Sorry for typo(s)
Derap langkah sepatu memasuki kamar yang masih gelap, supaya tidak mengganggu alas kaki berwarna hitam itu dilepas di depan pintu begitu saja. Hanya menggunakan kaos kaki hitam polos, kaki itu melangkah untuk menuju pada ranjang yang menjadi tempat terlelapnya putra tersayang. Duduk perlahan di tepi, tangannya terulur mengusap surai hitam itu. Keningnya berkerut ketika merasakan sensasi panas pada tubuh sang buah hati.Lenguhan kecil terdengar, barulah dilihat wajah pucat sang buah hati sembari menarik selimut tebal miliknya. Lelaki itu mengambil remot pendingin ruangan dan mematikannya langsung.
"Jaem? Nak?"
Panggilan pelan itu membuat pemuda Na mengerjap pelan, bibir keringnya mengukir senyum kemudian batuk beberapa kali. Tangan Yuta sigap mengambil gelas air putih yang selalu ia pesan untuk siap sedia di kamar putranya.
Pukul sebelas malam, Yuta baru saja kembali dari dinasnya. Tempat yang pertama kali dituju adalah kamar sang buah hati. Niat lelaki itu juga ingin tidur bersama dengan Jaemin karena kamar miliknya masih ditempati oleh Sungchan. Namun, yang didapati justru putranya sedang demam. Memang seperti ini jika ia pergi, maka dari itu sang ayah tunggal tidak pernah membiarkannya sendirian di rumah.
"Ada yang sakit?"
Jaemin mengganggukkan kepala, "Se-semua," sahutnya lemah.
"Ke rumah sakit, ya? Ayah gendong?"
Namun, anak itu menggelengkan kepala. Jemarinya menyumbul keluar untuk menarik jemari sang ayah ke dalam selimut, "Ti-tidur, pe-peluk," jawabnya.
Seulas senyum terukir, Yuta melepas jas hitamnya kemudian diletakkan di atas meja belajar. Dengan hati-hati ia naik ke atas ranjang. Masih terbungkus selimut, beliau memeluk putranya dengan erat. Usapan halus di surai serta punggung membuat Jaemin terlelap begitu saja, lelaki Jepang itu bisa merasakan deru napas panas yang menyapu dadanya.
Beberapa lama, ia hampir memejamkan mata tetapi terlihat cahaya dari luar masuk karena pintu terbuka. Yuta menoleh dan mendapati pemuda Jung itu masuk dengan raut wajah khawatir, anak itu berjalan dan maniknya fokus pada Jaemin yang sudah mendengkur pelan.
"Nana Hyung kenapa, Yah?"
Beliau menyunggingkan senyum, ia menggelengkan kepala untuk menenangkan sang putra tiri, "Tidak apa-apa, memang seperti ini kalau Ayah tinggal. Sungchan kembali tidur saja, besok harus bangun pagi," ucapnya lembut.
Namun, maniknya tetap tertuju pada Jaemin. Wajah pucatnya terlihat sehingga membuat sosok yang paling muda itu begitu panik, "Tidak ke rumah sakit saja, Yah? Kasihan," anak itu menundukkan kepala dengan bibir mengerucut sedih, "Maaf, Sungchan tidak bisa menjaga Nana Hyung dengan baik, Ayah."
Pemandangan dengan raut wajah sedih pemuda Jung itu membuatnya tergelak, Yuta perlahan turun dari ranjang dan berdiri di hadapan anak itu. Senyumnya terukir lebar serta tulus, kedua tangan beliau terangkat mencengkeram bahu tersebut, "Jangan berpikir seperti itu, imunnya Jaemin memang sudah lemah dari dulu. Sungchan tahu, kan? Tidak apa-apa, besok pasti sudah sehat," jelasnya menenangkan. Jemari beliau naik mengusap surai hitam itu, "Kembali ke kamar, ya? Istirahat juga, sekolah pasti melelahkan."
Meskipun masih terlihat khawatir, Sungchan berjalan mundur untuk keluar dengan raut wajah murung.
Yuta kembali naik ke atas ranjang, mendekap tubuh kurus putranya dan memberi kecupan di puncak kepala Jaemin. Dalam hati, ia bersyukur bahwa begitu banyak yang menyayangi putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amata✓
Fanfiction"Mati itu pasti, Jaemin." "Kalau aku belum siap?" "Maka berjuanglah untuk hidup." ©piyelur, 2021