Bab 16

1.3K 66 22
                                    

"Maaf kalau ini sedikit terlambat." Revan meraih tangan Mentari dan mengecup punggung tangan istrinya.

Mentari sendiri masih terkejut dengan sikap manis Revan, dia bahkan tidak pernah berharap Revan akan memakaikan cincin pernikahan untuknya. Mengingat Revan pernah mengatakan bahwa 'jangan pernah mengharapkan cinta darinya'.

Cincin itu sangat cantik, dengan sebuah permata ditengahnya.

Cincin itu sangat cantik, dengan sebuah permata ditengahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa sadar Mentari menitikkan air mata.

"Kenapa kamu menangis?" tanya Revan cemas, dia takut Mentari tidak menyukai cincin itu.

"Kalau kamu tidak menyukainya, kita tukar dengan yang lain. Kamu juga boleh memilih berlian yang paling besar," ucap Revan.

Mentari memukul dada Revan, bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu. Padahal Mentari sedang teharu, bahagia karena Revan ternyata perhatian, dan sedih karena Mentari berpikir apakah dia pantas menerima semua ini? Sementara ada seorang perempuan yang sendirian di kota lain, menunggu suaminya kembali. Dan suaminya ternyata sedang bersama istri simpanannya.

"Terima kasih, Mas." Mentari memeluk Revan dengan perasaan berkecamuk.

Deg...

Revan tiba-tiba merasakan perasaan yang asing, jantungnya berdetak kencang seolah akan meledak. Dia menjadi gugup dan tak mampu mengatakan apapun. Pelukan hangat dari Mentari sudah lebih dari cukup, entah kenapa Revan merasa seperti remaja yang sedang jatuh cinta.

"Besok Mas pulang jam berapa? Biar aku bantuin Bu Darsih buat masak." tanya Mentari.

"Jam lima pagi. Besok ada metting dengan klien jam setengah delapan."

"Mas langsung berangkat ke kantor?" Mentari menatap Revan dengan heran, apa Revan tidak kembali ke rumahnya dulu? Rasanya ingin sekali Mentari bertanya seperti itu, tapi diam lebih baik daripada membuat Revan kesal karena terlalu banyak bertanya.

"Di kantor ada pakaian ganti." jelas Revan seolah bisa menebak isi pikiran istrinya.

"Ehm... Apa Mas nggak kangen sama istri mas?"

"Sedikit. Itu karena lima hari dari tujuh hari aku selalu bersamanya. Sedangkan kamu? Aku bisa gila hanya karena menunggu hari sabtu." gerutu Revan.

"Kalau gitu, mas nggak akan kangen sama aku kalau seandainya kita bertemu terus?" Mentari mengerucutkan bibirnya.

"Kamu memang menggemaskan." Revan tidak tahan untuk mengecup bibir Mentari yang sedang cemberut begitu.

"Boleh aku minta satu hal sama kamu?" tanya Revan sembari mengusap pipi Mentari.

Mentari mengangguk.

"Tolong jangan bicarakan tentang istri pertama aku saat kita sedang berdua. Aku hanya akan semakin merasa bersalah kepadanya." Revan menjeda ucapannya.

15. Choice! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang