06

2.6K 428 17
                                    

"Jadi, apa di sekolah itu setiap hari selalu ada ujian?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, apa di sekolah itu setiap hari selalu ada ujian?"

Jaemin menoleh menatap Jisung begitu mendengar pertanyaannya itu. Seumur hidup, Jaemin tidak pernah menyangka dirinya akan menjawab pertanyaan seputar sekolah bagi anak-anak yang tinggal di rumah sakit. Sekolah baginya adalah suatu yang familiar. Meski ia benci sekolah, ia tak bisa membayangkan anak seumurannya tumbuh tanpa sekolah. Mamanya selalu menuntutnya untuk mendapat nilai bagus di sekolah. Ia bilang kalau nilaimu bagus, maka masa depanmu akan lebih baik.

Dan kini, tidak lagi sekolah membuat pikirannya sedikit terbuka.

"Hmm," jawab Jaemin. "Di sekolahku nyaris setiap hari ada ulangan."

"Bentuknya gimana?" tanya Jisung penasaran.

"Dikasih soal, terus kita jawab aja. Tapi kalian gak boleh liat buku, jadi mau gak mau kita harus belajar."

"Apa hyung pinter di sekolah?"

Jaemin terdiam sesaat.

Renjun menoleh menatapnya.

"Lumayan."

Jisung menghela nafasnya.

"Aku pengen masuk sekolah terus ikutan klub sepak bola," ujar Jisung. "Aku pengen cepet-cepet keluar dari sini."

Jaemin berusaha tersenyum.

"Suatu hari nanti kamu pasti bisa keluar main bola."

Wajah Jisung langsung bersinar.

"Hyung percaya itu?" tanyanya antusias.

Jaemin mengangguk.

"Hmm. Aku yakin kalian semua akan sembuh."







Jaemin menarik nafasnya pelan. Menghabiskan hari demi hari bersama mereka membuat waktunya berjalan sangat cepat. Selama ini, ia tak pernah punya waktu untuk menikmati waktu itu sendiri. Ia selalu dikejar waktu, waktunya selalu habis untuk belajar, mengerjakan tugas, atau untuk berlatih sepak bola.

Namun di tempat ini, waktu serasa bergerak tanpa batas.

Bersama mereka yang menghabiskan masa kecil mereka di tempat ini, anehnya, Jaemin merasa seperti di rumah.







"Jaemin-ah."

Jaemin terdiam ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Chenle yang berdiri di hadapannya nampak menatap seseorang di belakangnya. Satu per satu dari mereka mulai membungkukkan tubuhnya untuk memberi salam pada orang itu.

"Halo."

Jaemin menarik nafasnya pelan.

"Mama."

Seorang wanita berjalan mendekati Jaemin. Ia segera mencium wajah putranya dengan lembut, namun Jaemin dengan cepat menggerakkan kepalanya, menghindari wanita itu. Pandangan mamanya mengeras, namun Jaemin sudah terbiasa dengan semua itu.

Wanita itu kembali tersenyum seraya menatap yang lain.

"Kalian pasti temannya Jaemin. Perkenalkan, saya mamanya Jaemin."

Mereka kembali menyapa wanita itu. Jaemin menghela nafasnya. Ia muak melihat senyum wanita itu. Selalu seperti itu di depan orang-orang.

Wanita itu menunduk menatap Jaemin yang duduk di kursi rodanya.

"Bisa aku pinjam Jaemin untuk sesaat?"







Ia benci mamanya.

Mungkin kalimat itu terlalu kasar, namun ia sama sekali tidak melebih-lebihkan. Ia membenci mamanya. Ia benci wanita yang melahirkannya itu, namun memperlakukannya seolah tidak ada. Saking bencinya, beberapa kali ia pernah mencoba melarikan diri dan tidak pernah kembali ke rumahnya lagi. Namun ia selalu terhalang oleh rasa takutnya sendiri.

Jaemin selalu bertanya-tanya, apa anak lain juga merasakan yang sama?

Mamanya berhenti mendorong kursi rodanya tepat di depan kamarnya.

"Ada apa?"

"Kenapa kau bermain dengan anak-anak seperti itu?"

Jaemin menatap mamanya dengan tajam.

"Anak-anak seperti apa?"

"Sakit dan tidak berpendidikan."

Seketika itu juga, rasa amarah muncul di hatinya. Ini pertama kalinya wanita itu mengunjunginya selama ia berada di rumah sakit dan hal pertama yan diucapkannya adalah kata-kata seperti itu. Ia tidak bertanya mengenai keadaannya, bagaimana kakinya, kapan ia akan keluar. Tidak. Wanita itu sama sekali tidak peduli.

"Mama sepertinya lupa satu hal," ujar Jaemin. "Aku itu bukan kepunyaan mama. Aku berhak main sama siapapun."

Wajah wanita itu mengeras.

"Kau anak mama."

"Bukan berarti aku milik mama."

Wanita itu mendengus.

"Kau benar-benar berubah sejak masuk rumah sakit."

"Benar. Aku berubah," balas Jaemin. "Mama kapan akan berubah?"

Mamanya menatap Jaemin dengan tajam. Namun hampir setiap hari ia mendapat perlakuan yang sama dari wanita itu. Ketika ia dapat nilai jelek, wanita itu memukulnya dan tidak memberinya makan. Ketika ia gagal meraih peringkat pertama, wanita itu melarangnya keluar rumah dan tidak memberinya makan. Bahkan ketika ia sakit, wanita itu masih melihatnya sebagai sebuah asset yang bisa ia perlakukan semena-mena.

Jaemin menarik nafasnya.







"Aku juga lelah. Daripada punya mama sepertimu, aku lebih mending tidak punya orang tua."







Wanita itu terdiam.

"Pergilah. Selama ini mama tidak pernah mengunjungiku, dan aku baik-baik saja. Aku tidak membutuhkanmu," ujar Jaemin. "Cepat pergi. Aku harus istirahat."







Jaemin sering bertanya-tanya, kenapa ia harus dilahirkan dari rahim wanita itu?

Mungkin, ia telah melakukan dosa yang sangat besar di kehidupan sebelumnya.

Mungkin, ia telah melakukan dosa yang sangat besar di kehidupan sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hospital Playlist (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang