11. Menghindar

22.7K 2.4K 27
                                    

Cerita telah direvisi, jika ingin membacanya kembali, disilahkan.

Jingga menggeliat saat tubuhnya merasa kaku akibat berlatih tadi siang. Jujur saja, Jingga hanya berlatih dengan posisi kuda-kuda saja, tapi mengapa bisa se-lebay itu?

"Otot-otot gue capek banget, uy!" seru Jingga sendirian di dalam kamarnya. Ia bercermin di cermin kotak yang tersedia di meja rias nya. Mata bulatnya menatap pantulan cermin yang memperlihatkan wajahnya. "Sumpah! Walaupun gue capek, tapi tetep aja wajah gue cantik banget."

Lagi dan lagi gadis itu terus menyombongkan dirinya. Ia selalu menganggap bahwa dirinya lah adalah princess yang yang sangat sempurna. Jingga tersenyum manis menatap wajah cantiknya, pandangannya tiba-tiba mengarah ke rambutnya yang terikat berantakan. Sebuah dasi abu-abu masih mengikat rambut pirangnya, dengan segera Ia melepaskan dasi itu dari rambutnya. 

Gadis cantik itu berputar-putar menari seperti tarik balet. Tangannya menggenggam dasi di atas kepala, lalu berputar kembali kepalanya merasa pusing. Tiba-tiba pandangannya terlempar ke arah foto besar yang terpajang di dinding ber-cat abu-abu itu. Foto besar itu bergambar dirinya dan dua orangtuanya di sisinya.

Jingga menghembuskan nafas kasar. Ia teringat dengan orangtuanya, dirinya sangat merindukan sosok orangtua di dalam kehidupannya sekaranh.

Jingga memasukkan dasi milik Alga ke dalam totebag nya, untuk dikembalikan besok. Namun, tangannya justru menggenggam sebuah benda asing. Buru-buru gadis bermata coklat itu mengeluarkannya dari dalam totebag nya, Ia terkejut saat melihat sebuah jam tangan berada di genggamannya.

"Kok bisa ada di sini?" gumam Jingga lalu mengamati jam tangan tersebut secara seksama.

Sepertinya jam tangan itu harganya standar dan tidak terlalu mahal. Mungkin, pemiliknya tak akan mencari jam tangan itu. Dengan segera Ia memasukkan jam tangan tersebut di totebag berwarna hitam itu lagi.

***

Alga baru sampai di depan kelasnya, Ia menatap ke dalam kelas yang masih sepi, hanya beberapa orang saja. Tiba-tiba pandangannya terlempar ke belakang melihat Dion, Sam dan Yayan berjalan melewati koridor menuju kelas. Cowok bermata elang itu segera berlari menghindar dari ketiga sahabatnya yang pastinya akan menanyakan tentang 'kakak' yang Ia maksudkan kemarin.

Alga mencari tempat aman dahulu menghindari sahabatnya. Bukannya dia penakut, hanya saja dirinya masih belum siap menceritakan yang sebenarnya tentang kehidupan yang sebenarnya.

Cowok berseragam putih abu-abu dengan rambut acak-acakan, berjalan cukup cepat di koridor. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang untuk memastikan sahabatnya mengejarnya atau tidak. Saat sampai di depan toilet, kakinya berhenti melangkah. Merasa aman dari sahabatnya, Alga menghembuskan nafas lega.

"Alga!"

Sebuah jeritan terdengar di telinga Alga. Buru-buru sang pemilik nama menoleh ke sumber suara. Matanya menyipit saat melihat siapa pemilik suara cempreng itu.

"Apaan?!" sentak Alga menaikan dagunya.

"Gapapa, cuma manggil." Gadis berbando pink yang menghiasi rambut pendeknya nyengir tanpa dosa.

"Buang-buang waktu!" cicit Alga, lalu hendak melangkahkan kakinya menjauh dari gadis centil itu. Namun, lengannya langsung di dekap oleh Dara. Ya! Gadis itu adalah Dara.

"Ih Alga! Gue kan cuma mau ngobrol aja sama lo!" pekik Dara mencabik.

"Lo siapa, sih?" tanya Alga memicingkan alisnya sambil berusaha melepaskan tangannya dari gadis itu.

ALGANGGA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang