BAB VII PENINJAUAN DENGAN MADILOG

1 0 0
                                    

Pasal 1. PERMULAAN KATA

Kembali kita memandang kepada Madilog. Pada permulaan buku ini dia masih satu barang yang kabur. Tetapi lama dia dapat sepuhan. Sekarang dia kembali dari sepuhan dengan memperlihatkan cahaya yang lebih terang.

“Madilog” ialah cara berpikir, yang berdasarkan Materialsime, Dialektika dan Logika buat mencari akibat, yang berdiri atas bukti yang cukup banyaknya dan tujuan diperalamkan dan di peramati.

Madilog bukanlah barang yang baru dan bukanlah buah pikiran saya. Madilog ialah pusaka yang saya terima dari Barat. Bukan pula dimaksudkan diterima oleh otak yang cemerlang seperti tanah subur menerima tampang yang baik. Saya akui kesederhanaan saya dalam segala-galanya, pembawaan atau talent, masyarakat, didikan, pembacaan dan kesempatan. Maksud saya terutama ialah buat merintis jalan teman sejawat saya, dengan buku ini, mempersilahkan mempelajari cara berpikir dunia Barat dengan rendah hati sebagi murid yang jujur dan mata terbuka.

Disini dengan jelas dan terus-terang saya mau mengatakan, bahwa Madilog sama sekali tepat berlawanan dengan “ketimuran” yang digembar-gemborkan lebih dari mestinya, semenjak Indonesia dimasuki tentara Jepang. Lebih jelas pula saya mesti terangkan bahwa yang saya maksud dengan ketimuran itu, ialah segala-gala yag berhubungan dengan Mistika, Kegaiban, dari manapun juga datangnya di timur ini. tiada pula saya maksudkan, bahwa sudah taka ada yang gaib di dunia, yakni sudah semua diketahui. Pengetahuan tidak akan bisa habis dan tidak boleh habis. Seperti juga “satu” kata tuan , “dua” kata saya. “Sejuta” sahut tuan, “Sejuta ditambah satu” jawab saya pula. Dan seterusnya. Demikianlah juga pengetahuan baru menimbulkan persoalan baru, terus-menerus. Tetapi persoalan baru itu akan terus-menerus pula bisa diselesaikan. Tidak ada batas pengetahuan dan tiada pula batas-batasnya persoalan. Inilah bahagian dari kehidupan manusia dan bagian dari dunia pikiran. Barang siapa mengaku, bahwa ada batas pengetahuan atau batas persoalan, maka dia jatuh kelembah mistika terperangkap dogmatisme. Dia akan berpangku tangan, memuncang hidungnya, membilang oum, oum ...............Dia tiada lagi akan mengeluarkan kritik atas pengetahuan yang sudah diperoleh dan tiada akan mencari pengetahuan yang lebih sempurna. Dia mati dengan pengetahuannya, karena pengetahuannya mati pula. Semua barang yang hidup mesti berubah, karena semua perubahan itu menandakan hidup. Tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Yang tetap cuma ketetapan perubahan, atau perubahan ketetapan.

MADILOGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang