Sorry for typo(s)
Kata banyak orang, bersabar itu dibayar yaitu dengan hasil yang memuaskan ataupun telah diinginkan. Kalau rajin, pasti juga mendapat sebuah hadiah. Seperti yang dilakukan oleh Jaemin, bertahun-tahun menjadi pasien rumah sakit dan harus menjalani home schooling karena ingin merasakan kegiatan sekolah seperti anak-anak lain. Dan Yuta, yang begitu menyayangi sang buah hati menuruti permintaannya — tetapi, bukankah itu hak bagi putra dan kewajiban sebagai orang tua?
Selama satu bulan, ia memberikan ide di rumah sakit untuk menyewa salah satu ruangan yang kemudian disulap menjadi ruang belajar dan bermain bagi pasien anak kecil di sana. Tentu saja disambut oleh para orang tua pasien dan bahkan bersedia menyumbang sedikit dari uang mereka. Namun, Yuta hanya meminta satu hal yang mungkin akan jauh cepat dikabulkan oleh banyak orang.
"Kita berdoa saja untuk kesembuhan anak-anak kita, supaya bisa menikmati sekolah dengan sehat dan bertemu teman-teman baru."
Jika ditarik ke beberapa tahun sebelumnya bahkan Jaemin yang baru berumur dua tahun, sosok Yuta merupakan pribadi yang tegas dan pekerja keras. Untuk bermain dengan sang buah hati, bisa dihitung saat hari libur saja. Si kecil tidak tahu, setiap kali ibunya membentak lelaki itu justru adalah tindakan yang sebenarnya buruk.
Hanya ingatan samar yang ditangkap oleh Jaemin, tetapi suatu hari ibunya tidak pulang. Kemudian tiba-tiba, Kakek dan Nenek dari Jepang pulang dan tinggal bersama untuk menemani si kecil. Yang terakhir, ketika ia sakit dan mendapat alat aneh pada dada mungilnya, sang Ayah berubah drastis.
Selalu pulang tepat waktu, Jaemin ingat ketika ia terjatuh di rumah serta mendapat lebam di tubuhnya dan menginginkan pelukan sang Ayah, lelaki yang akan bertugas ke luar kota itu segera membatalkan semua pertemuan. Ia sakit, tetapi juga bahagia melihat wajah beliau yang selalu menemaninya.
Masa-masa sulit itu telah terlewati dengan tangis dan kesakitan.
Usia Jaemin tujuh tahun saat Kun memberikan kabar bahwa kanker tersebut sudah bersih dari tubuhnya. Kehidupan normal dijalani oleh putra Nakamoto Yuta tersebut, tetapi tetap diberi peringatan supaya menjaga kesehatan, pola makan dan segala kegiatannya.
***
Kaki yang memakai sepatu sekolah itu bergerak mengikuti irama musik yang terdengar dari earphone, membungkam semua suara yang ada di depan termasuk klakson bus telah berhenti di halte. Dilihat dari nomor, bukan itu yang harus dinaikinya. Sampai kemudian menunggu giliran lima menit setelahnya, ia melihat bus yang dinantikan telah datang. Hanya ada tiga orang yang memakai seragam sama, mereka naik.
Maniknya menangkap seseorang yang melambaikan tangan, dengan langkah santai ia menghampiri sosok yang duduk di bangku paling belakang.
"Jaeminie!" panggilnya.
"Ih, begadang lagi ya?" tegur Jaemin seraya duduk di samping temannya tersebut.
"Suutt!" desis orang itu yang langsung melipat jaketnya kemudian menempelkannya pada bahu Nakamoto muda dan menyandarkan kepala di sana, "Jangan ditinggal, awas!"
Bola mata Jaemin berputar menanggapi ancaman tidak berkekuatan tersebut, ia menyamankan posisi supaya temannya bisa terlelap. Maniknya menoleh pada luar jendela dan melihat pemandangan di sana. Mimpi anak itu menjadi seorang siswa telah terwujud, meskipun sang ayah selalu mengomel setiap pagi untuk memaksa naik mobil bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amata✓
Fanfiction"Mati itu pasti, Jaemin." "Kalau aku belum siap?" "Maka berjuanglah untuk hidup." ©piyelur, 2021