I'm comeback.
Komentar yang banyak biar lanjut part 28 😾😎Say hi buat theo yang tampak charming pas senyum begini.
Aduuh 😍
Aku duduk diam sembari berhitung sampai lima ribu dengan menekan rasa kesal yang mulai bergelora di dalam hati. Menahan diri untuk tidak mengacak-acak riasan yang sedari pagi disiapkan oleh pelayan Clara. Padahal ini adalah pesta kerajaan dan bukannya pesta pribadi untuk ulang tahunku dan sebagainya, bagaimana bisa aku ikut merasakan ketidaknyamanan seperti ini?
"Sekarang Anda bisa membuka mata Anda, My Lady." Seorang wanita yang kutahu adalah salah satu penata rias yang membantuku sedari tadi berujar. Aku membuka kelopak mata dan menemukan wajah Clara di pantulan cermin. Terlihat cantik, menawan, menggemaskan, polos dan juga seperti anak baik-baik.
Aku lalu berdiri. Bersyukur karena Clara tidak hidup di mana gaun dengan set crinoline menjadi tren berbusana. Sejujurnya, aku menyukai gaun berwarna putih dengan hiasan bunga bunga kecil yang kugunakan. Aku juga menyukai bagaimana aku bisa bergerak bebas.
Rambut panjang Clara membentuk sanggul mungil dengan menyisakan bagian depan yang menjuntai dengan anggun. Aku berbalik dan melihat bagaimana pita kecil berbentuk bunga mungil berada di sanggul itu. Sungguh manis.
"Milady, ini adalah pemberian dari Lord Duncan." Nancy membawa sebuah kotak beludru. Membukanya dengan hati-hati dan memperlihatkan tiara dengan ornamen batu hijau yang terlihat sangat cantik.
Astaga! Aku mencintai tiara ini!
"Cantik sekali!" Gumam orang-orang tanpa aku perlu mengucapkannya. Aku tersenyum lebar. Jiwa wanita dalam diriku senang menerima hadiah seindah ini tanpa memandang siapa yang memberikannya.
"Saya akan membantu Anda untuk memakainya."
"Ya. Terima kasih." Kataku dengan senyum mengembang. Dengan hati-hati, Nancy membantuku dan penampilanku menjadi sangat-sangat sempurna layaknya peri dari neverland.
Suara ketukan lalu terdengar. Pintu ganda kamar Clara terbuka dan menampilkan Leopold Duncan dengan penampilan sempurna yang dibalut dengan jas berwarna hitam sesuai dengan rambutnya. Di dadanya terpasang berbagai jenis pita penghargaan dan juga sesuatu yang menunjukkan pangkatnya sebagai Jenderal Kerajaan Alvarez.
"Selamat malam, My Lord." Aku menyapa terlebih dahulu karena Duncan diam ketika melihatku. Dia pasti sedang terguncang dan tercengang karena tunangannya yang tidak dia pedulikan bisa tampil semenawan ini.
"Malam, My Lady." Duncan menjawab setelah jeda beberapa detik yang membuat para pelayan terkikik. Aku memutar bola mata malas karena mereka pasti berpikir bahwa pria yang tidak punya sedikit pun rasa kepada Clara akan jatuh hati denganku.
"Apakah kau yang akan menemaniku hari ini?" Tanyaku langsung. Bukan bualan semata mengenai Duncan yang mengabaikan Clara. Karena itulah sebisa mungkin Clara hadir di pesta atau pertemuan para bangsawan bersama dengan Arthur. Dengan tiara yang dia berikan hari ini, itu sebuah pertanda jika dialah yang menjadi partnerku. Jika begitu, maka Arthur harus datang sendirian ke pesta kali ini.
"Sebuah kehormatan untukku."
Duncan memasang posisi lengannya untuk kurangkul yang mana tidak bisa kuabaikan. Kami lalu beriringan hingga sampai di selasar di mana kereta kuda keluarga Duncan sudah menunggu.
Aku berbalik karena merasa sedang diawasi dan benar saja, begitu aku mendongak, aku melihat Valerie dan Arthur sedang melihat ke arahku dari Jendela yang terbuka. Arthur menggunakan jas yang pas dengan tubuhnya yang sedang berkembang dari seorang remaja menuju pria dewasa. Dan disebelahnya, aku melihat Valerie menggunakan gaun berwarna pink yang dia beli tempo lalu dari butik Madam Pierre. Apakah Valerie akan datang ke pesta hari ini?
