Pasal 2. MATEMATIKA

8 0 0
                                    

ILMU tentang bidang dan bilangan yang kita pakai sekarang pada semua sekolah yang berdasar peradaban barat ialah matematika, yang disusun oleh Euclides. Walaupun aljabar amat penting dalam semua ilmu pengetahuan, sekarang tiadalah dia akan saya ambil sebagai model, contoh untuk menjelaskan cara berpikir yang dipakai dalam matematika. Barangkali di antara para pembaca tentu ada seperti saya yang selalu diingatkan oleh guru, kalau menjawab perhitungan aritmetika janganlah memakai cara aljabar. Peringatan dari guru itu bermakna sekali.

Memakai jalan aljabar tidak menambah kecerdasan, di masa kita masih memanjat tingkat yang pertama sekali dalam matematika. Bisa jadi cara berpikir aljabar itu membatasi otak kita. Menjadikan kita berpikir mekanis, seperti mesin, tiada memakai penyelidikan lebih dahulu.

Seperti mesin berhitung yang sekarang ini banyak dipakai begitulah jadinya otak kita. Memindahkan persoalan berhitung aritmetika tadi pada persoalan aljabar yang memang memudahkan semua persoalan dan lekas mendapatkan hasil. Tiadalah lagi dipikirkan jalan, cara, metode mana yang dipakai dan cara mana yang pendek dan jitu di antara beberapa cara. Yang dipikirkannya ialah lekas mendapat hasil, pendapatan yang betul, result. Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting dari pada hasil itu sendiri. Begitulah menurut pendapat penulis ini.

Belakang hari di kelas sekolah yang lebih tinggi, penulis juga tiada begitu lagi memperhatikan hasil itu. Kalau sudah terlihat cara yang baik di antara dua atau lebih cara, maka sering penulis tiada lagi menyelesaikan persoalan itu sampai mendapatkan result dan tidak perdulikan beberapa soal yang bisa diselesaikan dengan hanya satu cara. Dengan begitu, banyak waktu terpelihara dan saya pikir kecerdasan berpikir bisa maju. Pada matematika yang tinggi, hasil itu memang tidak begitu penting lagi.

Memang aljabar lebih abstrak dari aritmetika, lebih terpisah dari pada benda. Pada aritmetika saja kalau kita lihat 2 + 2 = 4, maka tiada lagi kita pikirkan bahwa dua itu cuma bilangannya, nomornya, salah satu dari sifat barang itu, bukan benda itu sendiri. Seperti juga hitam, ialah warna barang, bukan barang itu.

Bilangan itu sudah terpisah dari benda dan bisa mewakili semua benda. 2 itu bisa jadi 2 kerbau atau 2 telur. Kita tahu, kalau 2 kerbau + 2 telur, kita tidak akan mendapatkan 4 kerbau atau 4 telur. Yang 4 itu cuma bilangan. Satu hal yang terpisah dari benda, Cuma ada dalam pikiran abstrak belaka. Syahdan alajabar lebih terpisah, lebih abstrak lagi. Marilah kita ambil formula.
(a+b) (b-a) = a² - b². Kalau a itu 3 dan b itu 2 maka (3+2)(3-2) = 3 ² - 2 ². Di sebelah kiri tanda = kita peroleh 5 x 1 = 5. Di kanan 9 – 4 = 5 pula. Jadi yang di kiri bersatu, sama dengan di kanan. inilah juga asal makna aljabar dalam bahasa Arab. Kalau 4 bukan 3 seperti diatas melainkan 5 dan b bukan 2 melainkan 3 umpamanya, maka kita peroleh (5+3) (5-3) = 5 ² - 3 ². Di kiri tanda = kita peroleh 8 x 2 = 16. Di kanan juga 16, yaitu 25 – 9.

Begitulah seterusnya a itu mewakili tak berbatasnya angka, unlimited, bisa 2, 3, 4 ....begitu juga b, mewakili tak berbatasnya. A itu tak perlu lebih besar dari b, umpamanya (2+3) (2-3) = 2 ² - 3 ² atau 5 x (-1) = 4 – 9 = -5. Q,E, D.

Seperti angka-angka tadi mewakili benda, 2 kerbau atau 2 telur, begitu juga a yang mewakili angka, 2, 3, 4 dsb. Adalah hal yang abstrak, terpisah dari benda. Sedangkan angka itu sendiri sudah abstrak, apalagi huruf a dan b dalam aljabar tadi. Aljabar adalah ilmu yang lebih abstrak dari aritmetika, begitu terpisah dari benda.

Bukan maksud saya mengatakan, bahwa karena matematika terpisah dari benda, maka ia tak berguna. Jadi aljabar tinggi yang lebih abstrak tadi adalah lebih tak berguna. Sudah tentu tidak. Bagaimanapun abstraknya aljabar, dia berdasarkan aritmetika juga, dan aritmetika itu berdasarkan benda juga. Tetapi guna mengambil contoh untuk menjelaskan cara berpikir, tentu kita tak boleh mulai dari ilmu yang sudah abstrak, yang sudah sampai ke tingkat atas itu. Kita mesti ambil permulaan atau pertengahan. Di mana cara berpikir itu masih didasarkan pada barang yang nyata, pada bukti, facts. Kita ambil contoh geometri. Geometri tidak diajarkan di sekolah rendah, melainkan di sekolah menengah.

Bukti, facts, dalam geometri memang tak selalu begitu nyata seperti pada ilmu alam atau kimia. Tetapi cukup nyata dan bisa digambarkan dalam otak atau di atas kertas. Pentingnya geometri terletak pada definisinya yang jitu dan “cara” yang pasti. Keduanya menambah kecerdasan berpikir. Dari geometri kita bisa memanjat ke tangga yang lebih tinggi. Lulusan SMP kalau punya otak sedikit lebih dari rata-rata, saya pikir dengan belajar sendiri bisa sampai ke langit matematika, bila ia cukup sabar dan mempunyai waktu. Tetapi susah, kalau bukan mustahil, mempelajari dan memahami logika dan dialektika kalau tidak lebih dahulu dilatih, dididik dengan geometri.

MADILOGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang