17

18 8 0
                                    

"Harusnya gue berhenti waktu tau dia suka sahabat gue. Ga harus nunggu sekarang. 2 kali dan dua-duanya bukan gue. Dan mungkin memang ga akan pernah gue.

Mungkin akan beda kalo dia tau gue suka dia ? Ngga. Tindakan gue udah bener dengan ngga biarin dia tau gimana perasaan gue ke dia. Karena walaupun dia ngga bales perasaan gue paling ngga gue bisa deket sama dia. Harusnya gue bersyukur kan ?

harusnya gue siap, harusnya gue ngga sesakit ini kalo dia sama orang lain. Karena emang gue bukan siapa-siapa. Tapi kenapa gue kesakitan ?

Kebaikan dia udah bikin gue serakah. Dia baik sama gue karena gue temennya. ga lebih. Tapi itu bener-bener bikin gue ga bisa ngilangin perasaan ini.

Kenapa gue ngga suka sama orang lain aja ? Yang brengsek biar gue gampang ngelupainnya. Ato ngga sama orang yang jauh. Biar gue ngga terlalu berharap. Kenapa harus dia ?

Kenapa gue harus suka lo HWANG HYUNJIN?"

Hyunjin menutup buku harian Yura, terpaku. Dia tau ini salah, membaca buku harian orang lain. Tapi ada namanya disitu. Dan orang ini Yura, Sahabatnya, menulis namanya disitu. Yura suka padanya. Dan Hyunjin tidak tau.

Dia memandang Yura yang masih tertidur. Mengingat saat dia bercerita tentang Lia, tentang Minju di depan cewek ini. Kenapa dia bisa tidak tau. Temannya ini ternyata menyukainya. Membayangkan betapa sakit hati Yura saat mendengar ceritanya. Hati Hyunjin ikut sakit. 

Yura selama ini diam saja. Hanya tersenyum tiap dia bercerita. Cewek bodoh.

"Harusnya lo jangan suka sama gue Ra, gue cuma bisa nyakitin lo" hyunjin bergumam pelan sambil mengusap kepala Yura lembut.

Yura terbangun. Mengucek2 matanya. Berusaha mengumpulkan kesadarannya.

"Eh lo kok disini?" Yura kaget melihat Hyunjin di sebelahnya.

"Gue bawain roti. Kata Lia lo sakit"

"Hah? Lia bilang gitu?" Yura menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Makan rotinya Ra, ntar lagi bel masuk. Katanya lo punya maag"

"Lo baik banget si. Thanks ya" yura tersenyum. Pipinya mulai memerah.

Hyunjin menyadari sesuatu. Mungkin memang dia yang kurang peka. Pipi Yura sering memerah di dekatnya. Harusnya Hyunjin tau. Tapi Yura memang pandai menyimpan perasaanya. Terlepas dari reaksi yang memang tidak bisa dikontrol seperti pipinya yang memerah, dia selalu bertindak biasa saja.

Yura melihat buku hariannya di depan Hyunjin. Cepat-cepat diambilnya buku itu.

"Lo ngga liat kan?"

"Apa?" Hyunjin pura-pura tidak tau

"Ini" yura menunjuk buku hariannya

"Ngga. Kenapa emang ?"

"Hmm.. gapapa. Kalo ngga liat gapapa"

"Eh tapi bukannya lo tadi ke kantin sama minju?" Yura tiba-tiba teringat sumber penderitaannya hari ini

"Udah balik kali. Cuma makan doang. 10 menit selesai"

"Hoo.. gimana minju?"

"Ga gimana2. Lo sakit apa ? Kata Lia lo sakit" Hyunjin mengalihkan pembicaraan

"Gue ngga sakit. Cuma ngantuk aja. Barusan udah puas tidur. Sekarang udah ngga ngantuk lagi" Yura tersenyum

"Bagus deh kalo lo ga sakit"

Bel berbunyi. Hyunjin kembali ke bangkunya. Pelajaran dimulai. Hyunjin merebahkan kepalanya ke meja. Memandangi Yura diam-diam.

Pikirannya mengganggunya. Kenyataan bahwa Yura menyukainya membuat pandangannya pada Yura berbeda. Dia tidak paham ini perasaan apa. Hatinya sakit. Tapi bukan karena marah, atau kecewa. Dia tidak tau bagaimana harus bersikap di depan Yura.

Diam2 ada yang mengamati Hyunjin. Lia tersenyum samar. "Dua orang ini bener-bener bikin frustasi" pikirnya.

Secondlead (hwang hyunjin) - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang