Enam: Rumah Baru

34 4 4
                                    

Kepala dayang yang ditugaskan untuk menjaga Lethia bernama Zaniah, dirinya adalah anak kepala dayang istana di Birdaun. Itulah mengapa ia bisa melayani Pangeran Aran di usia yang begitu muda. Namun, ia sendiri kaget ketika mendapatkan titah untuk menjaga putri yang terkurung di dalam istana Lapis Lazuli.

Istana itu tidak bisa terbilang besar, walaupun indah. Hanya beberapa dayang saja cukup untuk membersihkan dan mengatur semua keperluan. Pada awalnya, Zaniah merasa tertarik dengan semua ini. Keberadaan Putri Lethia, walaupun sudah banyak yang mengetahuinya, tetap adalah sebuah rahasia, dan tabu untuk dibicarakan. Dan kini, dirinya lah yang akan menjaganya, putri dari kerajaan dari utara itu.

Namun kini setelah tiga hari berlalu, Zaniah mulai merasa panik. Ia akhirnya sadar, putri yang selalu diam ini menjaga jarak dengan siapapun yang mendekatinya. Dirinya tidak banyak bicara, hingga suatu hari Zaniah bertanya-tanya jangan-jangan ia memang gagu.

Ditambah lagi masalah yang terberat adalah, putri itu hampir tidak mau memakan apa-apa.

Ia tidak terkejut ketika hari kelima ia menyibak kelambu di pagi hari, ia melihat Lethia terbaring di pembaringannya dengan wajah pucat. Sebelum membangunkannya, ia berjalan ke gerbang utama dan mencari prajurit penjaga, untuk melaporkan berita ini pada Pangeran Aran.

Kembali ke sisi Lethia, dengan dayang-dayang lain mengipasi putri itu dengan kipas-kipas besar terbuat dari bulu burung yang indah, Zaniah menggenggam mangkuk kayu berisi obat yang telah dicampur air.

Lethia terduduk tegak ketika Zaniah mendekat dan duduk di pinggiran ranjang. Matanya mengerling waspada pada sendok yang diangkat Zaniah. Bibirnya terkatup rapat tanda penolakan.

"Putri, tolonglah, jangan buat hamba terkena marah Pangeran." Zaniah menilik sopan ke mata sayu Lethia yang biru.

Zaniah kemudian meletakkan sendoknya ke dalam mangkuk kembali. Ia memerhatikan lengan Lethia yang menjadi lebih kurus daripada sebelumnya. Pipinya, yang awalnya memiliki rona sehat alami, menjadi tirus dan pucat.

Zaniah tidak ingin menyalahkan Lethia atas semua perilakunya yang menyusahkan itu. Ia tidak pernah tahu pasti, tetapi dirinya mendengar desas-desus bahwa Lethia dibuang oleh kakak-kakaknya sendiri, diberikan sebagai upeti pada Gondvana. Zaniah tidak pernah mengerti apa yang dipikirkan para petinggi dan pemilik darah biru, dan ia juga tidak ingin mengerti. Yang ia tahu adalah, walau diberkati kecantikan yang luar biasa, nasib Lethia jauh lebih naas daripada miliknya.

"Jika Putri tetap tidak mau obat ini, maka keadaan Putri akan semakin bertambah parah," bisik Zaniah, halus. "Jika itu terjadi, maka hamba tidak tahu apa yang akan terjadi.... Mungkin Pangeran Aran akan ke sini, mungkin jenderal lain akan turun tangan. Namun yang jelas, hamba akan mendapat marah besar, Putri. Setidaknya, tolonglah makan dengan teratur, atau apakah hamba perlu memanggil juru masak baru?"

Mereka berdua terdiam lama, sementara para dayang lain di sana hanya mendengarkan dan mengipasi Lethia dalam bisu. Yang lain mulai membawakan sup dan bubur, yang mereka taruh di meja landai di samping pembaringan.

"Jika aku tetap di sini, mungkin lebih baik aku mati," bisik Lethia.

Menghiraukan aksen Luraxia yang asing, bisikan itu terdengar begitu sendu, begitu putus asa di telinga Zaniah. Ia tetap diam untuk mendengarkan.

"Aku tidak suka di sini.... Semuanya berbeda."

Kemudian Zaniah teringat, bagaimana putri itu bingung dengan cara mereka mandi begitu sering dalam satu hari. Dan bagaimana wajah putri itu terkejut ketika melihat pakaian yang akan ia kenakan sehari-hari, dan makanan yang disuguhkan. Seharusnya ia lebih peka akan semua perubahan yang membuat Lethia merasa tidak nyaman.

Lapis Lazuli (COMPLETE STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang