Setelah makan malam, Revan sudah naik lebih dulu ke kamar mereka untuk membersihkan diri. Sedangkan Mentari membereskan piring-piring kotor yang ada di meja makan.
"Aku sangat gugup." batin Mentari yang sedang sibuk mencuci piring. Kalau bisa rasanya dia tidak ingin masuk ke kamar, memikirkan apa yang akan terjadi saja membuat gadis itu bergidik ngeri. Apalagi harus mengalaminya, tapi bagaimanapun juga itu sudah kewajibannya sebagai seorang istri.
"Apa aku pura-pura saja ketiduran di sofa?" gumam Mentari, lalu dengan cepat menggeleng. Dia tidak ingin menyulut kemarahan Revan, bisa-bisa pria itu akan menyinggung masalah hutangnya.
Mentari mengambil gelas yang berisi air putih dan membawanya ke kamar. Vitamin yang di berikan dokter kemarin ada di dalam tasnya, jadi dia akan meminumnya dikamar saja.
Mentari menghirup nafas dalam-dalam sebelum membuka pintu.
Ceklek.
Mentari mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, tapi kosong.
"Syukurlah..." batin Mentari saat mengira Revan tidak berada didalam kamar itu.
Ceklek.
Pintu kamar mandi terbuka, membuat Mentari menoleh.
"Astaga..." Mentari langsung berbalik dan pura-pura tidak melihat apapun. Revan melangkah keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang melilit pinggangnya saja.
"Lebih baik aku minum vitamin." gumam Mentari lalu bergegas menuju tas nya yang berada di atas nakas.
Sementara Revan sedang tersenyum miring melihat tingkah Mentari. Gadis itu pasti sedang malu-malu kucing dan saatnya dia beraksi untuk menggoda istri barunya itu.
"Sudah minum vitaminnya?" Revan tiba-tiba berdiri dibelakang Mentari, membuat tubuh gadis itu langsung menegang. Dia bisa mencium aroma sabun yang begitu maskulin dari balik punggungnya, siapa lagi kalau bukan Revan.
Deg.
Mentari menelan salivanya. Dia benar-benar panik saat ini hingga tidak tahu harus berbuat apa. Apa dia harus berbalik? Atau diam mematung saja seperti sekarang?
"Kenapa diam saja?" Tangan Revan mengusap lengannya naik turun.
"Aku sudah minum vitaminnya." jawab Mentari cepat.
"Dan kenapa kamu berbicara tanpa menghadapku? Memangnya tembok itu lebih tampan dari pada aku?" gerutu Revan.
"Bu--bukan begitu Pak."
"Kenapa masih memanggilku bapak? Memangnya aku bapak guru!"
"Lalu aku harus memanggil mu apa?" tanpa sadar Mentari memutar tubuhnya menghadap Revan.
"Ehm... Seharusnya kamu memanggilku mas atau mungkin sayang." kekeh Revan.
"Mas saja," seru Mentari. Sayang? Memangnya dia menyayangi pria ini, kenal saja baru beberapa hari.
"Nah... Kalau begitu bagaimana kalau kita mulai saja."
"Mulai apa?" tanya Mentari seperti orang bodoh.
Kalau saja Revan tidak membutuhkan gadis yang ada di hadapannya ini, mungkin dia akan memarahi Mentari sejadi-jadinya.
"Kamu lucu sekali. Membuatku semakin gemas saja." Revan menangkup wajah Mentari dan menggoyangnya ke kiri dan ke kanan.
"Apa-apaan sih! Apa dia pikir wajahku ini buku? pake acara di bolak-balik." gerutu Mentari di dalam hati.
"Jadi apa kamu sudah siap?" Kali ini Revan menatap Mentari dengan serius, sudah cukup bermain tarik ulur nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
15. Choice! (TAMAT)
Romance🔥Mature Content 🔥 ( Sudah terbit di Google Playstore, klik link yang ada di bio ya 👆) Mentari terjebak diantara dua pilihan, mana yang harus dia pilih? Membiarkan ayahnya meninggal perlahan dalam kesakitan atau rela menjadi istri simpanan dari Re...