Gak kerasa, sekarang udah bulan Desember, bentar lagi dah mau ganti tahun aja. Bener kata nyokap, lama-lama waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru September kemarin gue mulai ngurusin sih anak autis.
-wuush- -wussh- Brrr... angin kencang yang sedaritadi menerjang akhirnya sukses menembus jaket gue.
"Kakak gambal di dalam aku mau." Kedua tangan sih anak autis kelihatan gemeteran dengan sangat jelas.
Wajar sih, udah masuk musim hujan. Gue yang pake jaket aja kedinginan apalagi dia.
Gue melepas jaket yang gue pakai kemudian mengenakannya ke tubuh anak autis, "Nih pake jaket gue, gak usah dibalikin, buat lo aja."
"Yok ke dalam sebelum lo mati kedinginan," ujar gue sembari menggandeng tangannya, hendak menuntunnya masuk ke dalam panti.
Buset, tangannya bukan dingin lagi ini tapi beku.
Gue mengenggam kedua tangannya, mengusap-usapnya lembut, "Han, harusnya lo bilang daritadi kalau lo kedinginan."
"Kakak suka di sini, aku juga suka."
"Masalahnya cuaca gak mendukung. Besok-besok kalau mendung gini, lo gambar di dalam aja, gue takut lo kenapa-napa."
Dia terbelalak kaget dengan mulut yang sedikit terbuka, "... kakak khawatil aku?"
"Ya iyalah, lo anak asuh gue dan gue mentor lo. Sedikit-banyak gue pasti khawatir sama keadaan lo." Kenyataannya memang selama hampir 4 bulan ini, rasa peduli gue terhadapnya terkumpul sedikit demi sedikit.
Gue kembali menggandeng tangan kanannya, "Masukin tangan kiri lo ke kantong jaket. Lo lanjut hangetin sendiri nanti."
"Kak Lino."
"Hm?" dehem gue tanpa menoleh ke arahnya.
Dia tertegun sejenak, menggenggam erat tangan gue, "Hehehe gak jadi."
***
Gara-gara KP, gue telat ke panti dua jam. Pusing pala gue sama materi tadi. Sumpah, mending nemenin anak autis gambar daripada KP.
Lah, cuaca masih cerah tapi sih anak autis gak ada di tempat biasa... apa dia nunggu gue di ruang main?
Gue pun bergegas mencari sih anak autis di dalam gedung panti. Di koridor panti, sepasang mata gue tak sengaja bertemu pandang dengan milik Ibu kepala panti.
"Siang nak, kamu mentornya Jisung kan?"
"Siang Bu, iya saya mentornya. Apa Ibu tau Han ada di mana?" tanya gue to the point biar gak buang-buang waktu.
"Jisung ada di ruang workshop kerajinan tangan. Ngomong-ngomong, kamu hebat ya, bisa bikin Jisung ngelakuin hal lain selain menggambar. Ini pertama kalinya semenjak peristiwa itu."
Waduh, gue kudu kabur sebelum topik ini melebar kemana-mana.Gue tertawa garing menanggapi perkataan Ibu kepala panti, "Hahaha begitu ya. Saya permisi dulu ya Bu, mau nyamperin Han."
"Iya, nak. Letak workshop-nya di sebelah kiri ya."
"Makasih infonya, Bu," pamit gue sembari melangkah cepat menuju tempat yang dimaksud Ibu kepala panti.
Sesaat setelah gue berbelok ke kiri, sih anak autis terlihat sedang berjalan dari arah berlawanan.
"Kak Lino!" teriaknya sambil berlari menghampiri gue.
"Hati-hati Han, ntar lo jatoh."
Tak menghiraukan peringatan gue, dia semakin mempercepat langkah kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Minsung] Only One Reason: Your Precious Smile
Fiksi PenggemarLee Minho, seorang mahasiwa bermasalah terpaksa mengikuti kegiatan bakti sosial di sebuah panti asuhan selama 6 bulan! Di sana, dia bertemu Han Jisung, anak keterbelakangan mental yang berkeinginan untuk bermain bersama orang bersayap putih. Bagaim...