Part A : Anak Asuh - Chapter 3

271 28 0
                                    

Memasuki minggu keenam perjalanan gue sebagai volunteer di panti ini. Waktu berjalan lama tapi gak selama yang gue kira. Sejauh ini, sih anak autis lumayan behave dan nurut, gagal nyesel gue milih ngurusin dia. Dia gak rewel meski sering nanya hal gak penting terutama nanyain pendapat gue tentang gambarnya.

"Kakak gimana gambalku?"
Lagi-lagi gambar orang yang sama. Mendadak gue penasaran siapa sebenarnya orang yang selalu dia gambar.

"Lo suka banget gambar mereka berdua, emangnya mereka siapanya elo?"

"... aku dan sayap putih olrang. Sepelrti buku belrgambal celrita, belrtemu sayap putih olrang aku ingin..."

"Maksud lo malaikat?"

"Malaikat itu apa?"

"Orang bersayap putih itu namanya malaikat."

"Malaikat hehe malaikat ya belrtemu aku ingin hehehe." Dia memandangi kertas gambar di genggaman tangannya, tertawa pelan tidak semangat seperti dipaksakan.

"Kenapa lo ingin bertemu malaikat?" Duh kenapa gue tanyain, sial keceplosan gara-gara gaya ketawanya beda dari biasanya.

Dengan ekspresi wajah super serius, dia menatap lurus ke depan, ke arah gue, "... malaikat sayang aku. Belrmain belrsama malaikat aku mau. Ikut malaikat aku ingin..."

Ikut malaikat...? Jangan-jangan dia punya pikiran buat...

"Han, lo pengen cepet ma-ti...?"

Dia kembali memandangi kertas gambar tadi, "... hehehe belrtemu malaikat segelra aku ingin..."

Wow... dia beneran...  sumpah gue speechless, anak kayak dia kepikiran soal hidup dan mati. Respek gue, artinya dia sadar bahwa dirinya memang gak layak hidup.

Gue... gak tau pemikiran dia ini patut dipuji atau enggak...

Arah mata gue tetiba tertuju pada hasil gambar di genggamannya. Baru ngeh gue, ada orang ketiga nyempil di situ.

"Orang yang megang tangan lo di gambar itu siapa?"

"Kakak itu. Belrtemu malaikat aku ingin kakak nahan tapi."

"Gue gak nahan lo tuh," bantah gue spontan.

"Hehehe kakak nahan hehe."

Gak bisa gue pungkiri, ada sedikit perasaan lega setelah mendengar tawa khas sih anak autis yang ceria sekaligus ngeselin. Yah ini pasti karena gue mentornya, kalau dia kenapa-napa kan gue yang disalahin. Gue biarinin dia berpikir sesuka hatinya deh asalkan dia bisa terus tertawa seperti biasanya.

***

Hoam, ngantuk. Bosen ah ngegame. Ngomong-ngomong soal bosen, nih anak autis gak ada bosen-bosennya gile gambar melulu. Sebulan lebih gue nemenin dia, kerjaannya cuman menggambar orang yang sama, gak pernah ngelakuin kegiatan lain.

"Lo gak bosen gambar malaikat mulu?"

"Gambal aku bosan gak," sahut sih anak autis, sepasang mata dan tangannya masih berkutat dengan kertas gambarnya.

"Yang lagi lo gambar itu gue kan?"

"Malrah kakak aku gambal."
Julukan gue dari dia jelek amat, masa malrah...

"Nama gue bukan malrah. Panggil gue kak Lino."

"Kak Lino hehe nama kakak aku tahu hehe."
Nah panggilan ini kan jauh lebih enak didenger daripada 'malrah kakak'.

Gue melirik jam tangan yang telah menunjukkan pukul setengah enam sore. Udah saatnya gue pulang. Gambar sih anak autis kayaknya bentar lagi kelar, gue tungguin aja deh.

[Minsung] Only One Reason: Your Precious SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang