-Third Person POV-
Operasi Han berjalan lancar sebagaimana mestinya. Lino setia menjaga Han yang belum sadarkan diri, tanpa mengenal siang dan malam, sepanjang yang ia mampu.
"Bang."
Menangkap suara orang yang memanggilnya, Lino menolehkan kepalanya.
"Astajim." Changbin terperanjat melihat mata Lino yang merah serta mukanya yang acak adul akibat kurang tidur.
"Kantong mata lo menakjubkan, Bang. Pulang gih, biar gue sama Bang Bin yang jagain Han malan ini," anjur Hyunjin.
"Gue-" Lino nyaris terjatuh saat ia bangkit berdiri dari tempat duduknya.
"Bang, lu dah sempoyongan jir. Tidur dulu di sini, ntar suruh ART lu anterin baju ganti." Terlalu lelah, Lino membiarkan Changbin menyokong dan membaringkan tubuhnya ke atas sofa.
Dua hari, dua malam berturut-turut, Lino tidak mengistirahatkan tubuhnya. Ia khawatir jantung Han berhenti berdetak sewaktu-waktu ia terlelap. Karena kedua sahabatnya bersedia menggantikannya menjaga Han, Lino pun memejamkan matanya.
"...gelang yang Han kasih ke gue putus... gelangnya nyangkut di ujung lemari RS." Lino membuka pembicaraan lantaran dirinya tidak bisa tidur kendati telah mencobanya.
"Gue takut itu pertanda buruk..."
Perkataan terakhir Han sebelum dioperasi memengaruhi pola pikir Lino. Ia terus berpikiran negatif yang ia kaitkan dengan anak asuhnya. Bahkan hal normal seperti ponselnya yang kehabisan daya, dianggapnya sebagai pertanda buruk.
"Maklum, Bang. Kualitas talinya jelek, lonya setengah sadar, jadinya gampang putus." Hyunjin melontarkan pendapatnya.
Changbin hanya diam, enggan melontarkan pendapatnya. Sia-sia menurutnya, Lino akan tetap mempertahankan pemikirannya.
Merasa situasinya sangat mendukung, Hyunjin memberanikan diri buat membahas adopsi sekaligus perasaan Lino terhadap Han, "Kata kak Chris, keluarga lo berencana mengadopsi Han. Gak salah sangka lo, Bang?"
"...." Yang ditanya tidak menyambut kekepoan temannya.
"Bang, lo salah sangka. Batalin adopsinya. Lo mencintai Han, yang kudu lo lakukan ya melamarnya!" Hyunjin menyerukan opini terpendamnya.
"...Lee Jisung, nama adek angkat gue yang cepat atau lambat sah di mata hukum." Secara gamblang, Lino menegaskan hubungan yang akan ia jalin dengan Han.
"Perasaan gue gak penting. Perasaan Jisung jauh lebih penting," lanjutnya pelan, membenarkan ujaran Hyunjin perihal perasaan spesialnya terhadap Han.
Hyunjin merapatkan bibirnya, menduduki kursi besuk di dekat lemari pasien. Percuma berkomentar toh Lino yang keras kepala tidak mungkin mengindahkan nasehatnya.
Satu pengalaman, Changbin berempati pada Lino. Mereka terjebak di takdir serupa, mencintai orang yang kelak menjadi anggota keluarga mereka.
"Gue perlu bantuan kalian..." Lino merogoh sesuatu dari dalam saku celananya.
Sebuah kertas buffalo kecil bertempelkan stiker tulisan 'kupon' disodorkan Lino ke arah Changbin, "Han- Jisung ingin bertemu malaikat. Bantu gue menahan Jisung pergi."
"Lu simpen kuponnya, Bang...!" Sambil tercengang, Changbin menerima kupon tersebut." Kita kirain kuponnya lu buang."
"Lo pengen gue ngebuang kado ultah dari lo berdua?"
"Bukan gitu, Bang. Kita kira lo bakal langsung pakai kuponnya buat minta kita gantiin lo ngurusin Han sampai tugas baksos lo selesai," bongkar Hyunjin. "Nyatanya, anak asuh yang sangat lo benci malah jadi orang yang paling lo sayang," imbuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Minsung] Only One Reason: Your Precious Smile
FanfictionLee Minho, seorang mahasiwa bermasalah terpaksa mengikuti kegiatan bakti sosial di sebuah panti asuhan selama 6 bulan! Di sana, dia bertemu Han Jisung, anak keterbelakangan mental yang berkeinginan untuk bermain bersama orang bersayap putih. Bagaim...