Dari Jaemin

6K 748 80
                                    



Sorry for typo(s)



Yang menyakitkan ketika kehilangan seseorang dari muka bumi adalah menjalani kehidupan setelahnya. Harus terbiasa tanpa kehadiran sosok tersebut dan mengisi kekosongan hati.



Mereka yang kehilangan berusaha untuk menghentikan tangisan, ada sebuah janji dalam diri masing-masing untuk tidak menjatuhkan air mata. Karena akan menutup senyuman Jaemin selama ia masih hidup.



Seperti pada hari kelulusan sekolah, Renjun, Jeno dan Haechan seakan tidak bersemangat untuk mengabadikan momen dengan berfoto-foto.



"Apa-apaan ini?! Dasar anak muda, penerus bangsa tidak ada semangat sama sekali!"



Ketiga pemuda itu menoleh dan menemukan Chenle sedang membawa kamera, anak itu datang menggunakan pakaian kasualnya seraya menggelengkan kepala melihat ketiga kakak kelasnya yang sudah resmi menjadi alumni.



Tangannya terulur menarik satu persatu mereka yang lebih tua, merapikan seragam yang dikenakan sekaligus medali masing-masing di dada. Dengan latar belakang gedung sekolah yang bertuliskan hari kelulusan, Chenle menggunakan kameranya untuk mengambil gambar sebagai kenang-kenangan.



"Tunggu!"


Keempat pemuda di sana menoleh, Chenle mengangkat kedua alisnya terkejut ketika melihat Sungchan datang. Maniknya melirik pada sesuatu yang dibawanya dengan ukuran yang cukup besar.



Teman satu kelasnya itu mendekat dengan senyum tipis lalu mengulurkan benda tersebut, yang merupakan bingkai foto mendiang kakaknya.



"Mungkin terdengar aneh, tapi maukah kalian berfoto dengan Nana Hyung?" Sungchan mengamati suasana kelulusan di sana, begitu meriah dan penuh dengan rasa haru, "Setidaknya, kita merasa dia ada."



Dengan salah satu tangan memegang kruk, Haechan mengambil bingkai foto tersebut. Bibirnya terangkat kecil ketika melihat sang sahabat sedang tersenyum di sana. Lalu, diikuti Jeno yang membantu untuk memegang karena berada di tengah-tengah. Renjun hanya mengamati lalu ia menoleh pada Chenle, dengan anggukan kecil sebagai tanda siap untuk difoto.



Meskipun raga yang sudah tidak ada, tetapi kenangan mereka masih akan selalu hidup sampai kapanpun.



"Kita berempat, atau tidak sama sekali!" ujar Haechan sebelum Chenle mengabadikan foto mereka.



##

Untuk Haechan, kau hebat! Hebat! Hebat sekali!

Sejak kita pertama bertemu di rumah sakit, aku sudah yakin bahwa kau akan sehat. Eh, tidak tahunya kita satu sekolah lagi? Aku pernah mengatakan bahwa bertemu denganmu adalah hal yang kusukai? Iya.

Haechan, terima kasih sudah membuatku tertawa ya. Aku tidak memaksamu untuk terbuka dengan orang lain, itu hakmu. Ini tentang hidupmu. Tapi yang aku minta, tolong bahagia ya?

Kau tidak mengalami kehilangan, kau hanya harus menyadari orang-orang yang peduli padamu.

Selamat menjalani hidup yang lebih baik, Haechanie.

##

Untuk Jeno, heh! Jangan begadang dengan gamemu itu ya! Kesehatanmu nomor satu, aku tidak akan menyuruhmu belajar karena sehari saja membaca buku kau sudah bisa menduduki peringkat nomor satu!

Amata✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang