Bab 10

1.4K 67 31
                                    

Mentari mengangguk pelan, lagi pula dia tidak merasakan sakit lagi pada area sensitifnya, karena tadi sudah berendam di air hangat.

Revan mengecup bibir Mentari dengan lembut, tidak kasar seperti sebelumnya. Kali ini Revan ingin melakukannya dengan lembut dan perlahan. Revan menyentuh pipi Mentari dan mengusapnya,  lalu menyatukan dahi mereka hingga ujung hidung keduanya saling bersentuhan.

"Maafkan aku karena sudah membawa kamu ke dalam kehidupan ku," ucap Revan pelan sekali seolah sedang berbisik.

"Ini mungkin sudah takdir." sahut Mentari. Sekarang dia sudah pasrah dengan hidupnya, semua ini terjadi pasti karena campur tangan Tuhan. Tidak akan ada yang dia sesali, berkat Revan juga dia bisa menyelamatkan ayahnya.

Mendengar jawaban Mentari, membuat Revan mengutuk dirinya sendiri karena begitu beruntung bisa mendapatkan istri seperti Mentari. Mentari cantik dan menawan, dan yang penting juga masih perawan. Sementara dirinya? Dia bukan perjaka apalagi duda, dia seorang suami yang mengorbankan kesucian rumah tangganya hanya untuk mendapatkan garis keturunan Airlangga.

"Aku akan adil kepada kalian berdua." batin Revan, dia sudah memikirkannya dengan penuh pertimbangan. Dia tidak akan melepaskan Lili ataupun Mentari.

Revan mencium lagi bibir Mentari, melumatnya dengan intens. Tangannya memeluk pinggang Mentari yang berada diatasnya. Mentari bisa merasakan bukti gairah Revan yang sudah mengeras.

"Sakit." Revan menggerutu saat kejantanannya ditindih tubuh Mentari.

"Upsss..." Mentari terkekeh lalu berusaha mengganti posisinya ke sebelah Revan. Tapi Revan masih betah memeluk pinggangnya ,hingga dia sama sekali tidak bisa bergerak. Revan lalu berguling, hingga kini posisi Mentari yang berada dibawah.

Revan memberi jarak diantara mereka, lalu membuka semua pakaiannya.

"Padahal kamar ini ada AC, kenapa panas sekali sih." gumam Mentari seraya mengipasi wajahnya.

Revan tersenyum tipis, wajah Mentari benar-benar menggemaskan.

Revan ingin menarik dress Mentari.

"Aku bisa sendiri mas." cegah Mentari dengan malu-malu.

Mentari lalu membuka dress nya, menyisakan bra dan celana dalam saja.

"Itu juga sekalian." perintah Revan.

Mentari membuang rasa malunya, toh Revan juga sudah melihat setiap jengkal tubuhnya. Mentari melepaskan kaitan bra nya, hingga dua gundukan kenyal miliknya menggantung dengan indah. Lalu Mentari menurunkan celana dalamnya dan sekarang tidak tertutup apapun lagi.

Revan mendekat, menangkup wajah Mentari lalu mengecup bibirnya. Mentari membalas ciuman Revan, walaupun tidak ahli setidaknya dia tidak mau disebut patung. Mereka saling melumat, mencecap dan Revan melesakkan lidahnya membelit lidah Mentari. Perlahan tangan Revan naik, menangkup payudara Mentari dan meremasnya, lalu memilih putingnya yang sudah menegang. Bibir Revan turun menjelajahi leher Mentari, mencium setiap jengkal kulitnya.

Mentari memejamkan matanya, merasakan jantungnya berdebar dengan hebat karena sentuhan Revan.

Revan membaringkan tubuh Mentari, mengukung tubuh mungil itu dibawahnya. Kejantanannya yang sudah mengeras sengaja dia gesekan di antara paha Mentari.

"Ungh..." Mentari mendesah pelan.

Bibir Revan sekarang menjelajah payudaranya, menghisap putingnya seperti bayi kecil. Mentari meremas rambut Revan, dan bergerak gelisah karena Revan terus menggodanya dibawah sana.

Bibir Revan turun mengecup perut Mentari, lalu tangannya yang kekar membuka kedua paha Mentari.

"Mau apa?" tanya Mentari saat wajah Revan sudah berada diantara pahanya.

15. Choice! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang