[Flashback]
Sorry for typo(s)
Satu bulan setelah dinyatakan sembuh, Yuta mendapat sebuah pertanyaan dari putranya tentang sang ibu. Berulang kali ia mengelak dengan berbagai alasan, takut akan memengaruhi kesehatan Jaemin. Namun, wajah murung yang selalu ditampilkan serta ucapan merindukan sosok yang melahirkannya membuat lelaki Jepang itu merasa bersalah. Apakah tindakannya benar atau tidak? Ia hanya ingin buah hatinya selalu sehat.
Tepat dua tahun peringatan, Yuta membuka rahasia tersebut. Sebelum tidur, ia selalu menemani putranya. Dengan sebagian tubuh dipeluk, Jaemin menyandarkan kepala di dada sang ayah dengan nyaman. Jemari beliau mengusap pelan surai hitam tipis tersebut.
"Jaemin?"
"Ya, Ayah?"
Kening Yuta berkerut, menunduk untuk menatap sang putra yang memainkan jemari di dadanya, "Kenapa belum tidur?"
Bibir anak itu mengerucut,"Perut Ayah berisiiik! Makan, Ayah!" omelnya sembari mendongakkan kepala.
"Memang bisa didengar, ya?" tanya Yuta dengan ekspresi polos.
"Ih, Jaem tidak tuli!"
Lelaki itu tertawa kecil, semakin mengeratkan pelukan pada putranya sembari menaikkan selimut di sana. Momen mereka hangat, tetapi ada kekosongan dalam diri masing-masing yang tidak bisa dijelaskan secara langsung. Seperti saat manik Jaemin menangkap foto sang ibu yang tersenyum di atas nakas.
Tangan pendek itu terulur untuk mengambil, ikut didekapnya dalam pelukan mereka. Hati kecil Yuta berdesir melihat tindakan tersebut.
"Ibu suka sekali ya rumah barunya, Yah? Apa tidak rindu Jaem?"
Kecupan mendarat pada puncak kepala si kecil, Yuta ikut memegang bingkai kecil itu di sana. Mereka menatap wanita yang sempat menghiasi rumah besar tersebut. Dan lagi, lelaki itu semakin merasakan rasa bersalah. Seakan takdir yang terjadi adalah salah dirinya.
"Jaemin, maafkan Ayah, ya?" mulai Yuta di sana yang langsung mendapat tatapan aneh dari sang buah hati.
Si kecil mendongak kembali dengan kedua alis bertaut, "Memang Ayah melakukan dosa?"
Sudut bibir lelaki itu terangkat, tetapi ia menganggukkan kepala, "Dosa Ayah besar sekali," katanya membenarkan.
"Tapi, kata Nenek dulu kalau sudah ada niat meminta maaf pasti dimaafkan oleh Tuhan," sahut Jaemin dengan polos.
Meskipun begitu, tak membuat Yuta menyunggingkan senyum. Raut wajah murung yang ditampilkan sangat tidak disukai oleh Jaemin. Posisi mereka berubah menjadi duduk, lelaki itu menundukkan kepala dalam.
Jaemin kecil menelengkan kepala sampai menyentuh ranjang begitu menggemaskan, "Ih, jangan sedih! Aduh, Ayah nanti tidak cool!" serunya di sana.
Kini, pasangan ayah dan anak itu saling menghadap. Jemari mungil itu digenggam oleh Yuta, beberapa kali menghela napas panjang. Lelaki itu juga tak mau berbohong lebih lama lagi perihal sang mantan istri. Hubungan mereka memang telah berakhir, tetapi masih ada Jaemin yang menjadi bukti tentang pernikahan dan cinta dulu.
Kesalahan akan tetap menjadi kesalahan.
Pada akhirnya, mereka juga telah mengakui masing-masing tanpa melibatkan sang buah hati. Dari darah siapapun itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amata✓
Fanfiction"Mati itu pasti, Jaemin." "Kalau aku belum siap?" "Maka berjuanglah untuk hidup." ©piyelur, 2021