Aku akhirnya melambaikan tangan ke arah mereka sebelum naik ke kereta kuda dan memulai malam yang pasti akan sangat panjang ini.
Orang tua Clara datang dengan kereta yang berbeda. Bersama dengan Arthur tentunya. Jika mengikuti alur di game Cherry Blossom, maka akan ada penyerangan di malam ini ketika Valerie mengunjungi festival rakyat.
Seharusnya aku bersama dengan Valerie dan aku akan membantunya mengatasi bencana yang terjadi. Setelah kupikir lagi, aku masih tidak tahu apakah alur cerita yang telah kurusak akan berjalan sebagaimana mestinya.
"Apa kau sedang tidak sehat?"
Aku mengerjap menyadari Duncan yang mencondongkan badannya ke arahku. "Kau ingin aku sakit?"
"Jangan konyol. Kau terlihat pendiam malam ini." Suaranya berat dan tampak tersinggung.
"Bukankah itu lebih baik daripada aku bersuara dan berakhir dengan adu mulut?"
"Bagaimana jika kita menyebutnya sebagai percakapan?"
"Jika itu yang kau inginkan, My Lord."
Kami diam untuk beberapa detik karena hanya beradu tatapan yang mana akhirnya menjadi kekalahanku. Jika saja Duncan tidak menyebalkan, aku akan berani mengakui bahwa dia memang benar-benar tampan. Penampilannya sempurna dan parasnya memang adalah tipe ideal dari Renata Indra.
Kemudian, ketika aku melihat bibirnya, ingatan mengenai benda kenyal dan hangat itu membuat wajahku terasa panas. Ciuman pertama Clara dan juga Renata Indra yang dicuri oleh Duncan terbayang dan membuatku malu.
"Kau yakin tidak sedang sakit?" Tangan hangat Duncan menyentuh keningku. "Wajahmu memerah."
Saat ini, aku sangat yakin bahwa wajahku akan semakin memerah. "Aku baik-baik saja." Kataku dengan suara mencicit. Aku mundur dan mengalihkan pandanganku. Membuka jendela kereta kuda agar debaran di dalam dadaku dan udara segar memenuhi indra penciumanku.
Aku sedikit melirik ke arah Duncan yang terlihat khawatir dengan rahang mengeras. "Ji-jika aku sakit, aku akan memberitahumu." Kataku lagi.
Dia mengangguk kecil. "Seharusnya kau tidak akan sakit untuk beberapa lama?"
"Huh?"
"Tiara yang kau pakai terbuat dari batu sihir. Bibiku sudah memberikan pemberkatan di dalamnya."
Aku mengerjap. Aku memang merasa tubuhnya lebih ringan ketika menggunkannya. Angin malam yang dingin bahkan tidak mengangguku meskipun aku menggunakan gaun tanpa jubah penutup.
"Maksudmu, yang kugunakan adalah mana stone?"
Duncan menggeleng. "Hampir mirip. Yang kau gunakan saat ini adalah wadah yang bisa diisi sihir dan berkat saintess. Kau terlalu kuat untuk membutuhkan sihir, tetapi sayangnya kau sering sekali jatuh sakit."
Bibirku menipis karena menahan diri untuk tidak membantahnya. Lagi pula, aku mendengar nada suaranya yang terdengar prihatin alih-alih mengejek seperti biasa. Selama aku berperan sebagai Clara, memang sudah dua kali mengalami sakit yaitu ketika di awal aku memasuki raga Clara, dan yang kedua adalah ketika aku berada di kediaman kakekku.
"Terima kasih." Ucapku pada akhirnya. "Tiara yang kau berikan sangat cantik. Aku menyukainya." Aku tersenyum tulus. Berharap Duncan tidak membalas ucapan terima kasihku dengan kata-kata yang nantinya membuatku menyesal.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Villainous Woman
خيال (فانتازيا)Masuk ke dalam game otome yang aku mainkan?! Kau pasti bercanda! Tidak masalah jika aku menjadi pemeran utama, tapi yang benar saja! Menjadi tokoh jahat yang terancam mati di usia 20 tahun bukan keinginanku! ***