"Selamat pagi..." Mentari menyapa ayah dan ibunya yang sudah lebih dulu berada di ruang makan.
"Selamat pagi Mentari-nya ibu dan ayah. Semoga hari kamu secerah mentari pagi ini." sahut Irma seraya menyendok kan nasi goreng ke dalam piring Mentari.
"Terima kasih ibuku yang cantik."
Ahmad, sang ayah hanya bisa tersenyum melihat istri dan putrinya itu.
"Irfan belum bangun Bu?" tanya Ahmad.
"Belum yah."
"Haduh... Gimana mau maju, jam segini masih tidur. Pasti gara-gara main game online." Ahmad menghela nafas. Anak zaman sekarang bukannya sibuk belajar, tapi sibuk main game.
"Hitung-hitung hiburan yah." sela Irfan yang ikut bergabung di meja makan.
"Yang penting nilai sekolah kamu jangan sampai jelek, kasihan dong ayah capek kerja." Mentari menatap adiknya itu dengan cemberut.
"Apaan sih Mbak. Nilai aku tuh selalu bagus, jadi nggak usah ikut ceramah deh." gerutu Irfan.
"Di kasih tahu, malah protes!" celetuk Mentari tak mau kalah.
"Sudah. Ayo sarapan dulu." Irma dengan cepat melerai kedua anaknya.
Mentari dan Irfan pun berhenti berdebat, lalu menikmati sarapan nasi goreng yang sudah disiapkan ibu mereka.
"Aku berangkat kerja dulu ya. Assalamualaikum Ayah dan ibuku yang cantik." Mentari beranjak dari duduknya lalu mencium tangan ayah dan ibunya.
"Hati-hati dijalan ya Nak, jangan ngebut," seru Ahmad.
"Siap boss, paling kecepatan 100 km/ jam." sahut Mentari cengengesan, lalu bersiap lari dari sang ayah .
"Anak nakal." Ahmad tertawa melihat tingkah putrinya.
Mentari keluar dari rumah menuju motornya, bersiap pergi ke tempat kerjanya.
Mentari, gadis umur 20 tahun. Dia lebih memilih bekerja di sebuah butik, disaat teman-temannya sedang menikmati masa kuliah. Padahal setelah lulus SMA ayahnya sudah meminta Mentari untuk mendaftar kuliah, tapi Mentari dengan keras kepala menolak permintaan sang ayah. Mentari tidak ingin menjadi beban orang tuanya, karena masih ada Irfan yang butuh uang untuk sekolahnya. Ahmad hanya seorang supir, sedangkan Irma hanya bekerja di tempat laundry.
Mentari tiba di tempat kerjanya. Setelah memarkirkan motor, Mentari segera menuju pintu belakang butik.
"Selamat pagi Bu." Mentari menyapa Yanti, yang merupakan pemilik butik tempatnya bekerja.
"Selamat pagi juga Tari. Maaf banget lho, hari ini kamu harus datang pagi-pagi begini. Hari ini ada langganan saya yang mau datang," ucap Bu Yanti. Seharusnya jam kerja Mentari siang nanti, dan pagi ini tugas Vivi yang menjaga butik. Tapi karena langganan Bu Yanti akan datang, jadi Mentari diminta untuk membantu Vivi.
"Nggak apa-apa Bu. Kalau gitu saya bersih- bersih dulu ya Bu." Mentari meletakkan tas-nya kemudian mengambil sapu dan juga alat pel.
"Lumayan dapat tambahan jajan." batin Mentari.
"Hei. Udah datang dari tadi ya?" Vivi menepuk pundak Mentari yang sedang mengepel lantai.
"Iya Mbak."
"Sini, biar aku aja yang ngepel. Kamu rapiin baju-baju aja." Vivi mengambil alih pekerjaan Mentari.
"Siap Mbak." sahut Mentari.
Setelah membersihkan butik, Mentari dan Vivi sudah bersiap menyambut pelanggan VIP Bu Yanti.
"Jeng Naura." Yanti menyapa wanita paruh baya yang baru saja memasuki butiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
15. Choice! (TAMAT)
Romance🔥Mature Content 🔥 ( Sudah terbit di Google Playstore, klik link yang ada di bio ya 👆) Mentari terjebak diantara dua pilihan, mana yang harus dia pilih? Membiarkan ayahnya meninggal perlahan dalam kesakitan atau rela menjadi istri simpanan dari Re...