Bab 18

7K 1.2K 25
                                    

"Aku tidak menyangka bahwa kau mengenal Maximus." Mata sang saintess menyipit lucu. Setengah menggoda dan setengahnya lagi terlihat heran. "Meski jika ada hal luar biasa yang terjadi kepadamu, seharusnya aku tidak perlu merasa heran."

Magrieta duduk dengan anggun. Tanpa polesan make up manapun, aku bisa melihat cahaya yang mengelilingi wajahnya.

"Beliau adalah sahabat adik saya. Dan kebetulan umur kami tidak terlalu berbeda jauh meski saya lebih tua darinya."

"Itu hanya beberapa bulan, Clara." Bantah Maximus cepat. "Di akhir tahun aku sudah berusia delapan belas dan sudah bisa dianggap dewasa."

"Ya. Dan aku sudah dewasa sejak satu tahun tiga bulan yang lalu." Jawabku membuatnya mengerang kesal. "Perbedaan usia kita adalah sembilan bulan. Ketika aku sudah terlahir, kau bahkan mungkin baru direncanakan untuk dilahirkan."

"Kau tidak akan membiarkanku memenangkan perdebatan ini, kan?"

Aku mengendikkan bahu sembari menahan tawa. "Aku mungkin berubah pikiran jika kau memanggilku kakak."

"Tidak akan pernah, dear Clara." Jawab Maximus meniru bagaimana Duncan memanggilku.

"Baiklah anak-anak. Karena aku sudah berada di sini, berhentilah menyombongkan usia kalian karena jelas akulah pemenangnya."

Aku dan Maximus mengerang kesal sebelum kami tertawa. Pagi itu ajaibnya terasa hangat walau angin musim gugur yang dingin telah datang dan membuatku menggigil. 

"Aku harus memulai dari Maximus sebelum aku bisa berbicara denganmu Clara. Kau tidak apa-apa jika menunggu berapa waktu lagi?" 

Aku mengangguk patuh. Melihat sang saintess bangkit yang diikuti oleh Maximus. "Ini tidak akan lama sehingga membuatmu bosan, Clara." Maximus lalu mengulas senyum tipis sebelum mereka akhirnya menghilang di balik pintu yang berada di sisi lain ruangan Magrieta. 

Cahaya hangat muncul dari bagian bawah pintu tidak lama kemudian. Aku mengenal auranya seperti sihir pemberkatan yang dulu pernah sang saintess berikan kepada Clara ketika sihirnya mulai bekerja. Dan, mengapa Maximus harus diberikan hal itu lagi?

Aku mengusir rasa penasaranku. Lebih memilih untuk melihat koleksi buku di perpustakaan sang saintess dan menemukan silsilah keluarga kerajaan Alvarez. Meski aku sudah mengetahuinya dari ingatan Clara dan juga game yang kumainkan, tetapi tanganku menarik buku dengan sampul berwarna merah dengan kain beludru yang mewah itu.

Raja pertama adalah Edmund de Alvarez yang merupakan penyihir empat element yang hebat dan seorang yang membangun kerajaan ini. Hingga generasi raja ketiga, semuanya dipimpin oleh seorang penyihir empat elemen dengan kekuatan terkuat adalah elemen api.

Aku mengenyitkan kening karena informasi yang kudapatkan tidaklah begitu. Di dalam game, keturunan raja hanya dijelaskan bahwa mereka adalah pengguna sihir api. 

Namun jika buku yang kubaca benar, maka tidak ada masalah jika Maximus, saat ini adalah seorang dengan bakat sihir tanah. Karena nantinya dia akan menjadi seorang mage atau penyihir empat elemen.

Aku lalu segera menggulir tanganku sehingga buku itu terbuka di silsilah raja saat ini. Carlos Alvarez, atau Carlos Phantom de Alvarez adalah raja saat ini dengan pangeran mahkota bernama Theodore Phantom de Alvarez. Yah, dia adalah salah satu hero yang akan ditakhlukan oleh Valerie dan kuharap aku tidak perlu berhubungan dengannya. 

Aku lalu membalik halaman berikutnya tentang raja sebelumnya dan membuatku terpekur. Sebuah fakta lain yang tidak ada di dalam game maupun ingatan Clara tiba-tiba menyerbuku.

Tertulis di buku ini bahwa raja sebelumnya bernama Randall Laurent de Alvarez yang memiliki seorang putra bernama Maximus Laurent de Alvarez. Tertulis bahwa ratu sebelumnya meninggal karena sakit setelah beliau melahirkan Maximus. Dan tiga tahun setelahnya, Raja Randall meninggal karena sakit. Kemudian, yang menjadi raja saat ini adalah adik dari sang raja. Untuk berapa lama, status putra mahkota dipegang oleh Maximus sebelum bakat sihirnya muncul dan membuat para tetua mengalihkan posisi tersebut kepada Theodore. 

Dengan kata lain, karena Maximus adalah seorang dengan sihir tanah, membuatnya harus melepaskan posisi putra mahkota dan kemudian menjadi seorang Archduke Converty. Lalu, bagaimana jika mage saat ini meninggal dan akhirnya Maximus bisa mengendalikan penuh sihir empat elemen dan menjadi mage?

***


Sang Saintess keluar satu jam setelahnya tanpa Maximus di belakangnya. Wajahnya terlihat lelah meski senyum masih menghiasi wajahnya. "Dia perlu berisitahat setelah pemberkatan itu." Ujarnya ringan.

"Saya rasa, Anda tidak perlu menjelaskan hal itu Yang Mulia."

"Tolong panggil aku Maggie. Max pasti sudah mengatakannya bukan?"

Aku mengangguk patuh. Meski saat ini pikiranku penuh dengan masa depan yang mungkin terjadi. Game Cherry Blossom hanya berakhir setelah Valerie menakhlukan para hero. Pun keadaan politik atau lain sebagainya tidak dijelaskan secara rinci membuatku bingung.

"Maggie..." Aku memanggil namanya dan ingin bertanya yang mana malah membuat mulutku kelu. "Kau tahu siapa saya, bukan?" bisikku pada akhirnya.

Maggie menarik napas panjang sebelum mengeluarkannya perlahan. "Kau adalah Clara Evolet."

"Ya dan tidak."

Maggie lalu mengulurkan tangannya dan aku melakukan hal yang sama. Tangannya yang lembut lalu menyentuhku dan dia memejamkan mata sembari berbicara, "Aku memang melihat ada dua cahaya di dalam jiwamu sebelumnya. Dan kau tahu apa yang ajaib?" tanyanya lagi. Dia lalu membuka matanya dan terlihatlah netra jernihnya. "Cahaya-cahaya itu mulai membaur dan menjadi satu. Bahkan sekarang aku kesulitan untuk melihat cahayamu."

"A-apa maksudmu?"

"Clara..."

"Anda tahu bahwa saya bukan Clara."

"Lalu, di mana dia saat ini?"

"Itu yang ingin saya tanyakan pada Anda. Karena itulah saya menemui Anda saat ini."

Sang saintess terlihat menarik napas lagi. "Kalau begitu, apakah kau bisa mengingat masa kecilmu?"

"Yang mana? Masa kecil Clara Evolet yang pemurung atau masa laluku yang sesungguhnya?"

"Bagaimana jika keduanya?"

Aku tidak yakin untuk menjawabnya. Aku lalu memejamkan mata dan melihat ingatan-ingatan Clara dan ingatan-ingatan Renata Indra. Semuanya terlihat sangat jelas seolah aku melihat film di bioskop dengan aku yang menjadi pemainnya. 

"Saya melihat keduanya." Aku berkata dengan ngeri.

"Karena kau adalah Clara Evolet." Jelasnya dengan sabar.

Aku gelagapan. "Saya... Saya... bukan." Aku terdiam. "Saya ingat jelas bahwa saat itu saya sedang berada di ruangan kerjaku sebelum terhisap masuk dan kemudian berada di sini. Itu tidak masuk akal. Bahkan jika saya mati dan bereinkarnasi, mengapa kesadaranku membawaku ke usia ini?" Aku mulai berteori. 

"Anakku," Sang saintess masih mengenggam tanganku. "Jika kau sangat penasaran, ada satu orang yang bisa membantumu."

Aku mendongak. Mungkin terlihat jelas bahwa aku sangat berharap karena sang saintess lalu mengucapkan sebuah nama yang kutahu di mana bisa menemukannya.

***

Secret of Villainous WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang