10

2.3K 394 5
                                    

Jaehyun tidak kembali malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaehyun tidak kembali malam itu.

Juga malam setelahnya.

Jaemin ditinggal sendirian menghadapi rasa khawatir dan cemasnya. Ia tidak bisa keluar kemana-mana tanpa bantuan orang lain. Ia masih belum bisa naik ke kursi rodanya sendiri. Belum ada yang mengunjunginya sejak kejadian Renjun beberapa hari lalu itu. Bahkan Jaehyun yang biasanya datang mengunjunginya, kini digantikan oleh perawat lain.

Jaemin ingin sekali marah.

Tidak ada yang memberitahunya apa yang terjadi.

Hingga akhirnya, ia memutuskan bahwa ia sudah cukup menunggu.

Persetan dengan kakinya yang masih terluka. Ia pun menarik kursi roda di pinggir kasurnya dan berusaha mengangkat tubuhnya untuk duduk di atas kursi roda tersebut. Tangannya bergetar karena sudah lama ia tidak berolahraga berat seperti ini. Ia mengangkat tubuhnya dan berusaha duduk di atas kursi rodanya, namun kursi itu malah bergerak menjauh, membuatnya jatuh tepat di atas lantai, dengan pantatnya duluan yang jatuh. Anak itu meringis kesakitan.

"Jaemin-ah!"

Jeno buru-buru berlari masuk ke dalam kamarnya begitu melihat Jaemin tergeletak di lantai. Pria itu membantu Jaemin duduk kembali di atas kursi rodanya.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Jeno khawatir.

"Kenapa tidak ada yang datang memberitahuku?"

Jeno menatapnya dengan bingung.

"Apa?"

Jaemin menarik nafasnya.

"Renjun. Kenapa tidak ada yang memberitahuku tentangnya?"

"I-Itu..."

Jeno menarik nafasnya pelan sebelum berlutut di depan Jaemin.

"Jantungnya sempat berhenti, Jaem."

Jaemin menatapnya dengan terkejut.

"Apa?"

"Jaehyun hyung bilang jantungnya sempat berhenti berdetak. Taeyong hyung bilang mereka nyaris gagal membawanya kembali," ujar Jeno dengan suara bergetar. "Renjun nyaris meninggal kemarin, dia kini masih koma, dirawat di kamarnya."

Jaemin terdiam mendengarnya.

"Maaf, aku bermaksud untuk langsung memberitahumu, tapi Chenle ada jadwal cuci darah dan Jisung tiba-tiba kembali batuk darah. Semuanya terjadi tiba-tiba dan aku lupa untuk datang memberitahumu. Maaf."







"Untuk kalian mungkin masih ada masa depan. Tapi untukku, mustahil."







Jaemin menggeleng cepat.

"Tidak mungkin."

Jeno menundukkan kepalanya.

"Chenle masih cuci darah, dan Jisung kini harus terus di kasurnya, dia tidak boleh pergi kemana-mana. Aku bingung, aku takut mereka akan pergi dariku," ujar Jeno. "Aku tidak mau sendiri."

Jaemin menoleh menatap Jeno.







Ia juga tidak mau sendiri.







Perlahan, Jaemin merangkul tubuh Jeno. Ia harus menjadi kuat, yang lain membutuhkannya. Ia harus bisa menjadi tempat bagi Jeno untuk bersandar. Mereka masih punya harapan. Mereka tidak bilang Renjun akan meninggal. Mereka berhasil menyelamatkan anak itu. Ia yakin yang lain akan baik-baik saja. Jisung akan segera kembali stabil, begitu pula dengan Chenle.

Semua akan baik-baik saja.

"Kau takkan sendirian," ujar Jaemin. "Kau punya aku."

Ya, Jeno punya Jaemin.







"Setiap hari seperti perang bagi mereka. Karena mereka tak tahu kapan jantung mereka akan berhenti berdetak. Kapan nafas mereka akan berhenti. Hari ini mungkin mereka nampak sehat, namun besok mereka bisa berbaring seharian dengan mesin dan kabel menopang hidup mereka."







"Kau punya aku," ulang Jaemin, bukan agar Jeno mendengarnya, melainkan untuk meyakinkan dirinya sendiri.

Jaemin tidak sendirian.







Jaemin pergi mengunjungi Renjun hari itu, dengan bantuan Jeno. Pria itu segera pergi, meninggalkan Jaemin seorang diri di depan kamar Renjun. Mereka belum diijinkan untuk masuk dan bertemu dengannya secara langsung.

Ia menghela nafasnya.

Renjun akan baik-baik saja.

Meski baru mengenalnya beberapa minggu, ia adalah orang terkuat yang pernah Jaemin temui. Ia jauh lebih kuat dibanding orang-orang dengan jantung yang normal. Ia tahu anak itu akan baik-baik saja.

Tapi bukan berarti ia tidak khawatir.

Tangannya terus bergetar. Entah kenapa, ini pertama kalinya ia merasakan hal seperti ini. Khawatir, cemas, takut, semuanya bercampur aduk menjadi satu.

Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya, membuatnya sedikit terkejut. Ia pun menoleh, melihat seorang berpakaian jas putih berdiri di sampingnya.

"Jangan khawatir. Dia akan baik-baik saja."

Jaemin menatapnya dengan bingung.

"Siapa..."

"Ah, kita belum pernah bertemu sebelumnya. Aku Taeyong, dokter sekaligus kakaknya Jeno. Senang bertemu denganmu."

"Ah."

Jaemin hanya mengangguk pelan.

"Seperti yang aku bilang, jangan khawatir. Dia akan baik-baik saja."

"Kau juga tidak tau bukan?"

Taeyong menatapnya dengan bingung.

"Huh?"

"Bahkan dokter sekalipun takkan bisa mengetahui kapan hidup seseorang akan berakhir," ujar Jaemin. "Kau juga tidak tau, apa Renjun akan baik-baik saja atau tidak."

Taeyong menarik nafasnya.

"Mungkin. Tapi kau juga tau bukan, sesuatu yang lebih kuat dibandingkan obat?"

"Kepercayaan?"

Taeyong mengangguk.

"Karena itulah, kami dokter sering berkata demikian pada keluarga pasien. Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja. Karena kepercayaan adalah hal yang penting. Jangan pernah kehilangan harapan."

Jaemin terdiam mendengarnya.

Taeyong meremas pundak Jaemin dengan lembut.

"Aku pergi dulu. Panggil aku kalau butuh apa-apa."

Jaemin hanya bisa terdiam seraya melihat Taeyong pergi.







Kepercayaan.

Sebenarnya seberapa kuatkah kata itu?

Sebenarnya seberapa kuatkah kata itu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hospital Playlist (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang