jaemin tidak pernah menangis.

Tidak pernah sekalipun menunjukkan air matanya.

Papanya bilang seorang pria tidak boleh menangis.

Seorang pria tidak boleh menunjukkan kelemahannya.

Tapi ia tidak pernah menjelaskan alasannya.

Selama ini, ia hidup menurut tata cara kedua orang tuanya.

Dan mungkin, matanya kini sudah dibukakan.








Bahwa siapapun, boleh menunjukkan kelemahannya.








"Kamu gak apa-apa?"

Jaemin terdiam ketika mendengar suara Jeno. Ia duduk di atas kasurnya dalam diam. Di belakang Jeno, anak-anak lain turut berjalan masuk.

"Kami gak sengaja mendengarnya," ujar Chenle. "Maaf."

Jaemin menarik nafasnya.

"Gak apa-apa. Aku sudah terbiasa."

Jisung menatap Jaemin dengan hati-hati.

"Apa kau sakit?"

"Aku? Uhm, kakiku sakit," jawab Jaemin.

"Bukan itu."

Jaemin menoleh menatap Jisung.

"Hatimu. Apa hatimu sakit, hyung?"

Jaemin terdiam mendengarnya. Dibesarkan sebagai anak tunggal, dimana orang tuanya nyaris selalu pergi meninggakannya seorang diri di rumah membuatnya kadang kesulitan mengartikan apa yang ia rasakan.

"A-Apa?"

Jisung pun duduk di sebelah Jaemin.

"Orang tuaku sudah lama meninggal, bahkan sebelum aku masuk rumah sakit," ujar Jisung. Jaemin kagum akan bagaimana ia bisa mengatakan hal itu dengan mudah. "Karena itu, aku kadang iri dengan orang lain yang masih punya orang tua lengkap. Hidup tanpa orang tua itu sangat berat."

Jaemin menarik nafasnya.

"Orang tuaku menyebalkan," ujar Jaemin pelan. "Mereka selalu memaksaku belajar, memaksaku menjadi sempurna. Mereka selalu menuntutku, memperlakukanku layaknya sebuah objek yang bisa diatur seenaknya. Tapi, diatas semua itu, ada satu hal yang jauh lebih menyebalkan."

"Apa?" tanya Jeno.

"Fakta bahwa aku takkan pernah terlepas dari jeratan mereka."

"Kenapa?"

Jaemin mendengus pelan.

"Aku tidak bisa hidup seorang diri. Aku terlalu takut. aku tidak bisa hidup tanpa mereka, namun di satu sisi, aku sangat membenci mereka."

Jaemin terdiam. Ia tidak mengerti kenapa ia menceritakan semua ini pada mereka. Mereka berempat hanyalah anak-anak yang baru dikenalnya di rumah sakit, mereka bukan siapa-siapa kecuali orang asing. Ia bahkan tidak benar-benar mengenal mereka. Tapi kenapa ia bisa terus bicara pada mereka seperti ini?

Semua orang berubah hening. Dan Jaemin merasa tidak enak telah membagi kisah hidupnya pada mereka.









"Kau boleh menangis."

"A-Apa?"

Renjun berjalan maju dan segera menarik pria itu ke dalam pelukannya, membuat Jaemin membelakakan matanya terkejut. Ia mengelus-elus rambut Jaemin dengan lembut, sesuatu yang tidak pernah bahkan mamanya sendiri lakukan padanya.

"Aku tau bagaimana rasanya."

Renjun menarik nafasnya pelan.

"Aku juga benci orang tuaku. Persis sepertimu."

Jaemin mendengar suara Renjun sedikit bergetar.

"Aku benci mereka karena melahirkanku dengan jantung selemah ini. Aku benci mereka karena membawaku ke dunia. Apa gunanya aku hidup jika akhirnya aku hanya akan tinggal di rumah sakit tanpa melakukan apa-apa? Aku benci mereka yang membuangku begitu saja ketika tau aku sakit. Aku benci mereka yang mengabaikanku ketika tau aku bukan anak sempurna yang mereka idamkan," ujar Renjun pelan. Air matanya menetes.

"Padahal semua itu bukan salahku."








Bukan salahnya terlahir lemah.

Bukan salahnya terlahir tidak sempurna.

Tapi kenapa selalu dia yang kena imbasnya?








"Aku juga ingin hidup normal seperti anak lainnya. Aku juga tidak mau hidup seperti ini."

Jaemin terdiam mendengarnya.

"Aku juga mau mendapat kasih sayang orang tua, seperti anak lainnya."

Hal itu berhasil membuat pertahanan Jaemin runtuh. Ia menangis begitu saja mendengar perkataan Renjun. Ia hanya ingin memiliki orang tua yang mau menyayanginya apa adanya. Tidak membeda-bedakannya, tidak menuntutnya untuk menjadi sempurna, tidak memperlakukannya dengan kasar ketika ia melakukan salah. Ia hanya ingin kasih sayang mereka, ia hanya ingin bisa membanggakan orang tuanya, sama seperti anak lainnya yang bisa dengan mudah membanggakan orang tua mereka.

Ia tidak bisa melakukannya.

Jaemin bisa merasakan pelukan Renjun yang hangat itu pada tubuhnya.

Hal itu membuatnya tenang.








Hari itu, ia menangis.

Mungkin ia tidak pernah memiliki orang tua yang akan menyayanginya, namun di tempat ini, ia mendapat teman baru.

Teman yang akan selalu ada untuknya.

Mengisi kekosongan yang ditinggalkan orang tuanya.

Mengisi kekosongan yang ditinggalkan orang tuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hospital Playlist (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang