13. Memandangmu

3.4K 536 152
                                    

"Lo dengar semuanya?" tanya Tommy dengan nada berbeda yang langsung dimengerti oleh Ellen bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya. Ia memberanikan diri untuk menoleh dan ia menelan salivanya cepat saat mata Tommy menatapnya dingin-tatapan yang baru kali pertama ia lihat.

"Jadi ketahuan secepat ini, ya?" ucapan Tommy yang dibarengi senyuman iblis membuat Ellen bergidik ngeri.

Ellen seperti melihat ketenangan dari sikap Tommy tengah membangkitkan monster yang ada di dalam dirinya.

Ingin sekali Ellen kabur dari hadapan kedua cowok itu sekarang. Hanya saja, Tommy yang semula jauh darinya kini melangkah mendekatinya.

"Pacar," panggil Tommy pada Ellen. "Gue anterin ke kelas, yuk." Senyuman cowok itu langsung dapat dimengerti oleh Ellen. Senyuman yang bertanda ucapan itu tidak boleh dibantah.

Ellen pun mengikuti Tommy dari belakang dengan langkah kecil sambil merutuki dirinya sendiri. Ia pasti sudah gila malah menuruti perintah Tommy bukannya lari dari cowok itu. Padahal jelas-jelas situasi sedang kacau.

Pertengahan langkah, Tommy berhenti membuat langkah Ellen ikut berhenti juga. Tommy berbalik dan menatap gadis itu tanpa dosa. Benar-benar seperti tidak terjadi apapun barusan.

"Lo beneran nggak denger omongan kami tadi, kan?" tanya Tommy memastikan lagi.

Ellen langsung menggelengkan kepalanya pertanda tidak dengan cepat, berharap cowok itu percaya dan akan langsung pergi. Namun, nyatanya tidak. Tommy malah mendekatinya lagi dan mendekatkan wajahnya, kemudian menyentil kecil dahi gadis di depannya.

"Lo nggak jago bohong."

Deg!

Ellen menelan salivanya kasar. Bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan jika sudah begini? Apakah Tommy akan berbuat jahat padanya? Pikiran Ellen kini benar-benar sembarangan.

Tommy menjauhkan wajahnya kembali, kemudian mengacak pelan rambut gadis di hadapannya. "Jangan percaya, gue cuma akting tadi sama dia. Biasalah, cowok kadang suka berlebihan."

"Ah, oke. Gue ke kelas dulu. Lo balik aja, gue bisa sendiri, Tom." Ellen melambaikan tangannya diiringi senyuman canggung dan berjalan mendahului Tommy. Di pikirannya tentu saja cowok itu tidak mungkin berbohong. Ia berasumsi bahwa Tommy jelas tahu maksud Ellen yang mau berpacaran dengannya.

Di belakang, Tommy tidak ikut melangkah. Ia hanya diam di tempatnya sambil menatap punggung Ellen yang kian menjauh. Wajah cerianya kini berganti dingin. Dadanya masih panas akibat ulah Berto tadi padanya hingga ia menghela napas panjang.

Satu hal yang Tommy pastikan hari ini, ia tidak akan semudah itu melepas Ellen untuk Berto.

***

Tommy memutuskan untuk tidak masuk pada pelajaran pertama. Ia berdiam diri di atap sekolah. Duduk memandang langit biru cerah di atasnya. Tangannya hendak mengambil rokok dari dalam tasnya namun beberapa detik kemudian ia mengurungkan niatnya.

"Bisa mampus gue kalo jam segini nih badan kecium bau rokok."

Tommy menghela napas pelan. Ia suka kesunyian ini. Nyaman.
Pandangan cowok itu pun tak lepas dari pesawat yang tengah mengudara di langit. Ia terpikir, bagaimana jika suatu saat ia akan pergi jauh, entah ke mana. Berkelana sendirian mempelajari apa yang dia suka. Bertemu dengan orang-orang yang berbeda setiap harinya.

Jika apa yang ia pikirkan itu terwujud, lalu bagaimana dengan Fatal? Tidak. Ia bahkan tak perlu mengkhawatirkan hal itu. Ia percaya Bara mampu menjaga Fatal tetap utuh, meskipun tanpa ada di dekat mereka. Kemudian bagaimana dengan Ellen? Gadis yang tengah berpacaran dengannya. Ia tidak tahu kapan harus mengakhiri hubungan mereka dengan pernyataan jujur yang mungkin ia sendiri juga tahu itu dapat melukai hatinya sendiri.

TOMMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang