Warning! 21+
Lili dan ibu mertuanya sedang menghabiskan waktu bersama, mereka baru saja shopping dan sekarang sedang berada di salon untuk mempercantik diri.
"Mbak Lili makin cantik aja deh." puji pegawai salon yang berwujud wanita jadi-jadian. Lili dan Naura memang sering datang ke salon ini, dan Revan kadang juga menemani sang istri ke sini jadi sang pemilik dan pegawainya sudah mengenal dirinya.
"Terima kasih." Lili tersenyum ramah menanggapi pujiannya.
"Mama mertuanya juga nggak kalah cantik. Eike jadi iri banget, jiwa perawan eike meronta-ronta minta dibelai sama abang tukang parkir didepan," seru pegawai itu, membuat Lili hampir saja tertawa nyaring. Untunglah dia bisa menahan diri agar tidak tertawa.
"Kalau punya anak, pasti anaknya cakep banget." tambah pegawai itu.
Deg...
Hati Lili terasa perih, pembicaraan tentang bayi selalu membuatnya kehilangan kendali dan rasa sesalnya terhadap masa lalu kembali menghantui pikirannya.
Tanpa sadar Lili mengusap perutnya.
"Bayiku. Maafkan Mama, semua salah mama. Mama sudah membunuh kamu." batin Lili.
Naura diam-diam melirik menantunya. Dia juga sangat mengharapkan Revan dan Lili segera memberi mereka cucu. Apalagi suaminya, beberapa kali sudah membahas tentang penerus Airlangga.
Tapi Naura selalu berpikir positif, mungkin saja Tuhan memang belum mengizinkan mereka memiliki anak. Tidak ada yang tahu rencana Tuhan.
Lili hanya bisa tersenyum canggung, tidak menanggapi pegawai itu.
Setelah dari salon, Lili langsung pulang ke rumah mertuanya itu.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Naura saat mereka sedang duduk di ruang tamu.
Lili menatap mama mertuanya.
"Maksud Mama tentang anak." jelas Naura.
"Aku nggak apa-apa Ma. Aku dan Revan juga sudah berusaha," ucap Lili.
Sebenarnya bukan cuma keluarga Revan yang mendesaknya agar cepat memiliki anak, kedua orangtuanya juga selalu bertanya apa dia sudah hamil atau belum. Kadang Lili hanya bisa tersenyum getir, meratapi nasib buruknya itu. Untunglah sang suami tetap mencintai dirinya, dan tetap bertahan dengan setia di sampingnya. Lili tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya Revan meninggalkan dia. Pasti hidup Lili akan hancur berantakan. Bagi Lili, hidup berdua saja bersama Revan sudah cukup.
"Jangan terlalu dipikirkan. Kalian masih muda, suatu saat kalian akan memiliki bayi-bayi yang lucu." timpal Naura dengan senyum hangat.
"Iya Ma."
***
Mentari melalui hari-hari dengan bosan, untung saja ada Darsih yang bisa diajak mengobrol.
"Nya, bapak kok jarang pulang?" suatu hari Darsih memberanikan diri bertanya tentang keberadaan Revan.
"Iya Bu. Mas Revan lagi di Turki." jawab Mentari dengan senyum tipis.
"Maafkan dosa aku ya Allah." batin Mentari yang merasa bersalah sudah membohongi Darsih.
Darsih hanya mengangguk saja. Dia menyangka kalau hubungan Mentari dan suaminya tidak baik, karena itu sang suami jarang pulang. Kadang Darsih kasihan melihat Mentari yang tinggal sendirian di rumah sebesar ini. Apa gunanya rumah mewah seperti istana, kalau hidup hanya sendirian. Begitu yang dipikirkan wanita paruh baya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
15. Choice! (TAMAT)
Romance🔥Mature Content 🔥 ( Sudah terbit di Google Playstore, klik link yang ada di bio ya 👆) Mentari terjebak diantara dua pilihan, mana yang harus dia pilih? Membiarkan ayahnya meninggal perlahan dalam kesakitan atau rela menjadi istri simpanan dari Re...