A.2

6.3K 928 197
                                    


Sorry for typo(s)





Selain dengan ketiga sahabatnya, Jaemin juga memiliki pengagum rahasia — itu hanya istilah dari Haechan saja karena setiap pagi di meja pemuda berdarah Jepang Korea itu mendapat sebuah bekal makanan tanpa surat. Namun, mereka tahu siapa pengirimnya. Dibela-belakan berangkat pagi buta supaya tidak ada yang melihat siapa yang masuk ke kelas tersebut.


Mungkin, Jaemin dikenal sebagai pribadi yang menyenangkan dan ramah tetapi tidak berlaku bagi pengirim bekal makanan itu. Bukan benci atau tidak suka, justru pemuda Nakamoto itu lebih memilih tidak peduli. Setiap kali mendapat, selalu diberikan pada ketiga sahabatnya.



"Si anak ayam tidur jam berapa, ya? Pagi-pagi sekali sudah datang dan meletakkan bekal ini, pasti bersengkokol dengan satpam sekolah," tebak Haechan sembari memakan sushi dari bekal yang merupakan buatan rumah itu.


Jeno berdecak sembari ikut mencomot makanan tersebut, "Bagaimana kau bisa mengatakan dia anak ayam? Ayah ayam jika dibandingkan dengan dia saja hanya sebatas mata kaki," selorohnya.




Obrolan mereka membuat Renjun tertawa, ia menoleh pada Jaemin yang sudah berjalan keluar kelas dan berdiri di ambang pintu. Gedung sekolah mereka tidak bertingkat, tetapi begitu luas dengan fasilitas yang cukup lengkap. Termasuk lapangan basket outdoor di depan kelas.




Langkah pemuda Huang mungkin terdengar, tetapi Jaemin memilih untuk diam tanpa menoleh ke samping. Keduanya melihat para adik maupun kakak kelas yang sedang bermain basket saat istirahat dimulai. Beberapa siswi bersorak menyemangati dan mengagumi ketampanan mereka.




"Bilang terima kasih itu tidak sulit," ujar Renjun seraya menyilangkan kedua tangan di depan dada, "Oh, rasa gengsi pasti ya?"



Seulas senyum terukir di bibir Jaemin, ia tahu betul sindiran tersebut ditujukan padanya. Sorot mata anak itu hanya tertuju pada satu orang yang sedang bermain, tertawa bersama teman satu tim karena berhasil memberikan poin.



"Kenapa dia tidak menjadi peran antagonis saja, ya? Supaya aku juga lebih nyaman untuk tidak peduli dengannya," lirih si muda Nakamoto.



Tatapan heran dilayangkan Renjun di sana, ia tertawa sarkas mendengar pernyataan tak masuk akal tersebut dari bibir sahabatnya. Banyak orang yang tidak tahu, sifat aneh yang dimiliki oleh Jaemin. Ketika suatu keputusan yang sederhana bisa diambil, justru anak itu memilih jalan lain. Seperti sekarang, bukan membenci tetapi tidak peduli pada seseorang yang sama sekali tidak tahu apa-apa.



Maniknya tertuju pada sosok adik kelas laki-laki jangkung itu. Ketika berhenti bermain, ia menoleh ke arah kelas Jaemin. Bisa Renjun lihat bagaimana anak itu menyunggingkan senyum lebar, mata berbinar senang dan dengan percaya diri melambaikan tangan ke arah sini. Namun, Jaemin justru berbalik memasuki kelas.




Raut wajah adik kelas itu tampak murung, tetapi segera ditepis dengan senyuman ketika melihat Renjun masih mengamatinya dan dengan langkah gontai ia keluar dari arena lapang.




Percuma saja menegur sahabatnya, Jaemin akan selalu menjadi keras kepala jika bersangkutan dengan anak tadi.




***



Berbicara tentang adik kelas — si pengagum rahasia Jaemin tersebut sudah dimulai sejak awal tahun ajaran baru siswa kelas sepuluh. Si jangkung dengan wajah rupawan itu memiliki pesona yang luar biasa, digandrungi oleh beberapa siswi maupun menjadi target oleh kakak kelas untuk ditarik ke dalam beberapa club sekolah.



Amata✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang