Prolog

380 33 0
                                    

-Third Person POV-

*Tik*Tok*Tik*Tok*Tik*Tok*

Bunyi detak jam dinding di dalam ruangan Ketua Jurusan terdengar sangat jelas, namun tak cukup kuat untuk memecahkan keheningan di antara sang Kajur dan mahasiswa bermasalahnya.

Wanita muda yang mengaku masih berumur 20 tahunan akhir a.k.a Ibu Kajur terlihat sibuk membaca dokumen berisi kumpulan perbuatan ngadi-ngadi ulah oknum yang tengah duduk di hadapannya, mahasiswa pembuat onar bernama Lee Minho atau akrab disapa Lino.

'Ah elah tante satu ini. Ngomel tinggal ngomel, napa pake acara baca-baca kertas segala anjim. Sat, quality time bareng majikan gue makin berkurang jing,' gerutu Lino gak sabaran, ingin cepat-cepat pulang, ingin segera menghabiskan waktu bersama majikan- maksudnya kucing-kucing kesayangannya, soonie-doongie-dori.

-pluk- Bu Kajur menghempaskan dokumen yang tadi dibacanya ke atas meja lalu mengambil nafas singkat.

Ada mungkin sekali setiap minggunya, Lino diharuskan untuk mampir ke ruang Kajur akibat perbuatan tak terpujinya. Tentu saja hal ini berdampak pada mental Lino, menyebabkan dirinya kebal menghadapi ceramah sang Kajur.

Sejujurnya, Bu Kajur sudah menyerah dan nyaris putus asa mengatasi kebandelan Lino. Ia capek mengomeli maupun menghukum Lino yang tak pernah mengintropeksi diri. Sampai akhirnya, Bu Kajur nekat menjalankan solusi terakhir, berharap solusi tersebut dapat memperbaiki perilaku serta meminimalisir sifat jelek Lino.

"Lino. Kamu telah saya daftarkan sebagai salah satu sukarelawan di panti asuhan Ulurkan Tanganmu," ucap Bu Kajur, seutas senyuman manis mengembang di wajahnya.

Lino membulatkan sepasang matanya sembari mengepalkan kedua tangannya, berusaha menahan diri agar tidak menggebrak meja. "Demi apa!? Mana bisa begitu, Bu. Masa situ seenaknya saja daftarin saya tanpa sepengetahuan orangnya."

"Saya sudah mendapatkan izin dari orang tua kamu," jawab Bu Kajur santai, tidak tergubris dengan perkataan dan nada bicara Lino yang kurang sopan.

-duk- Lino menendang meja Bu Kajur sebagai bentuk protes keras darinya, "Orang tua saya tidak menanyakan persetujuan saya, jadi izin yang Ibu dapatkan itu enggak valid!"

"Saya tidak peduli. Pokoknya, kamu harus melakukan bakti sosial di panti asuhan itu selama enam bulan." Lagi-lagi Ibu Kajur menjawab dengan tenang, saking terbiasanya beliau dengan sikap kasarnya Lino.

-bruk- Kata 'enam bulan' berhasil membuat Lino menghantamkan kepalan tangannya ke atas meja, "Enam bulan?! Itu kan setengah tahun?! Kalau mau nyiksa ponakanmu, gak gini caranya, tante Nayeon!"

Kening Bu Kajur berkerut tatkala mendengar dirinya dipanggil 'tante'. Ia tak ingin mengakuinya tetapi apa mau dikata. Lino adalah anak kakak pertamanya yang menjabat sebagai Direktur Utama Yayasan Universitas tempat ia bekerja. Artinya, secara tak langsung Lino merupakan salah satu keponakan sekaligus anak bosnya!

"Lino, kamu siap di Drop Out?" ancam Bu Kajur meskipun ia tau bahwa ancamannya itu tak akan mempan bagi Lino.

"DO coba kalau bisa. Mendingan gue keluar dari kampus ini daripada baksos di panti asuhan!" Tak menunggu tanggapan dari tantenya, Lino bergegas pergi meninggalkan ruangan, -brak- membanting kencang pintunya secara sengaja.

I gotta free me neoegeseo meolli
Nada dering terdengar dari saku celana Lino tepat saat ia menginjakkan kaki di luar ruang Kajur.

meoreojilsurok gakkaweojyeo no worries
Ia pun segera merogoh Iphone 16 Neo Pro Max keluaran terbaru miliknya.

Nobody can't stop me-
Diangkatnya panggilan tersebut tanpa melihat nama pemanggilnya, "Halo, ma, aku gak mau ikut baksos, batalin ma, batalin!"

"Lino sayang, ini demi kebaikanmu. Kamu harus mengikuti baksos itu." Nyali Lino agak menciut ketika mendengar suara lembut sang mama yang tidak sinkron dengan penekanan kata 'mengikuti' pada kalimat terakhirnya. Tapi, karena rasa benci terhadap kegiatan baksos melebihi rasa takutnya, Lino pun tetap melanjutkan aksi protesnya.

"Mama kan tau, aku paling benci sama anak-anak kampung, miskin kayak anak panti. Ngebayangin ketemu aja udah bikin mules, pengen muntah. Gimana kalau beneran ma, bisa pingsan aku," cerocos Lino lebay.

"Lino! Kamu enggak boleh ngomong gitu! Ucapanmu benar-benar keterlaluan. Keputusan mama final dan tidak dapat diganggu gugat, kamu wajib ikut baksos atau mama bakalan cabut semua fasilitas kamu." Berbeda dengan ancaman tantenya, ancaman mamanya sukses bikin Lino terdiam memikirkan perkataan sang mama.

'Hm... gue gak masalah sih gak dapet duit, toh gue punya banyak tabungan di rekening. Masih bisa lah tuh duit tabungan buat jajan, jalan, terutama manjain soonie-doongie-dori berapa bulan ke depan.' begitu lah isi pikiran Lino.

"Oh dan juga atm-mu mama suruh papa blokir plus mobilmu kami sita. Kamu cuman dapat uang angkutan umum aja untuk pulang-pergi kampus. Itu pun mama jamin jumlahnya pas-pasan," sambung mamanya kemudian yang lumayan mengagetkan anaknya.

"Aduh, please, ma. Fasilitas Ino jangan dicabut terutama uang khusus soonie-doongie-dori. Kasih Ino keringanan dong, ma. Sebulan aja baksosnya, setengah tahun itu kelamaan pake banget buat Ino," melas Lino sok manja, berupaya meluluhkan hati Ibundanya.

"Tidak ada keringanan, Lino. Setengah tahun berjalan begitu cepat. Apalagi jika kamu membantu orang lain, rasanya sekejap mata. Kamu akan merasakannya sendiri nanti," tegas sang mama, menolak tipu muslihat anaknya.

"Yaudah deh, naikin duit jajan Ino ya supaya Ino punya motivasi dan semangat buat bantu-bantu di panti, okeokeoke?" melas Lino dengan trik yang sama seperti sebelumnya.

"Iya, mama pasti tambahin uang jajanmu. Besarnya tergantung hasil laporan baksos kamu ya. Semakin bagus, semakin berkali-kali lipat uang jajanmu."
Tawaran mamanya ini pun langsung menjadi mood booster buat Lino, moodnya yang jelek seketika membaik drastis.

"Siap ma, laporan baksosku pasti bagus," ujar Lino penuh percaya diri, terlalu senang karena janji sang mama.

~TBC~

[Minsung] Only One Reason: Your Precious SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang