15

2.1K 378 6
                                    

Jaemin sering kali merasa ia sudah tidak lagi memiliki cukup air mata untuk menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin sering kali merasa ia sudah tidak lagi memiliki cukup air mata untuk menangis. Beberapa bulan terakhir yang ia habiskan disini membuatnya menyadari banyak hal. Bahwa kehidupan tak selalu bisa berjalan sesuai dengan yang kau inginkan, bahwa tak peduli apa yang kau mau, yang terjadi takkan seindah yang ada dalam bayanganmu.

Jaemin kadang membayangkan, kira-kira apa yang akan terjadi jika ia bertemu dengan anak-anak yang lain bukan di rumah sakit, melainkan di sekolah, mengenakan seragam, sama seperti anak lainnya.

Akankah terjadi perubahan?

Ia bisa membayangkan dirinya pergi ke sekolah, berada di kelas yang sama dengan Renjun dan Jeno, serta makan siang bersama dengan Chenle dan Jisung. Jaemin bisa membayangkan semua itu dengan mudah, tapi mereka malah bertemu di rumah sakit.

Di tempat dimana hidup dan mati semua bercampur aduk menjadi satu.

Di tempat dimana, semua yang tidak mungkin bisa terjadi.

Jaemin menghela nafasnya.







"Apa yang kau pikirkan?"

Jaemin menoleh menatap Renjun.

"Aku?"

Renjun mengangguk.

"Dari tadi kamu keliatan bingung."

"Bener. Hyung kenapa?" tanya Jisung.

Jaemin hanya menggeleng pelan.

"Aku gak apa-apa," jawab Jaemin. "Aku hanya sedang membayangkan."

"Kamu gak kaya orang yang biasa membayangkan," balas Renjun.

Jaemin tertawa kecil.

"Memang tidak."

"Hyung ngebayangin apa?" tanya Chenle.

Jaemin menarik nafasnya.

"Tentang kita."







Ada sesuatu dibalik kata sahabat yang selalu berhasil membuat hati Jaemin menghangat.

Entah itu makna kekeluargaan yang tersirna dibaliknya, atau mungkin karena Jaemin tidak pernah benar-benar merasakan makna dari kata itu.

Tidak hingga saat ini.







"Kita?"

Jaemin mengangguk.

"Kalau kita bertemu di sekolah, berseragam seperti anak lainnya, membawa tas punggung dan menggendong buku-buku di tangan, mungkin semua ini akan berbeda," jelas Jaemin.

Mereka semua terdiam mendengarnya.

"Jeno hyung juga mungkin masih hidup," timpal Jisung.

"Untuk apa dipikirkan?" ujar Renjun. "Hal seperti itu takkan pernah terjadi. Sampai kapanpun juga. Kita akan terus berada di tempat ini. Mungkin semua akan berbeda, jika kita bertemu di sekolah dan bukan di rumah sakit. Tapi di satu sisi, aku senang kita bertemu disini."

"Kenapa?" tanya Chenle.

Perlahan, seutas senyum lahir dari bibir Renjun.

"Takkan ada persahabatan lain seperti kita, aku berani jamin."

Jaemin tertawa pelan.







"Takkan ada persahabatan lain yang saling mendukung ketika salah seorang temannya cuci darah."







"Takkan ada persahabatan lain yang selalu menemani temannya yang terbaring koma."







"Tidak ada persahabatan lain yang bahkan sampai akhir hidupnya selalu berada dekat dengan sahabatnya, dan takkan pernah meninggalkan sisinya."







Jaemin tersenyum kecil.

"Aku yakin hanya kita yang menjalin persahabatan seperti ini."

"Lantas?"

Renjun menarik nafasnya.

"Lantas aku bangga, pernah mengenal kalian semua. Jeno juga."

"Aku juga," timpal Jisung cepat.

Chenle terlihat gugup.

"Kenapa, Chenle-ya?"

Chenle nampak menarik nafasnya.

"Aku belum bilang pada kalian, tapi mereka menemukan ginjal yang cocok untukku," jelas Chenle pelan. "Ibuku sudah menerimanya. Aku masih harus menjalani beberapa tes untuk memastikan ginjal itu benar-benar cocok. Rencananya, aku akan dioperasi minggu depan."

Untuk sesaat, mereka semua hening. Ketiganya menatap Chenle dengan terkejut.

Chenle meremas ujung pakaian rumah sakitnya dengan gugup.

"Katakanlah sesuatu."

Renjun segera menarik Chenle ke dalam pelukannya.

"Aku senang mendengarnya," ujar Renjun setelah berhasil lepas dari rasa kagetnya. Ia menepuk-nepuk punggung anak itu. "Kau akhirnya bisa sembuh seperti apa yang kau impikan."

Chenle tersenyum mendengarnya.

Jisung turut memeluk sahabatnya itu.

"Bagus sekali. Aku turut senang. Kau akan baik-baik saja," ujar Jisung. "Kata Jaehyun hyung, operasi ginjal tidak terlalu berbahaya. Jangan terlalu khawatir. Aku yakin kau akan berhasil sembuh."

Anak itu menarik nafasnya.

"Akhirnya salah satu dari kita akan ada yang sembuh."

"Selamat, Chenle-ya," ujar Jaemin. Kalau ia sudah bisa berdiri dan berjalan, ia pasti akan turut memeluk Chenle seperti anak lainnya.

"Makasih."

Anak itu nampak sangat senang.

"Tapi belum ada yang pasti. Aku masih harus ngejalanin beberapa tes kecocokan."

"Jangan khawatir. Semua akan berjalan baik," balas Jisung. "Saat kau keluar dari sini nanti, jangan lupakan kami."

Chenle mendorong Jisung dengan jahil.

"Apa maksudmu."

Renjun tertawa melihat keduanya.







Gelak tawa itu menjadi salah satu hal yang sangat Jaemin ingat ketika ia keluar dari rumah sakit itu suatu hari nanti.

Sebuah tawa tanpa beban.







Tawa tanpa rasa sakit.

Tawa tanpa rasa sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hospital Playlist (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang