16. Khawatir

871 111 17
                                    

"Lo tuh kenapa sih, Tom?!" hardik temannya Tommy yang sudah jatuh ke tanah.

Kedua mata Tommy menghunus tajam. "Kenapa lo bilang?"

Tommy berbalik dan mendekap Ellen, membenamkan wajah gadis itu ke dadanya agar tidak ada yang dapat melihat tangis gadis itu.

"Yang pertama, gue nggak suka ngulang ucapan lebih dari sekali. Yang kedua, gue nggak izinin lo nyentuh milik gue, Bangsat!" hardik Tommy yang membuat semua orang di sana bergidik ngeri.

Mendengar itu pun Ellen terkejut dan mematung di sana. Napasnya seolah tercekat.

Apakah ia baru saja membangunkan monster yang ada di dalam diri Tommy?

------------------

Ellen buru-buru mengangkat wajahnya dan melihat Tommy yang sudah terlihat marah. Ia langsung melepaskan dekapan itu dan menjauh dari Tommy.

"Tom, udah. Jangan bikin keributan." Ellen mencoba menghentikan Tommy.

Cowok itu menatap Ellen masih dengan tatapan nyalangnya. Siapa pun pasti akan bergidik ngeri melihat raut wajah cowok itu, termasuk Ellen sendiri.

"Ikut gue."

Hanya dua kata yang keluar dari mulut Tommy. Ellen pun mengikuti langkah cowok itu dengan cepat walaupun sedikit terengah-engah karena langkah kaki Tommy yang lebar. Sesampainya di parkiran mobil, Tommy berhenti tepat di depan mobil sedan hitam miliknya yang tampak bersih dan mewah. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya kemudian menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Kini ia beralih menatap gadis yang sudah tampak sedikit tak keruan penampilannya.

Ia tahu gadis itu kedinginan. Ia tahu gadis itu sengaja mencarinya meskipun ia tidak tahu apa tujuan gadis itu. Tommy hanya marah karena Ellen membahayakan dirinya di tengah malam seperti ini tanpa memikirkan risikonya. Ia kesal karena gadis itu sangat berjuang untuk hanya dapat bertemu dengannya walaupun akhirnya bertemu di tempat seperti ini.

Tommy hanya tidak ingin gadis itu kenapa-kenapa hanya demi dirinya yang bahkan tidak menaruh perasaan sedikitpun padanya.

Dengan jarak sedikit jauh Tommy memulai percakapannya dengan gadis itu di sana. "Ellen, lo bisa ngga sih jangan buat gue khawatir?" tanya cowok itu dengan nada sedikit ditinggikan.

Ellen hanya menunduk, menatap ke tanah. Ia tidak berani menatap cowok itu sekarang. Tangannya yang memegang tali tas slempangnya itu tampak sedikit gemetaran. Ia merasa takut. Kepalanya pusing.

"Ini udah tengah malam, Ellen. Lo ngapain sih cari gue?"

Cowok itu mengembuskan napas pelan ketika gadis itu tidak menjawab pertanyaannya. Ia berusaha untuk mengontrol amarah yang sedari tadi menguasai dirinya. Tommy melangkah dan membuka pintu mobil lalu mengambil kardigan rajut yang tampak tebal di kursi pengemudi.

Ia mendekati gadis itu dan melebarkan kardigannya ke tubuh mungil gadis di hadapannya kemudian memastikan bahwa kardigan itu cukup menghangatkan tubuh yang sudah gemetaran itu.

Melihat Ellen yang masih menunduk ke bawah dengan takut-takut, Tommy menjadi merasa bersalah sudah membentaknya. Tidak seharusnya ia membuat gadis itu semakin takut setelah apa yang terjadi di depan kelab tadi. Tommy merendahkan tubuhnya sambil mengangkat wajah Ellen agar mau melihatnya.

Wajah gadis itu lembut, namun tampak kelelahan. Ia melihat kedua matanya tampak sembab sehabis menangis.

"Maaf untuk yang tadi. Gue cuma ngga mau lo kenapa-kenapa demi gue." Tommy berucap lembut dan berharap dapat menenangkan gadis itu.

"Gue anter lo pulang ya? Udah malem banget. Lo butuh istirahat." Setelah berucap demikian, Tommy pun menegakkan tubuhnya kembali dan berbalik hendak menuju ke mobilnya. Namun, tangan gadis di belakangnya menarik pakaian belakang cowok itu membuat langkah Tommy terhenti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TOMMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang