21. Modus

25.5K 2.4K 135
                                    

Terimakasih buat yang udah komen di part kemarin 🥺
Semoga di part ini makin banyak komentarnya:)

Dua hari telah berlalu, kini Jingga sudah berangkat sekolah seperti biasanya, dua hari mengurung di kamar membuatnya lebih merasa sedikit ketenangan. Walaupun, hatinya belum bisa pulih karena telah dihancurkan berkeping-keping oleh Alga.

"JINGGA!" teriak Vani histeris saat melihat sahabatnya masuk ke dalam kelas dengan wajah yang terbilang cukup dingin.

Jingga tak menyahut ataupun tersenyum sekalipun, Ia berjalan santai, kemudian duduk di bangkunya yang bersebelahan dengan Vani. Sikapnya membuat semua yang berada di dalam kelas melongo keheranan.

"Lo masih sakit, Ngga?"

Jingga menggeleng tanda menjawab. Semuanya pun langsung bungkam, begitu juga dengan Vani.

***

Di kelas lain, Alga duduk di bangkunya dengan tangan yang menarik-narik karet gelang yang tadi digunakan untuk mengikat jambul Yayan.

"Gue punya tebak-tebakan," ujar Dion mengalihkan perhatian semua siswa yang berada di kelas. Pemuda yang sedang duduk di pojok itu berdiri, kemudian menyenderkan tubuhnya ke tembok. Dengan lempeng Dion bertanya, "Apa yang lebih berat dari rindu?"

Mata siswa-siswi saling memandang, kecuali Alga yang masih anteng memainkan karet gelang.

"Kehilangan dia," sahut Yayan dengan raut wajah yang dibuat-buat yang langsung dihadiahi sorakan.

"Huuu!"

"Berat badan Harsi!" timpal salah satu siswa, pandangan mereka pun langsung mengarah ke seorang pemuda berbadan gempal di depan meja guru yang sedang makan bekalnya dengan porsi yang terbilang tidak sedikit.

"Salah!" pekik Dion dengan kedua tangannya yang menyilang.

"Melupakan dia," ujar Sam melirik Alga. Namun, sepertinya yang sedang disinggung tidak peka.

"Sam bucin!" seru salah satu siswa yang kemudian mengundang tawa.

Sam hanya mendengus kesal, dalam hatinya bersumpah tidak mengikuti permainan seperti ini lagi. Dirinya memilih untuk membuka benda pipih berbentuk persegi panjang, saat menyala, ternyata ada notifikasi yang membuat keningnya berkerut.

+62***********

Gue tunggu di depan sekolah.

Setelah membaca pesan dari nomor yang tak dikenal, Sam segera memasukkan ponselnya ke dalam saku seragamnya dan melangkahkan kakinya membawanya keluar dari kelas. Ia sangat penasaran dengan orang yang mengirimkan pesan itu.

"Woy kemana, Samsul?!" teriak Yayan saat melihat sahabatnya yang mulai menghilang dari kelas.

"Malu dia," celetuk Dion lempeng. Siswa-siswi pun tertawa terbahak mendengar betapa laknat nya seorang Yayan dan Dion.

"Oy jawabannya apa?" tanya seorang siswi yang menjabat sebagai sekretaris kelas. Dia adalah gadis yang terbilang tak punya rasa sabar.

Semua menatap Dion dengan penasaran. Dion pun berdehem, kemudian menatap teman-temannya secara bergantian dengan serius. "Yang lebih berat dari rindu adalah... Dosa lo semua, berat banget!"

"Huu! Lebih berat punya lo kali!"

***

Bel istirahat sudah berbunyi, guru mapel Fisika pun keluar kelas membawa buku-buku tebal yang selalu dibawanya setiap kali mengajar.

Vani membuang nafas lega, kemudian merapikan alat tulisnya dengan dimasukkan ke dalam tasnya yang berwarna biru langit. Namun, tidak bagi gadis di sampingnya, gadis itu justru langsung menenggelamkan wajahnya ke lipatan tangannya yang diletakkan di atas meja yang masih terdapat buku tulis terbuka.

ALGANGGA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang