Sorry for typo(s)
Genap dua malam, Jaemin seakan tidak benar-benar memejamkan mata dengan nyenyak. Pandangannya hanya mengedar pada kamar Sungchan yang ditempati sedangkan pemuda Jung itu tidur di kamar ayahnya. Tadi setelah makan malam, ia mendapat pesan dari Yuta yang masih menghadiri pertemuan dengan kolega.
Tubuhnya terlonjak ketika mendengar pintu terbuka, Jaemin melirik dan melihat sosok Jaehyun berdiri di sana dengan kedua alis terangkat karena terkejut, "Papa kira sudah tidur," ujar beliau sembari berjalan masuk.
Anak itu duduk dengan senyum tipis sembari menggelengkan kepala. Bukan sekali ini saja Jaemin memergoki lelaki itu mengeceknya setiap kali menginap, tetapi sering kali ia pura-pura terlelap. Jas putih itu didekap searah dengan tas kerjanya kemudian duduk di atas ranjang. Jaehyun memamerkan lesung pipinya di sana sembari memijat pelan kaki pemuda Nakamoto yang telah diselimuti.
"Tidur, besok masih sekolah. Atau Papa buatkan minuman hangat? Dingin ya?"
Yang muda menggelengkan kepala, menahan lengan beliau yang sudah hampir berdiri, "Papa istirahat saja, tadi aku hanya mencari posisi yang nyaman," jawab Jaemin dengan kekehan.
Beliau tersenyum, Jaehyun berdiri dengan tangan terulur mengusak surai anak itu tetapi keningnya berkerut ketika merasakan sensasi hangat di sana. Jaemin yang menyadari sikap itu kemudian merubah posisinya menjadi tidur kembali dengan senyum yang canggung. Selimutnya ditarik sampai pada leher.
"Selamat malam, Papa. Selamat istirahat," katanya lembut kemudian memejamkan mata.
Beberapa saat, Jaemin tidak mendengar langkah sepatu. Jemarinya bergerak dibalik selimut karena gugup, tetapi ia berusaha menenangkannya dengan dengkuran pelan yang dibuat. Barulah, anak itu mendengar diikuti dengan decitan pintu tertutup.
Daftar kebohongan yang tak sengaja ia buat telah bertambah, Jaemin hanya belum siap menerima kenyataan.
***
Jaemin selalu heran, mengapa ada orang yang bangun pagi bisa tersenyum dan menyambut orang-orang dengan raut wajah gembira? Ia melihat setiap kali Sungchan melakukan hal tersebut. Anak itu bahkan juga menyiapkan seragam sekolahnya di atas ranjang. Untuk beberapa saat, pemuda manis itu terpaku di sana kemudian senyuman tipis terukir dengan gelengan kepala heran.
Setelah itu, ia keluar dari kamar dan menemukan pasangan ayah dan anak itu sudah sibuk di meja makan. Sebelum mendekat, Jaemin memperhatikan sejenak mereka di balik dinding.
"Nana Hyung alergi susu ya, Pa? Kalau seandainya minum, bagaimana, Pa?"
"Biasanya perut kembung, sakit atau mungkin bisa diare. Bisa didiagnosis sendiri itu," jelas Jaehyun masih sibuk dengan wajan di atas kompornya.
Kening Sungchan berkerut, ia duduk di kursi dengan tatapan bingung, "Bisa sembuh?"
"Tingkat keparahan lactose intolerant berbeda-beda, Nak. Kalau ingin merawat diri, ya harus menghindari susu. Bisa juga ditambah dengan suplemen diet," pria itu berbalik menuangkan, "Kecap asin atau saus pedas?" tanyanya pada sang buah hati.
"Dua-duanya," sahut Sungchan dengan senyuman lebarnya.
Dari kejauhan, Jaemin tersenyum dengan lebarnya. Sikap perhatian kecil tersebut membuat hatinya tersentil dan ia malu atas perlakuan terhadap Sungchan selama ini. Jahat dan bodoh, pemuda itu selalu melabeli dirinya dengan dua kata tersebut — saat kecil dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amata✓
Fanfiction"Mati itu pasti, Jaemin." "Kalau aku belum siap?" "Maka berjuanglah untuk hidup." ©piyelur, 2021