A.16

6.1K 756 174
                                    



Sorry for typo(s)





Baru rasanya mata itu terpejam, tubuhnya kaku untuk digerakkan dan ukuran kasur tipis yang menjadi alas tidur terasa tidak nyaman semalaman ini. Sinar matahari dari jendela yang dibuka tipis membuat sosok pemuda dalam ruangan itu melenguh. Yang terdengar hanyalah suara detik jam dinding, ada meja kecil yang berada di dekatnya terdapat bungkus makanan. Tangan yang bersembunyi di balik selimut itu terulur untuk mengambil sticky note yang ditempelkan pada gelas berisikan susu panas.



'Jangan melewatkan sarapanmu,' tulisan khas dokter yang mana adalah Papanya sendiri, masih bisa dibaca.


Dengan malas, Sungchan merubah posisinya menjadi duduk. Kedua tangan terangkat ke atas untuk menggeliat. Surainya diacak karena menutupi pandangan, mungkin setelah kakaknya keluar dari rumah sakit, ia akan meminta ditemani untuk potong ke barbershop.



Perutnya berbunyi saat ia mengambil sumpit, hidangannya adalah nasi dengan olahan daging (bulgogi) yang ternyata masih hangat. Mungkin, belum lama Papanya meletakkan di sini. Tanpa berlama-lama, Sungchan melahap makanan tersebut. Sesekali juga melirik pada jam dinding, masih ada satu jam untuk waktu jenguk akan dibuka.



Setelah puas menghabiskan dan mengisi energi, Sungchan beranjak dari posisinya untuk membersihkan diri ke toilet. Untuk hari ini, ia harus tersenyum. Tidak mau menampilkan kesedihan di depan sang kakak.



Dengan senyum lebar di depan cermin, Sungchan meyakinkan diri bahwa hari ini jangan ada air mata yang jatuh lagi. Meskipun jemarinya mencengkeram dada yang berdetak tak nyaman setiap detik.




**



Langkahnya pelan menyusuri lorong rumah sakit, sesekali menyapa perawat dan dokter yang telah mengenalnya sebagai putra dari Jung Jaehyun. Senyum anak itu terbit ketika nomor kamar sang kakak yang sudah kelihatan.



Ketika maniknya melirik ke dalam ruangan melalui jendela, senyum Sungchan hilang digantikan dengan ekspresi melongo. Segera ia berlari memasuki kamar yang sudah kosong. Pemuda itu membuka lemari pakaian dan tak menemukan apapun di sana.



Tangannya terangkat meremas surai sendiri dengan sorot mata ketakutan, ia menggelengkan kepala sembari bergumam, "Tenang, tenang, mu-mungkin, mung-mungkin Nana Hyung su-sudah pulang?" tetapi hatinya tak bisa berbohong.



Anak itu berbalik kemudian keluar dari ruangan, kakinya bergerak dengan langkah lebar untuk mencari sang Papa. Tak peduli bahwa ekspresinya seperti orang tak waras.




"PAPA!" panggilnya ketika melihat beliau berada di lorong seberang.




Karena keadaan rumah sakit yang sudah ramai, teriakan Sungchan teredam di sana apalagi pengumuman panggilan untuk dokter. Tak menunggu terlalu lama, ia berjalan menerobos taman rumah sakit, melewati beberapa pasien lansia yang sedang memanfaatkan sinar matahari.




Langkahnya terhenti ketika melihat papan nama yang bertuliskan ruang ICU dari kejauhan. Sungchan melihat bagaimana Yuta yang terduduk di lantai dengan pandangan kosong kemudian Jaehyun yang menyadari kehadirannya. Beliau berjalan mendekat dan membawa tubuh putranya menjauh dari sana.




"Papa... Nana Hyung kenapa? Mengapa dia di ruangan itu? Papa!" tanyanya bertubi-tubi seraya memberontak ketika diajak pergi, "Aku ingin melihatnya, boleh ya? Papa... Kenapa Ayah Yuta? Papa kenapa —

— Sungchan!"




Ayah dan anak itu saling menatap, Jaehyun menghela napas panjang. Ia mendudukkan putranya pada bangku di sana, bersimpuh di hadapan Sungchan dengan tatapan yang lebih tenang. Lelaki itu mengusap lengan sang buah hati yang sedang dilanda oleh rasa kekhawatiran.



Amata✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang