Part 11

1.2K 179 179
                                    

Happy Reading!!!!
Jangan lupa tinggalkan jejak!!!!

Sorry for typo...









Plak.....

Tamparan keras mendarat di pipi mulus milik Teresa membuatnya meringis kesakitan dan memegang pipinya yang sepertinya akan memerah sebentar lagi karena kulitnya yang putih bersih membuat nya terlihat memerah dan juga karena kulitnya memang agak sensitif.

Sementara Nenek Rumia dan Alara kaget akan hal itu. Baru saja mereka datang, sudah harus disuguhi pemandangan yang tidak mengenakkan hati.

"Sebegitu bencinya Bunda padaku? Bahkan Bunda tidak mau mendengar apapun penjelasan yang ingin aku katakan. Sebegitu tidak menginginkannya aku kembali? Seharusnya yang marah di sini adalah aku, besar tanpa kasih sayang kedua orang tua dan saat bertemu kembali bukan kasih sayang yang aku dapatkan, tapi justru ujaran dan sikap benci yang aku dapat kan," ucap Teresa dengan tatapan mata penuh kekecewaan dan menahan tangis. Ia tidak akan menangis untuk hal itu.

Hati Ratu Lisia agak tersentuh dengan apa yang diucapkan Teresa. Ingin rasanya dia merengkuh tubuh putrinya ke dalam pelukannya. Tapi, seperti ada sesuatu yang menghalanginya untuk melakukan hal itu. Bahkan kini, hanya tatapan dingin yang dapat ia berikan kepada putrinya yang selama ini ia rindukan kehadirannya.

"Bunda.... Kenapa Bunda menampar Kakak? Dia tidak bersalah Bunda. Jangan membuatnya sedih, karena aku akan merasa sedih juga," ucap Ameta yang muncul dari arah belakang Ratu Lisia.

"Kau melihat Bunda menamparnya?"

"Iya, tadi aku berniat ingin menemui Kakak, tapi saat aku tiba di sini, aku melihat Bunda menampar Kakak."

"Itu yang pantas dia dapatkan karena sudah melukai putri Bunda ini," ucap Ratu Lisia sambil mengelus surai lembut milik Ameta.

Saat ini, rasa sakit yang mendominasi hati Teresa. Di depannya, seseorang yang jelas-jelas Ibu kandungnya, seperti tidak menganggapnya
putri kandungnya.

"Ada apa ini?" tanya Raja Rondreo.

"Dia kembali dengan membawa manusia."

"Sayang, kenapa kau bicara seperti itu? Bibi Rumia juga warga kerajaan ini. Kalau soal gadis itu, aku yang mengizinkannya untuk ikut."

"Kenapa? Apa kedatanganku sangat mengganggu? Tapi aku rasa tidak, karena yang mengganggu di sini adalah kau sebagai ibu kandung Teresa tapi berperilaku seperti seorang musuh. Aku tidak mengira kau akan jadi seperti ini hanya karena putri angkatmu," ucap Nenek Rumia dengan panjang lebar. Ia juga menyinggung soal Ameta, saat pertama kali melihatnya, ia sudah tahu kalau gadis itu bukan seseorang yang baik.

"Bibi tidak usah ikut campur, lagi pula dia sepertinya sudah salah di didik," ucap Ratu Lisia sambil menunjuk Teresa. Bahkan dirinya tidak mau menyebut nama putri kandungnya sendiri.

"Sudah cukup! Kalau memang kembalinya diriku tidak pernah diinginkan, aku akan kembali ke bumi sekarang juga dan aku pastikan untuk tidak pernah menginjakkan kakiku lagi di Kerajaan ini! Oh ya, satu lagi. Aku tidak perduli aku siapa, putri kerajaan ini, ataupun musuh di kerajaan ini. Yang pasti, aku ... kecewa! Sosok Bunda yang selama ini aku bayangkan kasih sayangnya ternyata tidak pernah ada. Aku baru beberapa hari di sini, tapi rasanya sudah beribu tahun di sini," ucap Teresa dengan dada yang naik turun pertanda emosi.

"Kakak! Kau tidak boleh pergi, kau putri di sini. Aku mohon!" Ucap Ameta, pastinya dengan penuh kebohongan.

"Aku rasa, ada sesuatu yang membuat Ratu Lisia seperti ini," ucap Nenek Rumia sambil mendekat ke arah Ratu Lisia.

Sring.....

Bruk.....

Ratu Lisia jatuh pingsan saat Nenek Rumia mengeluarkan sihir pada tubuh Ratu Lisia.

"Sihir hitam membuatnya emosi terus menerus. Aku rasa ada pihak yang bermuka dua di sini." Nenek Rumia mengatakannya sambil melihat ke arah Ameta. Hal itu membuat Raja Rondreo kaget, pasalnya sejak dulu apa yang di ucapkan Nenek Rumia tidak pernah melenceng.

"Kenapa melihat ku?" tanya Ameta.

"Aku hanya ingin," jawab Nenek Rumia menjawabnya dengan ketus.

Uhuk...

Ratu Lisia terbatuk membuat pandangan mereka tertuju padanya.

"Teresa.... Kemari sayang."

"Hmm." Teresa hanya membalasnya dengan gumaman tapi tetap saja mendekat ke arah Ratu Lisia.

"Maafkan Bunda, semua yang Bunda katakan itu... Tolong maafkan. Dan soal tamparan itu, Bunda juga minta maaf."

"Baik, aku maafkan. Kalau begitu aku pergi dulu," ucap Teresa setelah itu berteleportasi menuju sungai yang tak jauh dari Kerajaan Soreon.

"Hah.... Aku sebenarnya lebih senang berada di bumi," monolog Teresa. Ia sangat menginginkan jika sebenarnya semua ini adalah mimpi, ia berharap tidak pernah menjadi seorang putri. Awal ia bertransmigrasi menjadi pohon pun ia merasa jika itu hanya mimpi, tapi ternyata tidak.

Puk....

Tepukan di bahu Teresa membuatnya kaget.

"Kau mengagetkanku!" ujar Teresa dengan keras. Jantungnya rasanya ingin ke luar dari tempatnya.

"Hehehe, aku sengaja. Oh ya, kelihatannya kau sedang ada masalah," ujar seseorang yang tadi menepuk bahu Teresa.

"Tidak." Teresa menjawabnya dengan pendek. Enggan mengingat jika kembalinya ke duni ini ia lebih sering merasakan kesedihan.

"Jangan bohong, aku tahu kau. Walaupun aku dan kau tidak sedekat kau dengan Alex, tapi tetap saja aku tahu semua tentang kau," ujar seorang yang menjadi pelaku pengagetan Teresa.

"Tidak usah sok tahu. Kau ini!" ucap Teresa sambil memukul kepala Leon dengan agak keras membuat sang empu meringis.

"Kasar sekali, dasar gadis bar-bar."

"Suka-suka, kau sudah pandai menggunakan kata-kata yang ada di bumi ya."

"Aku luar biasa bukan? Penuh dengan pesona juga," ujar Leon bangga sembari menepuk dadanya.

"Kenapa aku mempunyai teman sepertimu," ucap Teresa dengan wajah sedih.

"Dor!!!!" ucap seseorang mengagetkan Teresa dan Leon.

Sudah dua kali Teresa terkejut di tempat ini, ingin rasanya ia menenggelamkan orang yang sudah mengejutkannya.

~
~
~
~
~
~
~
~
~

#TBC

Next????

Become A Princess [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang