Part A : Anak Asuh - Chapter 2

294 29 0
                                    

Kediaman Keluarga Lee

"Lino! Kamu bener-bener ya, kerjaanmu bikin masalah mulu. Kata-katamu di panti ya ampun, gak ada etika sekali. Salut mama sama Chris, dia bisa nahan diri buat gak tonjok kamu. Kalau mama di posisi Chris, kamu udah mama buat babak belur. Kamu gak bisa apa ngikutin sifat baik sepupumu itu, ikutin kek sifat sabarnya Chris blablabla ...."

Gusti, kapan nyokap capek ngoceh? Daritadi ocehan yang sama diulang-ulang terus.
Sial, kenapa nyokap pake acara dateng ke panti. Pantes Chan monyet gak jadi ngatain gue bajingan.

"Lino? Kamu dengar nasehat mama gak?"

"Iya ma, aku dengar." Sampai hafal gue. "Btw, mama ngapain datang ke panti?"

"Mama mau lihat kelakuan kamu dong. Ternyata sesuai dugaan mama, kamu blablabla ...."
Hmpf, seharusnya gak gue tanya alasan nyokap dateng...

Hari ini sepasang telinga Lee Minho puas deh dengerin alunan lagu mala taste, genre andalan nyokapnya.

***

Panti Asuhan Ulurkan Tanganmu

Gue memandang pasrah gedung panti asuhan sih anak autis. Di sini lah gue lagi, harus menghabiskan waktu di panti asuhan kumuh ini selama setengah tahun ke depan.

Masih meratapi nasib, gue melangkahkan kaki memasuki gedung panti, menuju ruang bermain para anak panti.

Mana tuh sih anak autis, gak keliatan sosoknya di tempat kemarin. Oh itu dia di sudut ruangan yang lain.

"Woi." Ups garangnya kelepasan.

"... malrah kakak..." Tubuhnya mundur perlahan ketika melihat gue yang berjalan mendekatinya.

"Gue gak marah, oke. Sorry, kemaren gue kelewatan ngomelin lo." Seberusaha mungkin gue melembutkan nada suara, gak lupa gue pasang senyuman setulus mungkin.

Untungnya usaha gue berhasil bikin dia diam di tempat alias gak mundur menjauh dari gue.

"...." Dia terdiam sejenak lalu melanjutkan aktivitasnya, tidak menanggapi permintaan maaf gue.

Gue dicuekin dong...
Fuh... jangan baper, gak patut ginian doang gue baperin.

Mari berpikir positif, bukankah hal yang baik kalau dia cuekin gue? Gue gak perlu repot-repot ladenin dia.

"Kakak." Panggilan tiba-tiba dari sih anak autis seketika membuyarkan pikiran positif gue.

Dia menunjuk tumpukan kertas yang terletak di atas rak buku di sebelah gue, "Kelrtas minta kakak."

Kertas minta kakak? Maksudnya kakak minta kertas?

"Ucapan lo salah. Ulangi, ikutin gue. Kakak, tolong ambilkan aku kertas." Gue males ngajarinnya sih tapi ya sapa tau Chan monyet lagi mata-matain gue.

"... kakak ambilkan kelrtas."
Bolehlah, gue anggep susunan kalimatnya udah bener.

Gue pun segera mengambil kertas yang diminta lalu duduk di sampingnya, memberikan kertas tersebut kepada anak autis.

Tak mengucapkan terima kasih, dia mulai menggambar di atas kertas yang gue kasih.

"Hoi, tiap kali ada orang yang bantuin lo, jangan lupa ucapin terima kasih."

"..." Dia diam seribu bahasa, nyuekin gue lagi.

Dahlah sabodo dia mau ngikutin ajaran gue or kaga, intinya dah gue ajarin aja. Nah sekarang enaknya gue ngapain ya? Ngegame kali ya.

[Minsung] Only One Reason: Your Precious SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang